Mewaspadai Ancaman Minyak dan BBM

4 komentar

gascomingfromgreenpump
wisegeek.org

Harga BBM bersubsidi anteng tidak pernah naik atau turun lagi. Karena harga minyak di pasar internasional merangkak naik, mustahil harga BBM turun. Pemerintah telah mengumumkan tidak akan ada kenaikan harga BBM bersubsidi sampai 2018.

Kebijakan baru yang muncul adalah satu harga BBM bersubsidi untuk seluruh Indonesia. Pemerintah tidak mau menanggung kerugian kebijakan satu harga itu. Semuanya dibebankan kepada Pertamina. Pemerintah pun sudah wanti-wanti akan membebankan ongkos akibat tidak menaikkan harga BBM.  Jadi, kebijakan-kebijakan harga BBM terbaru seolah-olah tidak menambah beban APBN. Kenyataannya tentu saja tidak demikian.

Akibat segala beban ditumpahkan kepada Pertamina, maka laba Pertamina terkikis. Akibatnya setoran keuntungan Pertamina kepada Pemerintah (APBN) berkurang. Jadi, secara tidak langsung ada dampak terhadap APBN.

Jika Pemerintah ngotot target setoran laba Pertamina ke APBN tidak turun, maka Pertamina akan mencari jalan lain. Misalnya, menaikkan harga Pertamax dan Pertalite yang tidak diatur pemerintah serta secara sengaja mengurangi pasokan bensin Premium dan solar ke pompa bensin. Sudah semakin banyak pompa bensin yang tidak menyediakan bensin Premium. Ujung-ujungnya yang dirugikan ya rakyat juga.

Praktek seperti itu tidak sehat. Beberapa pos APBN tidak mencerminkan keadaan sebenarnya. Disiplin fiskal dikorbankan atau akrobat fiskal kembali muncul.

Sementara itu, harga minyak mentah bergerak naik. Selama Januari-Juli 2017, menyebabkan nilai impor BBM melonjak 51 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Karena Indonesia sudah mengalami defisit minyak mentah juga, maka defisit minyak keseluruhan (minyak mentah dan BBM) juga naik tajam, dari 5,7 miliar dollar AS pada Januari-Juli 2016 menjadi 8,1 miliar dollar AS pada Januari-Juli 2017. Defisit minyak sepanjang tahun 2017 berpotensi lebih tinggi dari tahun lalu yang mencapai 14,4 miliar dollar AS.

Dampak dari tekanan impor minyak adalah penurunan surplus perdagangan luar negeri yang selanjutnya berpotensi meningkatkan defisit akun lancar atau akun semasa (current account).

Bakal muncul kembali praktek penyelundupan BBM, terutama solar, jika disparitas harga di dalam negeri dan di luar negeri melebar.

Laju inflasi memang terbantu turun. Tetapi, penurunan itu semu adanya. Ditambah lagi dengan praktek “injak kaki” pemerintah dengan cara menetapkan harga eceran tertinggi (HET) untuk beberapa komoditas pangan.

Buat apa semua ini kalau yang dihasilkan hanya perbaikan semu belaka.

oil-deficit

4 comments on “Mewaspadai Ancaman Minyak dan BBM”

  1. Lho, bukannya cadangan Minyak Bumi ternyata masih cukup banyak di Dunia berkat teknologi Batu Serpih? Harga Minyak Bumi mentah belakangan ini kan selalu $ <60 per Barel?

    1. Memang betul. Harga sekarang sudah lumayan lebi tinggi ketimbang harga terendahnya. Kalau ikut rumus yang dibuat pemerintah sendiri, harga BBM bersubsidi harusnya sudah naik. Jia tidak dinaikkan, subsidi akan membengkak, tapi pemerintah tidak mau menanggungnya, dibebankan kepada Pertamina.

  2. “Untungnya” sekarang lebih banyak orang2 di sekitar tempat tinggalku yang mengisi BBM Pertamax RON 92 dan Pertalite RON 90 daripada Bensin Premium RON 88 untuk kendaraan pribadinya (Terutama pengguna Motor dan Skuter Matik). Tapi, penggunaan BBM Diesel Pertamina DEX’53 dan DEXlite’51 tidak populer untuk orang2 yang kendaraaan pribadinya menggunakan Mesin Diesel. Termasuk saya……….

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.