Setelah krisis politik dan ekonomi terdahsyat sepanjang sejarah Indonesia merdeka pada tahun 1998, pertumbuhan ekonomi tidak pernah lagi menyentuh 7 persen. Pemulihan pertumbuhan pasca-krisis terhenti pada 2007 sebagai imbas dari krisis finansial global yang dipicu oleh letupan subprime mortgage di Amerika Serikat pada 2008. Sempat naik kembali tahun 2010, namun setelah itu, selama lima tahun berturut-turut, Indonesia mengalami kemerosotan pertumbuhan ekonomi. Lihat Peraga 1.
Dengan menggunakan trend line polinomial tampak pertumbuhan jangka panjang Indonesia mengalami kecenderungan melambat. Padahal, Indonesia masih dalam tahapan negara sedang membangun (developing country) yang sedang menempuh industrialisasi (industrializing) dengan pendapatan per kepala (income per capita) yang masih relatif rendah. Dengan pendapatan per kapita 3.630 dollar AS pada tahun 2014, Indonesia masih berada dalam kelompok negara berpendapatan menengah-bawah (lower-middle income).
Perlambatan pertumbuhan ekonomi terus berlanjut selama lima tahun terakhir. Lihat Peraga 2. Optimisme yang dikumandangkan setiap masa kampanye tidak kunjung menjadi kenyataan. Target pertumbuhan ekonomi yang tertuang dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) selalu meleset ke bawah. Bahkan, belakangan ini sudah berada di bawah 5 persen.
Jika Indonesia gagal mengakselerasikan pembangunan dan kerap terantuk sebagaimana terjadi sejak kemerdekaan, maka ancaman di depan mata adalah masuk ke dalam perangkap pendapatan menengah (middle income trap). Lebih baik saja tidak cukup. Alon-alon asal kelakon akan membuat Indonesia semakin tercecer dalam kancah regional dan global. Lihat Peraga 3.
Setelah Perang Dunia II, banyak negara meraih kemerdekaan. Negara-negara di Asia mulai meletakkan dasar-dasar pembangunan pada waktu yang hampir bersamaan. Sebagaimana terlihat pada Peraga 4, sampai awal tahun 1970-an, tingkat pendapatan per kapita Indonesia, China, Korea, Malaysia, dan Thailand tidak jauh berbeda. Bahkan, sampai tahun 1997 pendapatan per kapita Indonesia lebih tinggi ketimbang China. Namun, sejak 1998 China kian meninggalkan Indonesia. Kesenjangan antara China dan Indonesia semakin melebar. Pendapatan per kapita China terus melaju kencang, sedangkan gerak maju Indonsia sudah melandai. Lihat Peraga 5.
Korea paling melesat, disusul kemudian oleh China, Malaysia, dan Thailand. Indonesia paling tertinggal dibandingkan dengan keempat negara itu.
Memang, Indonesia bukanlah negara yang paling tercecer. Indonesia menyusul Filipina pada tahun 2011. Bertolak dari kinerja kedua negara dalam beberapa tahun terakhir, posisi Indonesia bisa kembali disusul oleh Filipina. Sementara itu, walaupun dalam banyak hal perekonomian Timor-Leste masih tertinggal dari Indonesia, negara baru yang memisahkan diri dari Indonesia ini sempat menyusul Indonesia dan berpeluang menyusul kembali. Lihat Peraga 6.
Analisis yang menarik dan tajam dari Bang Faisal, dan ditutup dengan tesis yg clear: bahwa pembangunan ekonomi di Indonesia harus diakselerasi, tidak bisa membiarkannya mengalir begitu saja menilik laju pertumbuhan ekonomi negara2 sekelas lainnya. Namun di sisi lain, kesimpulan Bang Faisal ini nampaknya ditarik berdasarkan premis bahwa pertumbuhan ekonomi akan melaju secara linier dan predictable, dan mengesampingkan faktor “Black Swan” yang bisa mengubah trend secara dramatis (seperti Indonesia tahun 1998). Kalau dari observasi saya yang awam ini, saat ini pemerintah memang sebaiknya menyelesaikan masalah-masalah fundamental terlebih dahulu, terutama dalam hal sistem politik, infrastruktur, SDM dan hukum sebelum memacu pertumbuhan ekonominya. 4 hal mendasar ini yang nampaknya tak benar-benar tergarap dg baik oleh pemerintahan2 sebelumnya. Sebabnya, jika kita terburu nafsu mengejar pertumbuhan ekonomi tanpa memperkuat empat fundamen di atas, pencapaian2 ekonomi bisa ambruk jika tiba2 menghadapi black swan. Just a thought. Thanks sudah sharing, Bang Faisal.
Terima kasih banyak komentarnya. Setuju bahwa polanya cenderung linear. DI era demokrasi dan keterbukaan, rasanya krisis mendalam seperti 1998 kecil bakal terjadi lagi. Krisis-krisis kecil boleh jadi.
Nihil
keren analisisnya…. saya juga berkesempatan menyaksikan pemaparan materi ini oleh bapak saat bapak mengisi acara seminar nasional “economic outlook 2016” di kampus tridinanti palembang, bahkan saat itu saya menadapatkan souvenir dari bapak gara2 jawab “saving” doank… hehehehe…
Tolong dianalisa faktor2 yg membuat suatu negara lebih baik dari negara lain, misal faktor leadership, beserta data2 pendukungnya. tks