Ketika bicara sekedar bibir bergerak Lidahnya kelu hadirkan kata-kata dari lubuk hati Janji sekedar diucap Tindakan bertolak belakang * Ketika kesadaran tak membuahkan tindakan Dikerangkeng oleh hulubalang berbulu landak Yang senantiasa menjilat-jilat bokong majikannya Mengelu-elukan kesesatan. *** Jakarta, 16 Maret 2021
Kategori: Goresan
Berjalan di atas awan Bayang-bayang bumi terlihat sesekali Wajah rembulan gelap pekat * Tatkala mentari menampakkan sosoknya Menyapa dengan kemilaunya Awan bergegas menyingkir * Pemimpi kehilangan pijakan Seketika melayang-layang Terhempas di tengah samudera tak berbatas. * Ditelan ombak bergelung-gelung Sirna tak berbekas *** Jakarta, 6 Januari 2021
Awan kelabu mendekat Bergerak ke arah Timur Bergegas kian cepat, bergumpal-gumpal Mengusir awan seputih kapas di atasnya * Pepohonan gelisah Ingin berlari tapi tak kuasa Sesekali merunduk memanjatkan doa Agar badai tak menumbangkannya * Senja segera tiba Mentari muram Meratapi nasibnya Yang tak bisa menerangi lagi * Lalu hujan rintik-rintik Membasuh bumi Melumatkan penat Menyejukkan nurani * Ia tinggalkan sesal Ia
Berlari kencang tetapi tak kunjung sampai ke tujuan Bahkan terkadang menjauhinya *** Memanjat sampai ke puncak tetapi tak ada yang tergapai Bahkan yang di genggaman terbang tak berbekas *** Berburu di hutan tetapi tak dapat satu pun binatang yang disasar Malahan tersesat di belantara tak temui jalan kembali *** Keruh hati dan pikirannya Dikelilingi kawanan
Awan kelabu mendekat Bergerak ke arah Timur Geraknya kian cepat, bergumpal-gumpal Menutupi awan seputih kapas di atasnya ** Pepohonan gelisah Ingin berlari tapi tak kuasa Sesekali merunduk memanjatkan doa Agar badai tak menumbangkannya ** Senja segera tiba Mentari muram Meratapi nasibnya Yang tak bisa menerangi lagi ** Lalu hujan rintik-rintik Membasuh bumi Melumatkan penat Menyejukkan
Ketika kesadaran tak membuahkan tindakan Mengawang dan berputar-putar Lalu sirna dalam pusaran Tak meninggalkan jejak *** Jakarta, 28 Desember 2019
Dalam kerumunan Sepi menyelinap Sapa mereka yang tulus Tak mengusik sukmanya Ia menerawang Menembus ruang dan waktu Hadirnya sebatas sosok raga ** Kelu lidahnya Satu dua kata tersampaikan Tanpa makna Geraknya tak bertenaga Hadirnya tanpa keceriaan ** Ia tinggalkan riuh ruangan Menelusuri pedestrian dengan kilau pancaran lampu Tapi tak menerangi pandangannya Keindahan sekeliling tak menebar
Ia mengepakkan kedua sayapnya berkelana di alam bebas. Sesekali ia menukik ke sungai melepas dahaga, syukur-syukur ada ikan di permukaan sekedar untuk mengisi perut yang kosong. Ia tak pernah menimbun makanan, apalagi menyiapkannya untuk anak-cucu tujuh turunan. Kapan pun hendak melepas penat, ia bebas memilih dahan yang dihinggapi. Tak terbayangnya olehnya hidup di sangkar, walau sangkar
Catatan: Siang nanti (13/8), insya Allah buku kami berjudul Untuk Republik: Kisah-kisah Teladan Kesederhanaan Tokoh Bangsa akan diperkenalkan kepada publik. Panitia meminta saya memberikan kata sambutan. Berat rasanya memenuhi permintaan itu. Dua puluh tiga tokoh yang dikisahkan dalam buku itu tak tergantikan oleh kata sambutan dari kami sendiri. Sebagai penggantinya, perkenankan saya untuk mempersiapkan sekedar
Kala kami berkumpul saling bermaafan, hanya engkau yang tak hadir Kami berfoto bersama, tak ada dirimu Rindu menggunung membayangkan engkau nun jauh di benua berbeda Tak ada ketupat, sayer tauco pedas, dan rendang yang biasa engkau santap *** Ketika engkau kirim foto dirimu di tengah keluarga tempatanmu Terobati rindu, walau rindu itu tetap tak terperikan