Perekonomian Indonesia: Layu Sebelum Merekah karena Fondasinya Lemah

14 komentar

kompas.com deh
kompas.com

Ada yang ganjil dalam perjalanan panjang perekonomian Indonesia, yakni cukup kerap terantuk-antuk, bahkan pernah terjerembab ke dalam jurang yang sangat dalam dan terdalam pada tahun 1998. Setelah itu berangsur menuju pemulihan dan sempat sedikit mengakselerasi, tetapi kembali melemah hingga sekarang.

 

Perlahan tapi pasti keseimbangan perekonomian turun terus dari 8 persen menjadi 7 persen, lalu 6 persen, dan terakhir 5 persen dalam lima tahun terakhir. Perekonomian Indonesia tidak pernah lagi tumbuh dua digit atau sekedar mendekati dua digit sekalipun.

satudua

 

 

 

 

 

 

Padahal, Indonesia masih berada di aras pendapatan per kapita rendah. Kita sangat lama berkubang di kelompok negara berpendapatan rendah dan sekarang baru masuk ke kelompok negara berpendapatan menengah-bawah. Perekonomian kita belum kunjung mengalami take off dan belum sempat menjadi negara industri tetapi peranan sektor industri sudah menurun atau mengalami premature deindustrialization.

Pada tahun 2016, produk domestik bruto (PDB) per kapita Indonesia baru mencapai 3.570 dollar AS, sedangkan pendapatan nasional kotor per kapita 3.400 dollar AS. Tingkat kesejahteraan rerata penduduk Indonesia semakin tertinggal dengan negara-negara tetangga, padahal pada titik awal perjalanan pembangunan arasnya hampir sama.

dua ah

dua ah

 

 

 

 

 

 

Pola normal yang lazim dialami oleh negara-negara yang berhasil dalam menapaki tahapan pembangunannya menyerupai huruf S besar terputus sebagaimana terlihat pada garis berwarna hijau. Indonesia tidak mengalami pola seperti itu, melainkan seperti tiga kurva S yang terputus-putus. Belum cukup lama mengakselerasi sudah terantuk, seolah menghadapi tembok tebal yang tak bisa ditembus. Lalu menghimpun tenaga lagi dan menerapkan kiat baru sehingga bisa beralih ke kurva S di atasnya. Demikian seterusnya, sehingga kita tertinggal dengan negara-negara yang tidak mengalami kendala berarti.

Pernah kita hendak menempuh cara melompat seperti pola garis patah-patah berwarna merah. Kita tak sabar membangun satu batu bata demi satu batu bata untuk menghasilkan fondasi yang kokoh. Kita hendak melompat ke fase lebih tinggi seperti lompatan katak, tetapi tidak berhasil. Menempuh cara melompat memang berisiko tinggi, rentan terpeleset dan patah tulang kaki dan badan bisa remuk.

pattern

Jika berjalan mulus tanpa rintangan berarti, seharusnya kita sudah mencapai tingkat kesejahteraan lebih tinggi di jalur kurva S berwarna merah pada peraga di bawah. Selisih antara pencapaian di garis merah dan garis hijau mengindikasikan lack of institutions, ibarat tumpukan batu bata dalam suatu bangunan tanpa semen sebagai perekatnya.

dis

Kalau tidak berubah, hanya business as usual, ketika memasuki masa tua kita masih akan tetap relatif miskin atau terperangkap pada pendapatan menengah, tak kunjung menjadi negara maju.

Belum terlambat untuk berinovasi, menghimpun segenap kekuatan berserakan yang lebih dari cukup sebagai bekal untuk lepas landas.

14 comments on “Perekonomian Indonesia: Layu Sebelum Merekah karena Fondasinya Lemah”

  1. Halo, Pak Faisal Basri. Saya tertarik untuk melakukan penelitian mengenai analisis struktur, perilaku, dan kinerja dari sektor industri di Indonesia. Kalau boleh meminta saran, industri apa yang sedang menarik atau sebaiknya dianalisis sekarang ya, Pak, dalam rangka menggenjot kinerja sektor industri di Indonesia? Terima kasih, Pak.

  2. Halo, Pak Faisal Basri. Saya tertarik untuk melakukan penelitian mengenai analisis struktur, perilaku, dan kinerja dari sektor industri di Indonesia. Kalau boleh meminta saran, industri apa yang sedang menarik atau sebaiknya dianalisis sekarang ya, Pak, dalam rangka menggenjot kinerja sektor industri di Indonesia? Terima kasih, Pak.

    1. Ada empat industri yang menonjol dan menarik dianalisis: makanan dan minuman; kimia, farmasi, dan botanical products; optik, komputer dan elektric equipments; dan alat angkut.

    1. Salah satu solusinya bisa dibaca di artikel hasil diskusi panel Kompas yang saya cantumkan sebelum tulisan ini. Kompas akan memuat lengkap hasil diskusi sebelum akhir tahun.

  3. Saya Yunius suwantoro dari PSI pak.di saat tes wawancara di PSI saya membawakan topik oil and gas.Oil and Gas masih menjadi primadona pendapatan di beberapa negara.Dan sangat besar cost recovery bagi negara ke beberapa perusahaan minyak dengan memakai dana rakyat.selama ini perencanaan dan disetujui oleh SKK Migas.Tetapi di penerapan tendernya di oil and gas company tidak ada pengawasan dalam proses tendernya.Apakah lbh baik diadakan pengawasan di proses tendernya dari instansi pemerintah.Ada upaya pemerintah menerapkan sertifikat SNI ISO 37001:2016 ke SKK migas,dan apakah menjadi upaya pemerintah mengena ke oil and gas company dan vendor vendornya.Jika SNI ISO 37001:2016 ini di terapkan dan pemerintah serius untuk menekan biaya cost recovery maka perusahaan di sektor migas ini di wajibkan mempunyai tentu saja tidak jadi BEBAN oleh perusahaan perusahaan nya sendiri..kita ketahui menjadi rekanan perusahaan minyak sudah banyak sertifikat yg di perlukan entah dikeluarkan oleh pemerintah ataupun dari migas nya sendiri.sekiranya sertifikat itu wajib persyaratan untuk menjadi rekanan di oil and gas dan tampa biaya,itu jika pemerintah serius.Mohon arahan.Terima kasih

      1. saya doakan Bapak Jadi mentri sumber daya alam dan energy.untuk melawan semua kuat tersebut,kami di belakang Bapak..demi kemajuan NKRI di rasakan untuk semua rakyat Indonesia

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.