Pengantar Hari ini kita memperingati Hari Nusantara. Dari pagi tadi hingga siang saya menghadiri Kongres Sunda II yang digelar untuk mengingat kembali jasa luar biasa IR. Djuanda dalam memperkokoh NKRI lewat Deklarasi Djuanda 13 Desember 1957 yang meneguhkan Indonesia sebagai negara kepulauan, dan telah diakui oleh Dunia. Djuanda merupakan sosok luar biasa: pendekar dengan 1.000
Kategori: Buku
SINOPSIS Seperempat abad lagi Indonesia akan merayakan 100 tahun kemerdekaan. Tiga perempat perjalanan berliku-liku telah kita lalui, diwarnai oleh beberapa kali kemunduran dan sempat pula terjerembab ke dalam jurang krisis kecil, medium maupun besar. Indonesia butuh waktu 58 tahun untuk keluar dari kelompok negara berpendapatan rendah (low income country). Baru pada tahun 2003 Indonesia naik
Catatan: Siang nanti (13/8), insya Allah buku kami berjudul Untuk Republik: Kisah-kisah Teladan Kesederhanaan Tokoh Bangsa akan diperkenalkan kepada publik. Panitia meminta saya memberikan kata sambutan. Berat rasanya memenuhi permintaan itu. Dua puluh tiga tokoh yang dikisahkan dalam buku itu tak tergantikan oleh kata sambutan dari kami sendiri. Sebagai penggantinya, perkenankan saya untuk mempersiapkan sekedar
Di zaman yang kian sibuk dan kompetitif ini, nilai-nilai materialisme kian mengemuka. Uang tidak lagi sekedar menjadi alat untuk mempermudah hidup, melainkan sudah menjadi ukuran tentang sejauh mana hebat atau papanya seseorang. Maka uang tidak lagi menjadi budak kita, tapi sudah menjadi majikan kita. Orang-orang pun berlomba untuk memperoleh sebanyak mungkin uang dengan segala cara.
Oleh: Haris Munandar dan Faisal Basri Catatan: Siapa nyana kalau foto di sebelah kiri adalah Haji Agus Salim. Kebanyakan kita mengenal sosok diplomat ulung itu lewat foto di sebelah kanan: berkopiah, berkacamata, dan berjanggut panjang yang sudah memutih seluruhnya. Tulisan ini adalah salah satu bagian dari buku berjudul Untuk Republik: Kisah-kisah Teladan Kesederhanaan Tokoh Bangsa,
Catatan: Pagi ini (18/9), saya diundang sebagai salah satu pembahas dalam acara bedah buku “Nasionalisme, Sosialisme, dan Pragmatisme: Pemikiran Ekonomi Politik Sumitro Djojohadikusumo,” karya M. Dawam Rahardjo. Acara digelar di Auditorium Widjojo Nisisastro, Gedung Dekanat FEB-UI. Berikut adalah catatan pendek yang saya persiapkan untuk acara itu. *** Saya bersyukur bisa menikmati dua mata kuliah yang
Buku “Tambang untuk Negeri” mencerminkan kegelisahan dan keprihatinan penulis terhadap pengelolaan kekayaan tambang di Tanah Air. Kegelisahan dan keprihatinan Penulis juga turut kita raskan. Kekayaan alam Indonesia yang sudah puluhan tahun diekploitasi seakan tak berbekas dalam wujud peningkatan kesejahteraan rakyat yang berkeadilan. Jutaan hektar hutan menjadi gundul dilahap segelintir orang. Deforestrasi hingga sekarang terus terjadi.
KOMPAS.COM, Kamis, 15 September 2016 | 19:25 WIB JAKARTA, KOMPAS.com — Dari deretan bangku paling depan di auditorium Goethe-Institute Jakarta, seorang lelaki paruh baya meloncat ke atas panggung. Sekejap orang-orang yang duduk di auditorium terkesiap, membatin atas kesopanan yang dilakukan lelaki itu. “Apakah tindakan saya tadi elok?” tanya akademisi Universitas Indonesia itu. “Kan tidak. Itu
Cover Buku Buku ini bermula dari orasi ilmiah penulis dalam acara Nurcholish Madjid Memorial Lecture (NMML) VI setahun lalu. Penyelenggara meminta penulis merapikan dan memutakhirkan naskah pidato. Enam tokoh dari berbagai latar belakang (Thee Kian Wee, Handi Risza, A. Prasetyantoko, Indrasari Tjandraningsih, dan Budi Hikmat) dimintakan tanggapan atas naskah akhir. Penutup buku ini berupa epilog dan