Tren Ketimpangan Memburuk dan Pesta Pora Kapitalis Kroni

22 komentar

Pada 19 Agustus 2016, Badan Pusat Statistik (BPS) merilis data terbaru tentang ketimpangan. Indeks ketimpangan yang diukur dengan gini ratio pada Maret 2016 turun menjadi 0,397. Penurunan gini ratio menjadi di bawah 0,4 membuat tingkat ketimpangan di Indonesia kembali dalam kategori rendah (<0,4). Kategori sedang 0,4 sampai 0,5 dan ketegori ketimpangan tinggi atau parah >0,5. Rentang gini ratio adalah nol (merata sempurna) hingga 1 (timpang sempurna).

Gini ratio tertinggi sepanjang sejarah terjadi pada September 2014. Setelah itu terus mengalami penurunan hingga Maret 2016. Berarti selama pemerintahan Presiden Joko Widodo mengalami perbaikan hingga kembali ke kategori rendah.

gini
Sumber: Badan Pusat Statistik

Di halaman muka Kompas hari ini (20/8) muncul berita dengan judul Rasio Gini Belum Memuaskan. Mengapa sejumlah kalangan, termasuk Wakil Presiden Jusuf Kalla, menilai penurunan belum cukup memuaskan?

Pertama, menurut BPS, penyumbang perbaikan terutama adalah kenaikan upah buruh tani harian dan buruh bangunan harian, kenaikan jumlah pekerja bebas di sektor pertanian dan nonpertanian, serta kenaikan pengeluaran pemerintah, khususnya infrastruktur padat karya, bantuan sosial, dan perbaikan pendapatan pegawai negeri sipil (PNS) golongan bawah. Dua faktor pertama sangat rentan, sewaktu-waktu mudah turun kembali karena kelompok buruh harian tidak memiliki kepastian pendapatan.

Kedua, meskipun gini ratio di perdesaan relatif jauh lebih rendah dari perkotaan (0,327 versus 0,410), penurunan gini ratio di perdesaan relatif lebih lambat dibandingkan penurunan di perkotaan. Kenyataan ini memperkokoh konstatasi rentannya faktor pertama.

Ketiga, gini ratio di Indonesia dihitung berdasarkan data konsumsi per kapita, sehingga tidak mencerminkan ketimpangan pendapatan dan ketimpangan kekayaan. Ketimpangan berdasarkan pengeluaran atau konsumsi jauh lebih rendah ketimbang ketimpangan pendapatan dan kekayaan karena sekaya-kayanya seseorang tentu memiliki keterbatasan untuk menikmati hidup dari kekayaannya yang melimpah: makan tiga kali sehari, tidak bisa menimati lebih dari satu mobil dan rumah pada waktu yang sama, dan keterbatasan waktu untuk pesiar ke seantero dunia. Berbeda dengan pendapatan dan kekayaan yang bisa ditumpuk sampai tujuh turunan.

Keempat, tren jangka panjang dengan menggunakan data tahunan (rerata Maret dan September sejak 2011) menunjukkan peningkatan ketimpangan yang cukup tajam.

gini1964-2016

Data Bank Dunia tentang konsentrasi kekayaan menunjukkan kondisi ketimpangan yang amat parah. Indonesia menduduki peringkat ketiga terparah setelah Rusia dan Thailand. Satu persen rumah tangga Indonesia menguasai 50,3 persen kekayaan nasional. Semakin parah jika melihat penguasaan 10 persen terkaya yang menguasai 77 persen kekayaan nasional. Jadi 90 persen penduduk sisanya hanya menikmati tidak sampai seperempat kekayaan nasional.

inequality

Lebih ironis lagi, sekitar dua pertiga kekayaan yang dikuasai orang kaya Indonesia diperoleh karena kedekatannya dengan penguasa. Crony-capitalism index Indonesia menduduki peringkat ketujuh.

Pantas saja para saudagar kian banyak yang menyemut ke dalam kekuasaan dan menguasai pucuk pimpinan partai politik. Karena dengan begitu kenikmatan berbisnisnya terlindungi. Sektor-sektor kroni pada umumnya bersandar pada fasilitas dan konsesi dari penguasa. Banyak dari mereka tidak siap bersaing secara sehat.

crony

22 comments on “Tren Ketimpangan Memburuk dan Pesta Pora Kapitalis Kroni”

  1. a.n stabilitas politik, saya seperti menatap kembali wajah orde-baru….dahulu represif hari ini akomodatif

  2. Tolong buktikan jika partai politik mekakukan kooptasi bisnis APBN ataw Proyek BUMN . Bukankankah para Birokrat mencari pemain asing sbg pelakunya .

  3. Pernyataan Bung Faisal di artikel ini tampaknya kebalik deh? Saya copas: “Rentang gini ratio adalah nol (timpang sempurna) hingga 1 (merata sempurna)”. Mustinya: Rentang gini ratio adalah nol (merata sempurna) hingga 1 (timpang sempurna).harwi

  4. yang menarik Pak Faisal, kasus malaysia dengan singapur. crony capitalism mereka indexnya lebih tinggi dari Indonesia. Tapi kenapa secara GDP/capita dan HDI mereka jauh lebih tinggi.apakah ada yang salah dengan pola crony capitalism Indonesia? terima kasih.

      1. Menurut saya kuncinya di efisiensi, kalau di Singapura bangun jaringan listrik, air, dll terintegrasi sehingga lebih murah. Kalau kita sendiri2 yg secara teori harusnya punya daya saing yg baik. Tp gmn klo di Indonesia dilakukan efisien dan dampak para pekerja?

  5. Untuk mengurangi itu, kebijakan saat ini sepertinya lebih mengarah pada subsidi silang entah itu pajak, pendidikan, kesehatan dll.

  6. Sepertinya kita harus kembali fokus memperbaiki kepemilikan aset lahan, perlu penguatan kebijakan land reform, supaya pendapatan dan kekayaan menjadi lebih terdistribusi secara lebih merata. Buruh tani harian dan buruh bangunan harian yang rentan bisa memiliki aset yang dapat menjadi sumber penghasilan.

  7. Kalau tak salah saat kebinet Juanda ada kebijakan Ekonomi Benteng. Kini di Malaysia ada kebijakan yang mirip New Economic Policy. Saya lihat keduanya adalah bentuk affirmatice action yang sangat diperlukan untuk negara seperti Indonesia dan Malaysia yang mewarisi diskriminasi bertahun-tahun oleh elit penjajah dan yang menggantikannya.

    1. Affirmative action memang dilakukan di banyak negara untuk membantu kelompok yang tidak bisa memperoleh benefit dari kebijaka umum negara. Di Singapura pun ada.

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.