Laju pertumbuhan ekonomi yang terus melambat harus diwaspadai. Kecenderungan perlambatan terjadi sejak empat tahun lalu atau triwulan I-2011. Kemerosotan mencapai titik terendah sebesar 4,71 persen pada triwulan I-2015. Inilah angka pertumbuhan terendah dalam lima setangah tahun terakhir.
Saatnya untuk introspeksi desain kebijakan makroekonomi. Kebijakan moneter dan fiscal harus padu, jangan saling mengeliminasikan. Kedua kebijakan itu juga harus serasa dengan perencanaan. Sepiawai apa pun kedua kebijakan itu tidak akan mampu mewujudkan perencanaan yang mengawang atau tidak membumi. Ingat, dalam kenyataan kita menghadapi banyak kendala. Tidak bias tiba-tiba take off kalau tidak cukup energy. landasannya harus cukup panjang dan mulus.
Denga kendala yang cukup banyak dan mendasar sehingga tidak bisa dienyahkan dalam jangka pendek, pesawat yang kita gunakan untuk terbang tidak bias yang besar sekelas Airbus A380 yang dapat mengangkut banyak penumpang.
Faisal Basri is currently senior lecturer at the Faculty of Economics, University of Indonesia and Chief of Advisory Board of Indonesia Research & Strategic Analysis (IRSA). His area of expertise and discipline covers Economics, Political Economy, and Economic Development.
His prior engagement includes Economic Adviser to the President of Republic of Indonesia on economic affairs (2000); Head of the Department of Economics and Development Studies, Faculty of Economics at the University of Indonesia (1995-98); and Director of Institute for Economic and Social Research at the Faculty of Economics at the University of Indonesia (1993-1995), the Commissioner of the Supervisory Commission for Business Competition (2000-2006); Rector, Perbanas Business School (1999-2003).
He was the founder of the National Mandate Party where he was served in the Party as the first Secretary General and then the Deputy Chairman responsible for research and development. He quit the Party in January 2001. He has actively been involved in several NGOs, among others is The Indonesian Movement.
Faisal Basri was educated at the Faculty of Economics of the University of Indonesia where he received his BA in 1985 and graduated with an MA in economics from Vanderbilt University, USA, in 1988.
Lihat semua pos dari faisal basri
1 comments on “Trend Pertumbuhan Terus Melambat”
Dalam pendapat saya, ekonomi melambat memang sudah disadari (direncanakan) pemerintah-walaupun belum tentu menyadari segala konsekuensinya-. Dengan dicabut/dikuranginya berbagai subsidi (BBM, gas, listrik) maka sebagian besar masyarakat (konsumen) akan selektif/menahan konsumsi, kemudian para produsen akan berkurang penjualannya karena diet konsumen tadi sehingga sektor barang bahkan melambat pertumbuhannya dan bahkan menurun.
Sedangkan sektor jasa terutama keuangan kemungkinan masih akan tumbuh sampai juni karena kebutuhan penyusunan laporan keuangan, perpajakan, dan pembagian deviden.
Dengan mengurangi segala subsidi kemungkinan pemerintah berupaya membuat ‘celah kebebasan fiskal’ untuk dapat dialokasikan kepada percepatan infrastruktur (kereta api, pelabuhan, dan jalan) dan sanitasi (lihat Avoids the traps dan agenda MDG’s Oleh world bank).
Namun, pemerintah terlihat kurang berhitung dalam mengharapkan bahwa konsumsi masyarakat akan meningkat (mengakhiri diet untuk sementara) pada saat tahun ajaran baru dan puasa serta lebaran (Juni-Juli) sebab hal tersebut seperti berjudi akan selera/ preferensi konsumsi masyarakat, berkiblat pada pengalaman tahun-tahun sebelumnya. Sebab konsumsi masyarakat pada tahun-tahun sebelumnya meningkat pada momen-momen diatas karena masyarakat sudah mempersiapkan (saving) pada masa awal tahun dan tidak ada penguranngan subsidi dari pemerintah atau kenaikan harga-harga. jika masa sekarang saya ragu apakah masyarakat telah menabung untuk konsumsi besar pada momen-momen diatas ataukah tidak sempat menabung karena subsidi dikurangi, harga kebutuhan naik (saat ini dan mungkin minyak goreng dan gula juga akan dinaikkan oleh pemerintah menjelang puasa/lebaran) dan lagipula apakah masyarakat tidak mampu tidak keburu ‘mati’ sebelum infrastruktur tersebut jadi.
Dalam pendapat saya, ekonomi melambat memang sudah disadari (direncanakan) pemerintah-walaupun belum tentu menyadari segala konsekuensinya-. Dengan dicabut/dikuranginya berbagai subsidi (BBM, gas, listrik) maka sebagian besar masyarakat (konsumen) akan selektif/menahan konsumsi, kemudian para produsen akan berkurang penjualannya karena diet konsumen tadi sehingga sektor barang bahkan melambat pertumbuhannya dan bahkan menurun.
Sedangkan sektor jasa terutama keuangan kemungkinan masih akan tumbuh sampai juni karena kebutuhan penyusunan laporan keuangan, perpajakan, dan pembagian deviden.
Dengan mengurangi segala subsidi kemungkinan pemerintah berupaya membuat ‘celah kebebasan fiskal’ untuk dapat dialokasikan kepada percepatan infrastruktur (kereta api, pelabuhan, dan jalan) dan sanitasi (lihat Avoids the traps dan agenda MDG’s Oleh world bank).
Namun, pemerintah terlihat kurang berhitung dalam mengharapkan bahwa konsumsi masyarakat akan meningkat (mengakhiri diet untuk sementara) pada saat tahun ajaran baru dan puasa serta lebaran (Juni-Juli) sebab hal tersebut seperti berjudi akan selera/ preferensi konsumsi masyarakat, berkiblat pada pengalaman tahun-tahun sebelumnya. Sebab konsumsi masyarakat pada tahun-tahun sebelumnya meningkat pada momen-momen diatas karena masyarakat sudah mempersiapkan (saving) pada masa awal tahun dan tidak ada penguranngan subsidi dari pemerintah atau kenaikan harga-harga. jika masa sekarang saya ragu apakah masyarakat telah menabung untuk konsumsi besar pada momen-momen diatas ataukah tidak sempat menabung karena subsidi dikurangi, harga kebutuhan naik (saat ini dan mungkin minyak goreng dan gula juga akan dinaikkan oleh pemerintah menjelang puasa/lebaran) dan lagipula apakah masyarakat tidak mampu tidak keburu ‘mati’ sebelum infrastruktur tersebut jadi.