Tol Udara Tak Kalah Mendesak Ketimbang Jalan Tol

5 komentar

bandwidth
huntleigh.com

Sejak pengoperasian jalan tol pertama (tol Jagorawi) pada 9 Maret 1978 tahun di era Presiden Soeharto hingga akhir pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (2014), panjang jalan tol yang sudah beroperasi mencapai sekitar 725 km. Selama 36 tahun rentang waktu itu, setiap tahun rata-rata terbangun 20 km.

Selama masa pemerintahan Presiden Joko Widodo dicanangkan target pembangunan jalan tol sepanjang 1.850 km atau rata-rata setiap tahun sepanjang 370 km. Hingga akhir tahun ini saja diharapkan sudah beroperasi 568 km. Tak jarang Presiden memonitor sendiri perkembangan pembangunan jalan tol. Untuk jalan tol Trans-Sumatera saja, setidaknya Presiden sudah meninjau setidaknya enam kali.

Sudah barang tentu pembangunan jalan tol yang cukup massif mampu mengurangi kemacetan, membuat arus mudik lebaran lebih lancar, juga memperlancar angkutan barang.

***

Namun, kemacetan tidak hanya terjadi di lalulintas angkutan darat. Kemacetan semakin parah kian terasa di lalulintas dunia maya.

Sore tadi (11/10) saya menghadiri acara di ballroom Hotel Ritz Carlton. Saya tengok kekuatan sinyal HP saya hanya tiga garis (operatornya Telkomsel, yang saya pandang terbaik dan paling luas jangkauannya). Padahal lokasinya di jantung ekonomi Indonesia.

Jumat minggu lalu saya terjebak macet parah di jalan tol menuju Bandara Soekarno-Hatta. Di sepanjang jalan tol Sedyadmo itu, kekuatan sinyal tidak stabil, terkadang tiga garis, tetapi seketika bisa anjok menjadi hanya satu garis.

Sesampai di bandara Soekarno-Hatta, saya mencoba wifi gratis Angkasa Pura II. Tak pernah berhasil. Sejak Garuda pindah ke Terminal III, puluhan kali saya tidak bisa memanfaatkan wifi gratis.

Minggu lalu saya ke Pontianak, menginap di hotel di Jl. Gajahmada. Tidak ada TV dan internet karena rusak tersambar petir. Petugas hotel menawarkan voucher wifi.id seharga Rp 10.000. Hasilnya mengecewakan, sungguh sangat lambat, sehingga pekerjaan yang harus saya selesaikan tak kesampaian. Jangan coba-coba mengunduh video, bakal sia-sia.

Bagaimana di Jakarta? Di rumah, kami berlangganan paket TV kabel dan internet dari First Media. Baru-baru ini saya memutakhirkan sistem operasi di laptop. Butuh waktu dua jam lebih. Tak jarang jaringan mengalami gangguan. Ketika mengadu, pihak First Media menawarkan upgrade paket, tentu dengan tarif berlangganan lebih mahal.

Kemacetan di udara sudah sangat akut. Pengguna internet bertambah pesat, bahkan terbanyak kelima di dunia. Jumlah telepon genggam lebih banyak dari jumlah penduduk. Era digital membutuhkan penggunaan big data, tetapi jalan untuk menyalurkannya sudah sangat padat.

pengguna-internet

Kecepatan internet di Indonesia pada triwulan I-2017 hanya 7,2 Mbps, di urutan 77 di dunia. Di Asia Pasifik, Indonesia tercecer, kalah dengan Sri Lanka, Vietnam, Malaysia, China, dan Thailand. Jangan bandingkan dengan Korea, Hongkong, Singapura, dan Jepang. Keempat negara itu berada di kelompok top-10 dunia.

speed

Indeks daya saing digital Indonesia berada di urutan ke-59 dari 63 negara, dengan skor 44. Singapura di urutan teratas dengan skor sempurna: 100.

1-IMD

Peringkat Indonesia praktis jalan di tempat. Komponen paling buruk justru adalah future readiness, khususnya untuk subkomponen adaptive attitude dan IT integration. Yang menggembirakan adalah business agility cukup baik, menandakan pelaku bisnis memiliki kemampuan beradaptasi dengan dunia digital. Regulasi dan upaya pemerintah tampaknya masih belum memadai.

2.imd

Keterbatasan infrastruktur membuat connecting capabilities rendah, bahkan terendah di Asia Pacifik yang menjadi sampel kajian oleh EIU.

3-capa

ICT development index Indonesia yang berada di urutan ke-115 dari 175 negara dengan skor hanya 3,86 mengindikasikan memang kita harus mengejar ketertinggalan. Membangun tol di udara maya tak kalah mendesaknya ketimbang jalan tol di darat. Membangun tol maya sangat mendesak.

4-ict

Dengan kemajuan teknologi digital, kita berharap produktivitas naik lebih cepat, sehingga pertumbuhan mengakselerasi, tidak terkerangkeng di pertumbuhan 5 persen.

productivity

Apakah perlu amandemen Undang-Undang Dasar 1945, khususnya perubahan Pasal 33 ayat (3): “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.”

Rumusan baru yang saya tawarkan:

“Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalam dan di atasnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.”

5 comments on “Tol Udara Tak Kalah Mendesak Ketimbang Jalan Tol”

  1. Keren pak tulisan dan data yang lengkap. Memang saat jam sibuk dan banyak orang yang menggunakan nya kecepatan Internet biasanya melambat. Misalnya untuk Firstmedia, saya amati saat orang keluar rumah /jam kerja, kecepatannya tinggi, untuk streaming Netflix lancar seperti nonton Tv kabel. Tapi begitu mulai maghrib dan akhir pekan melambat, tidak enak buat streaming karena putus putus. Seperti di stadion Senayan saat nonton bola, meski sinyalnya penuh, tapi sama sekali tidak bisa digunakan karena di saat yang sama banyak yg menggunakan. Kalau saya solusinya perbanyak operator seluler, misal saya pakai 2 hp dual card, saya pasang kartu Telkomsel, Indosat, XL, 3, masing 1. Biasanya 2 terakhir bisa dipakai karena paling sedikit penggunanya.

    1. Saya pun kerap streaming pertandingan sepakbola. Kadang ketika terjadi gol kita tidak bisa menyaksikan.

      Akibat memakai lebih dari satu operator, ongkos komunikasi jadi lebih mahal. Nasib ๐Ÿ™‚

      Terima kasih banyak tanggapannya.

  2. Ping-balik: #fai – dejournal.id

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.