Kategori: Monetary Policy

Yang Masalah Fiskal Kok yang Diobrak-abrik Moneter?


Cokro TV | Seruput Kopi – Eko Kuntadhi Kali ini Seruput Kopi Cokro TV menyoroti kinerja tim ekonomi Kabinet Indonesia Maju dalam menghadapi pandemi. Ekonom Faisal Basri menyebut ada kebijakan yang keliru dalam merespon kelesuan ekonomi, kemudian memberikan beberapa masukan. Simak lebih lanjut dalam Seruput Kopi dengan Faisal Basri: Yang Masalah Fiskal kok yang Diobrak-abrik

Lanjutkan membaca

Faisal Basri Anggap Keliru Revisi UU BI karena Fiskal yang Bermasalah


Katadata.co.id | | 3 September 2020 | 13:50 Penulis: Agatha Olivia Victoria | Editor: Agung Jatmiko Ekonom Senior Indef menilai Indonesia tidak memiliki masalah di sisi moneter melainkan fiskal terutama soal perpajakan. Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tengah menggodok revisi Undang-undang (UU) Bank Indonesia (BI). Dalam revisi UU yang diinisiasi parlemen tersebut akan terdapat campur

Lanjutkan membaca

Faisal Basri: yang Gatal Tangannya, yang Diamputasi Kakinya


wartaekonomi.co.id | Jum’at, 4 September 2020 | 0844 WIB Ekonom senior Indef Faisal Basri menilai pemerintah seharusnya membenahi wabah Covid-19 yang menjadi akar permasalahannya. Bukan malah membentuk Dewan Moneter. Langkah Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang tengah menggodok revisi Undang-Undang (UU) Bank Indonesia (BI) dinilai tidak tepat. Dalam revisi UU yang diinisiasi parlemen tersebut,

Lanjutkan membaca

Fiskal dan Rente yang Masalah, Moneter yang “Diobok-obok”


Pagi ini (3/9) pk. 09:30, Indef menyelenggarakan webibar bertajuk “Jalan Terjal Penerimaan Negara.” Perkiraan saya, teman-teman peneliti muda Indef bakal menyajikan data terakhir APBN, khususnya pos pemerimaan, serta analisis yang mendalam. Saya menggunakan pendekatan yang mudah-mudahan melengkapi. Berikut PowerPoint yang saya siapkan sebagai pengantar diskusi. Lazimnya, bahan lengkap webinar akan diposting di laman Indef setelah

Lanjutkan membaca
29 komentar

Harusnya Kita Sudah Belajar Dari Peristiwa Serupa Tahun 2013 (Revisi)


Catatan: Tulisan dengan judul yang sama yang saya posting 26 September 2018 ternyata terhapus. Beberapa pembaca menyampaikan bahwa dalam tuisan itu ditemukan banyak salah ketik. Ternyata versi yang saya posting bukan versi terakhir dan belum diedit. Tulisan ini merupakan versi yang telah saya koreksi dan perbarui. Mohon maaf atas ketidaknyamanan ini. Agaknya gejolak perekonomian tahun

Lanjutkan membaca

Tekanan Terhadap Rupiah Belum Akan Mereda


Bank sentral AS (The Fed) akan menggelar pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) pada 25-26 September mendatang. Karena sampai pertemuan FOMC nanti tidak akan ada data ketenagakerjaan dan pertumbuhan ekonomi baru, maka acuan yang dipakai adalah data terbaru yang tersedia sekarang. Pada Jumat lalu (7/9), Kementerian Tenaga Kerja AS merilis data terbaru. Total nonfarm  payroll

Lanjutkan membaca

Untuk Meredam Kemerosotan Rupiah, Mulailah dengan yang Sekarang Juga Bisa Dilakukan


Hari ini (4/9/2018), kurs atau nilai tukar rupiah berdasarkan JISDOR (Jakarta Interbank Spot Dollar Rate) kembali melemah di aras Rp 14.840 per dollar AS. Pada penutupan pasar hari ini versi Bloomberg bertengger di dahan yang lebih tinggi, Rp 14.935 per dollar AS. Sudah tujuh hari berturut-turut rupiah terdepresiasi. Sudah dua hari nilai tukar rupiah mencapai titik

Lanjutkan membaca

Strategi Menyerang untuk Meredam Pelemahan Rupiah*


Kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) bertengger di aras Rp 14.711 per dollar AS akhir pekan lalu, nyaris menyamai posisi terendah pasca krisis ekonomi 1998 yang terjadi pada 29 September 2015 sebesar Rp 14.728 per dollar AS. Sampai 31 Agustus, retara tahunan nilai tukar rupiah berada pada titik terendah sepanjang sejarah, yaitu Rp 13.949

Lanjutkan membaca

Yang Perlu Diwaspadai Hingga Akhir Tahun


Ada gejala cukup unik belakangan ini yang perlu diwaspadai. Hampir semua indikator makroekonomi menunjukkan perbaikan secara serempak. Laju inflasi terus turun dan kerap beradas di bawah 4 persen, bahkan pada Oktober 2017 hanya 3,6 persen. Suhu tubuh perekonomian yang semakin “sejuk” ini diikuti oleh penurunan suku bunga yang bisa dianalogikan dengan penurunan tekanan darah. Suku

Lanjutkan membaca