faisal basri

wear the robes of fire — kesadaran nurani dan akal sehat


  • Foto: Reuters

    Kisah Lalu Muhammad Zohri menjadi sprinter tercepat Indonesia sepanjang masa bisa menjadi pembelajaran penting bagi kita semua, juga bagi bangsa ini dalam meniti jalan menuju negara berkemajuan dan berkeadilan.

    Anak jatim piatu yang lahir 1 Juli 2000 ini dibesarkan di rumah gubuk berukuran 7X4 meter di Dusun Karang Pangsor, Desa Pemenang Barat, Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat. Rumahnya berdinding papan. Zori menghilangkan penat di dipan beralaskan tikar lusuh tak berkasur. Latihan berlari ia lokani tanpa sepatu, dengan asupan gizi seadanya. Ketika mengikuti lomba pertama kali, kakak kandungnya sangat sedih karena tak kuasa membelikan Zohri sepatu lari. Untunglah ada Rosida, guru olahraganya di SMP Negeri 1 Pemenang. Rosida tulus ikhlas membelikan sepatu agar Zohri lebih bersemangat mengikuti lomba.

    Zohri menapaki karirnya dari pelari kampung. Dalam segala cuaca, ia berlari sehabis shalat subuh. Berlari, berlari, berlari setiap ada kesempatan, setiap hari. Lomba demi lomba dia lakoni, dari tingkat terendah. Satu demi satu anak tangga dia tapaki sampai kemudian menjadi pelari nomor 100 meter tercepat dengan catatan waktu 10,18 detik dalam Kejuaraan Dunia Atletik U-20 di Tampere, Finlandia pada 11 Juli 2018

    Rekor demi rekor dia pecahkan setelah itu, kian mendekati 10 detik. Di Kejuaraan Atletik Asia di Doha, Qatar, Zohri mempertajam rekor menjadi 10,13 detik pada 22 April 2019. Belum genap sebulan, akhirnya ia berhasil mencatatkan waktu 10,03 detik dalam ajang Seiko Golden Grand Prix Osaka 2019. Walaupun hanya menduduki posisi ketiga, ia lolos ke Olimpiade Tokyo 2020 karena menembus batas 10,05 detik yang jadi persyaratan.

    **

    Memacu ekonomi juga mirip kisah Zohri. Agar ekonomi tumbuh lebih cepat, syaratnya harus disiplin lewat perencanaan yang apik. Untuk menjadi sprinter yang tangguh, pembentukan otot harus optimal seperti binaragawan. Otot-otot dalam ekonomi ialah sektor-sektor dalam perekonomian. Semua sektor harus tumbuh serasi: sektor penghasil barang harus kompetitif, bisa bersaing di pasar internasional dan di pasar domestik dengan produk impor. Sektor jasa turut mendukung sektor barang, bahu membahu. Tidak seperti sekarang yang cenderung berjalan sendiri-sendiri.

    Ada satu lagi syarat yang mutlak harus dipenuhi, yaitu jantung harus prima. Jika detak jantung terganggu atau lemah, baru berlari 50 meter sudah ngos-ngosan, bahkan bisa terkapar sebelum menyentuh garis finish.

    Jantunglah yang menyedot darah dan memompakannya kembali ke sekujur tubuh secara merata, sehingga seluruh organ tubuh berfungsi secara maksimal.

    Jantung ekonomi adalah sektor keuangan. Sampai sekarang sektor keuangan Indonesia masih sangat lemah. Perbankan sebagai pilar utama sektor keuangan hanya mampu memompakan darah 42,8 persen dari produk domestik bruto (PDB). Kemampuan itu tidak sampai separuh kemampuan kebanyakan negara ASEAN dan Emerging Markets lainnya, bahkan lebih rendah dari Myanmar sekalipun.

    Kemampuan jantung Indonesia memompakan darah ke sekujur perekonomian belum kunjung pulih dari kemampuan sebelum krisis yang sempat mencapai 62,1 persen.

    Sudah enam bulan terakhir pertumbuhan kredit hanya satu digit. Dengan pertumbuhan kredit perbankan serendah itu, niscaya pertumbuhan ekonomi akan terbentur di sekitar lima persenan.

    Sektor keuangan lainnya menghadapi hal serupa. Asuransi, khususnya asuransi jiwa, yang merupakan sektor keuangan nonbank yang tergolong besar, sedang mengalami masalah besar. Belum ada tanda-tanda penyelesaian tuntas kasus Jiwasraya dan Asabri. Malahan ada kemungkinan merembet ke perusahaan asuransi lainnya.

    Sejumput harapan dari fintek seperti peer to peer lending yang tumbuh sangat pesat. Namun, karena peranannya masih teramat kecil, butuh waktu relatif lama untuk meningkatkan detak jantung perekonomian.

    Sejauh ini belum ada langkah nyata untuk memperkokoh jantung utama perekonomian. Omnibus Law tidak menyentuh sama sekali kelemahan ini, padahal itu merupakan salah satu persoalan paling mendasar mengapa pertumbuhan anteng di lima perseran.

    Dalam dunia olahraga, banyak atlet yang mengambil jalan pintas dengan melakukan doping. Praktik ini amat berbahaya bagi kesehatan atlet dan merupakan tindakan tidak terpuji.

    Perekonomian juga tidak sepatutnya dipacu dengan doping, karena membahayakan bagi perekonomian itu sendiri dan tidak akan menghasilkan peningkatan yang berkelanjutan.

    Jangan tempuh jalan pintas dengan menyajikan menu omnibus law.


  • Korupsi jelas menjadi musuh besar bangsa manapun di dunia. Ia merusak segala sendi kehidupan, hingga mampu menghancurkan peradaban. Sebab, karakter korupsi sebagai kejahatan ‘kerah putih’ yang terorganisasi, tentu saja dilakukan melibatkan pejabat yang memiliki kekuasaan. Dampaknya, sumber daya yang dimiliki negara dirampok hanya untuk memperkaya segelintir kelompok. Rakyat, tetap miskin dan sengsara. Laju pertumbuhan ekonomi melambat, dan iklim investasi yang tidak sehat. Awal Oktober lalu, integrito berbincang dengan ekonom senior, Faisal Basri tentang korupsi politik hingga korelasi korupsi dan ekonomi. Menurutnya, kejahatan luar biasa ini adalah ancaman yang nyata bagi masa depan bangsa dan bisa membuat negara ini bangkrut. Berikut petikannya:

    Bagaimana dampak political corruption terhadap perekonomian negara?

    Political corruption bisa membangkrutkan ekonomi. Karena sendi-sendi kekuasaan itu telah digerogoti. Tidak ada checks and balances, kemudian terjadi systemic corruptionorganized corruption dan tiba-tiba ekonomi jadi bangkrut.

    Korupsi yang melibatkan pembuat keputusan politik menyalahgunakan kekuasaan publik yang dimilikinya. Kaum elite mengontrol pemerintah, ini yang bahaya. Akibatnya kaum elite yang mengatur sedemikian rupa agar negara membuka ruang hingga terjadi eksploitasi hingga monopoli. Korupsi bukan sekadar musuh KPK, tapi korupsi juga musuh untuk peradaban.

    Mengapa korupsi bisa mengancam peradaban?

    Korupsi membuat alokasi sumber daya jauh dari kepentingan rakyat. Sumber daya ekonomi termasuk sumber daya alam tidak bisa lagi menyejahterakan Rakyat, malah memarjinalkan kekuatan rakyat. Pemusatan sumber daya ekonomi berada di tangan segelintir orang yang senantiasa berupaya melanggengkan kekuasaannya dengan mencari perlindungan atau dukungan politik.

    Analisis saya, mahasiswa ikut bersuara karena masa depan mereka terancam. Mereka bukan cuma memikirkan masa depan Indonesia, tapi mereka juga enggak mau hidup sengsara di masa depan. Makanya mereka mendukung penguatan KPK. Kalau tidak, sama saja menciptakan jalan tol proses perampokan itu.

    Keberadaan KPK membuat ekonomi lemah, pendapat Anda?

    Martin Wolf pernah menjelaskan tentang rentier capitalism, istilah dimana pasar dan kekuasaan politik memberikan individu dan pengusaha yang diistimewakan untuk mengeruk uang yang besar dari orang lain atau negara. Dengan begitu, pembangunan jadi rapuh.

    Justru pertumbuhan ekonomi lemah bukan karena ada KPK, tapi ini menandakan bahwa KPK justru harus diperkokoh agar korupsi menjadi sedikit. Sehingga pertumbuhan ekonomi bisa lebih tinggi. Kalau sekarang, karena korupsinya merajalela maka pengusaha-pengusaha yang muncul itu tidak siap bersaing. Makanya pengusaha itu pindah ke sektor yang tidak ada pesaing. Akibatnya, industri semakin sedikit dan melemah. Jadi ekonomi kita makin lemah karena korupsi. KPK bukan penghambat pertumbuhan ekonomi, melainkan akselelator pertumbuhan ekonomi.

    KPK mendorong pertumbuhan ekonomi, caranya?

    Tugas KPK seperti The Narrow Corridor. Jadi kita harus bangun koridor sesempit mungkin agar manuver koruptor sedikit. Kita tidak mungkin memberantas korupsi sampai nol. Tapi yang kita bisa, mempersempit manuver mereka. Jadi kalau masih ada korupsi pun, bukan systemic corruption. Bukan korupsi yang membangkrutkan negara. Kalau enggak ada KPK, negara bangkrut.

    Sejak terbitnya Peraturan MA Nomor 13 Tahun 2016, KPK dapat menjerat korporasi. Apa dampaknya bagi dunia usaha?

    Menakutkan untuk mereka yang berbisnis di grey area. Tapi, sebenarnya banyak pelaku bisnis yang kotor sudah capai melakukan cara curang. Mereka lapor ke saya tentang bisnis yang kotor. Pelaku bisnis kotor itu, untungnya banyak tapi bayar pajaknya sedikit. Untungnya banyak, dia bawa keluar negeri. Jadi sudah nyolong, untungnya dia bawa keluar negeri. Makanya korupsi itu dibilang extraordinary crime yang membangkrutkan negara.

    Hanya pebisnis yang kotor yang memandang KPK itu musuh dia. Karena mereka harus tersingkir dari bisnis. Karena mereka sebenarnya enggak bisa bersaing. Tapi korporasi yang bersih akan senang karena bisnisnya jadi fair. Sehingga kalau ada tender, dia akan mengajukan harga terbaik, dengan kualitas terbaik, dan menang. Iklim bisnisnya semakin bagus dan dihargai.

    Lihat negara-negara yang paling kaya, seperti Norwegia, Finlandia, Corruption Perception Indeksnya (CPI) paling tinggi. Kalau negara yang banyak bisnis kroninya, CPI-nya rendah, seperti Thailand, Rusia, Malaysia, dan Indonesia ada di nomor 7 di daftar The Crony Capitalism Index.

    Di Indonesia, lebih banyak pebisnis yang curang atau yang jujur?

    Saya enggak tahu. Tapi bisa dilihat perusahaan yang go public, yang saham-sahamnya blue chips di pasar saham. Biasanya mereka yang punya good governance. Perusahaan yang go public itu laporan keuangannya jelas dan terbuka. Tapi perbandingannya, dari 1.000 perusahaan besar menengah di Indonesia, hanya 30 yang go public. Secara umum bisa digambarkan betapa minimnya perusahaan yang punya good governance.

    Mengapa KPK harus tetap kuat?

    KPK harus kuat demi peradaban. Peradaban itu bukan cuma ekonomi, tapi juga bidang poltik dan lain sebagainya. KPK sudah terbukti efektif. Kurang lebih 200 kepala daerah dipenjara. Itu pun masih merajalela, enggak ada kapoknya. Karena hukumannya yang ringan dan dipenjara seperti di surga.

    Makannya justru harus didukung. Jika KPK lemah, pengendalian terhadap korupsi akan semakin lemah. Sendi-sendi demokrasi akan kian rapuh, oligarki semakin kuat. Penguasaan sumber daya di tangan segelintir orang dan ketimpangan sosial akan semakin buruk.

    Kalau KPK melemah, “power tends to corrupt, absolute power corrupts absolute- ly” bisa-bisa mendekati kenyataan. Menuju Indonesia emas pada 2045 dibayangi kabut yang pekat.

    BIODATA

    NAMA

    Faisal Batubara

    TEMPAT, TANGGAL LAHIR

    Bandung, 6 November 1959

    PENDIDIKAN

    SMA Negeri 3, Jakarta

    Sarjana Ekonomi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (1985)

    Master of Arts (M.A) bidang ekonomi di Vanderblit University, Nashville, Tennessee, Amerika Serikat (1988)

    KARIER

    (1985-1987) Anggota tim “Perkembangan Perekonomian Dunia” pada Asisten II Menteri Koordinator Bidang EKUIN

    (2000) Anggota Tim Asistensi Ekuin Presiden RI

    (1999-2003) Ketua, Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Perbanas Jakarta

    (2014) Ketua Tim Reformasi Tata Kelola Migas

    (1997-sekarang) Editorial Board Quarterly Journal of the Indonesia Economy

    PENGHARGAAN

    (1996) Dosen teladan III Universitas Indonesia

    (2003) Pejuang Antikorupsi 2003 dari Masyarakat Profesional Madani

    (2005) FEUI Award 2005 dalam kategori prestasi, komitmen, dan dedikasi dalam bidang sosial kemasyarakatan.

    Sumber: Majalah Integrito, Edisi 4 Tahun 2019, hal. 30-33.

    Klik untuk mengakses Ed4_2019_Isi_preview.pdf


  • Ekonomi Politik Faisal Basri – Episode 9

    Benarkah keputusan menurunkan Pajak Penghasilan (PPh) untuk menarik minat investor asing? Simak selengkapnya penjelasan Faisal Basri di Ekonomi Politik Faisal Basri hanya di Cokro TV. –Redaksi Cokro TV.

    Silakan videonya diunduh di sini

    Versi tulisan berjudul Salah Kaprah Omnibus Law: Pajak (Revisi) telah hadir sebelumnya di blog ini.


  • Penyebab pertumbuhan ekonomi yang anteng tak beranjak di kisaran 5 persen dalam lima tahun terakhir lebih banyak difokuskan pada pertumbuhan investasi yang melambat. Memang betul bahwa pertumbuhan investasi (pembentukan modal tetap bruto) melambat, terutama tahun 2019, tetapi kontribusinya tetap positif.

    Namun, pada tahun 2019 ekspor barang dan jasa mengalami pertumbuhan negatif sehingga berkontribusi menekan pertumbuhan ekonomi. “Syukur,” impor barang dan jasa (yang mengurangi PDB) juga merosot sehingga berkontribusi positif terhadap pertumbuhan ekonomi.

    Selama 2018-2019, sumbangan ekspor barang dan jasa terhadap PDB lebih rendah dibandingkan sumbangan impor barang dan jasa. Pada tahun 2018, sumbangan impor barang dan jasa sebesar 22,03 persen, sedangkan sumbangan ekspor barang dan jasa hanya 20,97 persen. Setahun kemudian, peranan ekspor dan impor sama-sama turun dan perbedaannya mengecil. Karena jika impor lebih besar dari ekspor, maka sumbangan (ekspor-impor) terhadap PDB menjadi negatif seandainya pertumbuhan ekspor dan impor barang dan jasa sama-sama positif. Dalam kondisi demikiam, pertumbuhan PDB kian sulit terdongkrak dari kisaran 5 persen.

    Awal tahun ini (data Januari), khusus untuk ekspor dan impor barang, kembali melanjutkan defisit yang selalu terjadi sejak 2018. Pertumbuhan ekspor dan impor sama-sama negatif sejak 2019. Transaksi perdagangan mengalami tekanan berat karena ekspor migas anjlok sebesar 34,7 persen sedangkan impor migas justru naik tajam sebesar 20 persen. Padahal impor migas tahun 2019 turun tajam sebesar 29,1 persen. Kondisi ini sejalan dengan produksi migas yang turun sedangkan konsumsi migas terus naik. Ditambah lagi ekspor nonmigas juga turun.

    Penurunan ekspor paling tajam (month to month) dialami oleh kelompok Lemak dan minyak hewani/nabati yang didominasi oleh minyak kelapa sawit. Ekspor kelompok komoditas ini turun dari US$2,06 miliar pada Desember 2019 menjadi US$1,36 miliar pada Januari 2020. Dibandingkan dengan Januari tahun sebelumnya, juga mengalami kemerosotan sebesar 13,44 persen.

    Dengan wabah coronarivus yang kian banyak menimbulkan korban terjangkit maupun meninggal dunia dan belum menunjukkan kapan bisa dijinakkan, kita harus semakin waspada agar dampaknya bagi perekonomian bisa diredam sedini mungkin.

    [Diperbarui dan dikoreksi pada 18 Februari, pk.06:33.]


  • Ekonomi Politik Faisal Basri – Episode 8

    Menumbuhkan SDM unggul menjadi salah satu cita-cita pemerintahan Jokowi namun prevalensi perokok aktif malah meningkat. Simak penjelasan lengkap Faisal Basri di Ekonomi Politik Faisal Basri hanya di Cokro TV. –Redaksi Cokto TV

    Selengkapnya bisa disaksikan di sini.

    Versi tulisan bertajuk Slogannya “SDM Unggul, Indonesia Maju,” Tapi Membiarkan Indonesia Surga Bagi Industri Rokok tertera di blog ini.

    TRANSKRIP

    Faisal Basri: SDM UNGGUL DENGAN MENJADI SURGA BUAT PEROKOK?

    February 14, 2020

    Salam jumpa pemirsa Cokro TV.

    Salah satu dari tujuh agenda pembangunan Jokowi pada periode kedua adalah “Meningkatkan Sumber Daya Manusia yang Berkualitas dan Berdaya Saing.” Pembangunan SDM sebelumnya mengemuka dalam pidato kemenangan pasangan Jokowi-Ma’ruf di Sentul pada 14 Juli 2019. Dalam pidato itu, Presiden mengajukan enam agenda pembangunan dalam payung “Visi Indonesia.” Salah satunya ialah kesehatan anak usia sekolah.

    Komitmen membangun SDM tangguh dan unggul sebetulnya sudah masuk pada pemerintahan Jokowi yang pertama. Satu-satunya caranya adalah dengan menjauhkan rakyat–khususnya generasi emas yang hidup di era bonus demografi, lebih-lebih anak-anak usia sekolah–dari rokok.

    Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) sebelumnya menargetkan prevalensi merokok penduduk usia anak-anak 10-18 tahun turun dari 7,2 persen pada 2013 menjadi 5,4 persen tahun 2019. Alih-alih mencapai target atau setidaknya mendekatinya, malahan sebaliknya prevalensi merokok anak-anak naik menjadi 8,8 persen tahun 2016 dan berlanjut naik lagi ke 9,1 persen.

    Lampu kuning ini.

    Anak-anak adalah perokok pemula korban dari abainya negara melindungi mereka dari penetrasi luar biaya industri rokok.

    Industri rokok menggelontorkan dana satu juta dollar AS setiap jam untuk mengiklankan produk-produk tembakau dan miliaran dollar berupa rabat untuk para peritel atau pengecer.

    Di Indonesia, rokok amat mudah didapat, dengan harga relatif sangat murah. Mau lebih murah? Beli yang jumlah batang per bungkusnya lebih sedikit, ada yang 16 batang, ada pula yang 12 batang. Kios ritel modern dan kedai tradisional menjajakan rokok di sebelah dan di seberang sekolah. Iklan bertaburan di ruang terbuka, televisi, dan media sosial–tak kenal waktu.

    Hampir semua rokok putih ternama dikenakan cukai sangat murah, akibatnya harga jual mereka relatif jauh lebih murah. Ada juga siasat merampingkan dan memendekkan batang rokok untuk lebih menekan harga. Contohnya bisa sahabat lihat pada tayangan ini.

    Untuk menyiasati besaran cukai, industri rokok mengeluarkan versi kretek dengan variasi jumlah batang. Tentu saja, untuk merek yang sama, harga satu bungkus rokok berisi 20 batang lebih mahal daripada yang 16 batang dan 12 batang. Padahal, kalau dihitung harga per batang kemasan 16 batang dan 12 batang kebanyakan lebih mahal per batangnya. Begitulah siasat mereka untuk merayu perokok pemula, seolah-olah rokok itu tetap murah.

    Pemerintah membiarkan industri rokok sedemikian leluasa “mengelabui” konsumen. Tak seperti di banyak negara yang hanya mengenal rokok dengan kemasan 20 batang, di Indonesia begitu beragam. Lebih parah lagi, mengeteng beli satu batang pun bisa.

    Pemerintah pun sangat mengetahui betapa pengeluaran orang miskin untuk rokok sangat besar, kedua setelah beras. Pengeluaran untuk rokok kretek filter hampir sama dengan gabungan pengeluaran untuk pemenuhan protein dari tahu, tempe, teluar ayam ras dan daging ayam ras.

    Pemerintah juga harus tahu bahwa sekitar 30 persen pengeluaran BPJS Kesehatan disedot oleh pengidap penyakit yang terkait dengan rokok, sehingga berkontribusi secara berarti terhadap ketekoran (defisit) BPJS yang sampai sekarang belum kunjung ditutupi oleh pemerintah.

    Apatah lagi sedari dulu pemerintah sadar betul bahwa rokok lebih banyak mudarat ketimbang maslahatnya. Karena itulah pemerintah mengenakan cukai rokok. Harus diingat, cukai rokok bertujuan bukan sebagai andalan penerimaan negara, melainkan alat untuk mengendalikan produksi dan konsumsi rokok. Pemerintah juga harus mengendalikan dan melemahkan berbagai siasat industri rokok menjangkau seluas mungkin masyarakat.

    Jangan lagi surut seperti peristiwa menjelang pemilu lalu ketika pemerintah membatalkan kenaikan cukai rokok dan penyederhanaan tarif cukai. Sayangilah generasi emas.

    Sedemikian pasifnya pemerintah sehingga mengakibatkan prevalensi merokok total di Indonesia terus naik.

    Khusus untuk lelaki, prevalensi merokok di Indonesia adalah yang tertinggi kedua di dunia setelah Timor-Leste. Lebih 70 persen dari keseluruhan lelaki di Indonesia merokok, termasuk saya pribadi.

    Jika kebanyakan negara di dunia telah berhasil mengurangi persentase penduduk merokok, di Indonesia angkanya naik terus, tak pernah turun barang sekali pun sejak tahun 2000.

    Jika pemerintah sangat peduli terhadap peningkatan mutu modal manusia, menciptakan SDM unggul, tunjukkanlah secara nyata. Segera ratifikasi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC).

    Harusnya kita malu menjadi satu dari tujuh negara di dunia yang belum kunjung menandatangani FCTC.  Enam negara lainnya adalah Somalia, Malawi, Eritrea, Andorra, Liechtenstein, dan Monako. Ada 180 negara di dunia yang sudah menandatangani FCTC.

    Mereka di antaranya juga negara-negara produsen tembakau terbesar, seperti kita, misalnya Tiongkok, India, Brasil, dan Amerika Serikat.

    Jangan lagi duduk satu meja dengan industri rokok untuk merumuskan kebijakan dan langkah-langkah tegas dalam mengendalikan industri tembakau. Tak boleh lagi ada menteri yang bicara sesuka hati untuk kepentingan sektoralnya saja.

    Ayo Pak Jokowi, goreskan tinta emas, melindungi generasi emas, dan menggapai Indonesia emas. Semoga terwujud nanti ketika merayakan seabad kemerdekaan.

    Terima kasih, sampai jumpa.


  • Sekitar pk.21:30 tadi, saya singgah di pusat kuliner Shelter Gojek eks Pasar Blora, di depan stasiun kereta api Sudirman. Pandangan langsung tertuju ke kedai Mie Aceh.

    Kami sempat berkenalan dan berbincang. Namanya Hasan. Bekerja di UNDP, salah satu lembaga PBB di Jl. Thamrin. Tamatan Universitas Syah Kuala ini relatif baru mengelola kedai di eks Pasar Blora. Sebelumnya ia memiliki kios di dekat stadion Patrot Bekasi. Di sana relatif sepi, karena itu ia mengadu peruntungan di lokasi baru. Alhamdulillah di eks Pasar Blora jauh lebih ramai, terutama pada jam-jam pulang kerja.

    Usaha kedai mie Aceh ia geluti untuk memperoleh penghasilan tambahan. Tidak hanya Bang Hasan yang rangkap pekerjaan. Pemilik kedai Aceh Seulawah di depan rumah sakit TNI AL Pejompongan juga melakukan hal yang sama, Ia pengawai negeri, kalau tak salah di BPKP, dan sesekali mengajar di beberapa tempat, antara lain di Diklat LPEM FEBUI, tempat saya memulai karir sebagai peneliti. Kala bertemu di kedai Pejompongan, diceritakan bahwa ia telah memiliki tiga kios. Semoga sudah bertambah sekarang.

    Bang Hasan dibantu dua orang. Satu orang sedang pulang kampung, sehingga ia harus turun tangan melayani pembeli malam ini, sepulang kerja.

    Silakan mampir jika sedang berada di sekitar Dukuh Atas. Kedai tutup pk.21:00, namun tepat melayani jika masih ada yang datang. Ada paket hemat dan paket lengkap.

    Saya memesan dua porsi, satu mie goreng dan satu lagi mie tumis. Isteri dan saya baru selesai menyantapnya. Nikmat.

    Semoga bertambah maju usahanya dan berkah, Bang Hasan.


  • Rancangan undang-undang omnibus law telah diserahkan pemerintah kepada DPR Rabu lalu (12/1). Sudah banyak isinya telah terkuat ke publik. Substansi rancangan undang-undang tentang perpajakan praktis sama dengan versi yang telah cukup lama beredar luas. Sejauh ini materi perpajakan tidak menimbulkan kontroversi karena tidak langsung menyangkut hajat hidup orang banyak seperti rancangan undang-undang cipta lapangan kerja.

    Banyak sekali yang akan dinikmati oleh korporasi demi untuk menggenjot investasi, baik dalam urusan perpajakan maupun ketenagakerjaan. lingkungan, dan urusan dengan pemerintah daerah. Padahal selama ini kinerja investasi tidak jelek-jelek amat, sebagaimana telah dibahas dalam Omnibus Law Jangan Ugal-ugalan.

    Sudah lama Presiden Jokowi mewacanakan penurunan tarif pajak PPh Badan. “Kita ini mau bersaing. Bagaimana bisa bersaing? Di sana (Singapura) 17 persen, (tapi) di sini 25 persen. Ya, lari ke sana semua,” kata Jokowi saat sosialisasi amnesti pajak di Hotel Patra Jasa Semarang, Jawa Tengah. Lihat Menantang` Singapura, Ingin Pangkas Pajak Perusahaan.

    Ternyata tekad Presiden benar-benar akan segera terwujud. Pada tahun 2023 nanti pajak penghasilan badan (PPh Badan) bagi perusahaan terbuka (go public) diturunkan menjadi 17 persen.

    Membandingkan daya tarik Indonesia dengan Singapura hanya menggunakan satu indikator agaknya tidak tepat. Tak ada satu pun kajian yang sangat meyakinkan tentang dampak penurunan tarif pajak terhadap peningkatan investasi asing langsung atau penanaman modal asing (PMA).

    China yang tarif PPh Badannya 25 persen dan India 25,17 persen–jauh lebih tinggi dari Singapura–terus diburu oleh investor asing.

    Wajar jika negara atau perekonomian kecil seperti Singapura, Hongkong, Taiwan, Macau, dan Timor-Leste mengenakan tarif pajak badan sangat rendah, karena pasar mereka sangat kecil dan tidak memiliki kekayaan sumber daya alam yang berarti.

    Bukti tak terbantahkan dan terang-benderang adalah, justru investasi asing yang mengalir paling deras ke Indonesia berasal dari Singapura. Selama satu dasawarsa terakhir, Singapuralah yang paling banyak menanamkan modalnya (PMA) di Indonesia. Dalam lima tahun terakhir, investasi Singapura rerata setahun menyumbang lebih dari seperempat (tepatnya 26,5 persen) dari seluruh investasi asing di Indonesia.

    Apa lagi pertimbangan utama Singapura kian getol berinvestasi di Indonesia kalau bukan karena pasar Indonesia yang sedemikian besar. Penduduk Indonesia 48 kali lipat dari penduduk Singapura. Tenaga kerja Indonesia melimpah. Angkatan kerja Indonesia 39 kali lebih banyak dari Singapura. Apatah lagi penduduk Singapura kian menua. Persentase penduduk usia tua (65 tahun ke atas) Singapura dua kali lebih banyak dari Indonesia.

    Walaupun mereka tak memiliki lahan yang luas, mereka bisa berkebun sawit di Indonesia. Singapura hanya punya satu bandara. Ekspansi yang dilakukan sebatas menambah terminal baru. Untuk ekspansi jangka panjang, Changi Airport melakukan investasi dalam pembangunan dan pengelolaan bandara di Labuan Bajo dengan skema PPP (public private partnership) untuk jangka waktu 25 tahun. Tidak hanya terbatas dalam bisnis bandara, melainkan juga pengembangan kawasan wisata.

    Tanpa merangsek pasar Indonesia, teramat sulit buat startup Singapura menjadi unicorn (nilai perusahaan menembus satu miliar dollar AS) apalagi decacorn (nilai perusahaan menembus 10 miliar dollar AS). Karena itu, kelompok usaha SEA yang memiliki perusahaan startup Garena yang membidangi games dan hiburan serta Shopee yang bergerak di e-commerce gencar ekspansi ke Indonesia sehingga meraih status unicorn. Demikian juga dengan Grab. Pendapatan Grab dari Indonesia niscaya jauh lebih besar dari di negeri asalnya.

    Ketiga bank lokal Singapura tak ketinggalan mengembangkan usahanya di Indonesia. DBS Bank of Singapore, bank lokal terbesar di Singapura, sangat berminat untuk mencaplok Bank Danamon, tetapi tidak mendapat restu dari otoritas. Ekspansinya dilakukan dengan mengambil alih unit usaha Bank ANZ di Indonesia. Belakangan DBS tertarik mengambil alih Bank Permata. OCBC Bank telah lebih dulu mengambil alih Bank NISP. Bank lokal kedua terbesar di Singapura ini juga berniat mengakuisisi Bank Permata. Sedangkan UOB mengambil alih Bank Buana.

    Masih banyak lagi investasi Singapura di Indonesia. Di antara sederetan panjang itu, yang paling menonjol dan paling menguntungkan ialah kepemilikan saham Singapore Telecom atau Singtel sebesar 35 persen di PT Telkomsel, anak perusahaan PT Telkom. Tahun 2018 saja SIngtel menikmati pembagian keuntungan sebesar hampir sembilan triliun rupiah dari keuntungan total sebesar Rp25,53 triliun. Hampir seluruh keuntungan itu mereka bawa pulang. Lezat sekali berbisnis di Indonesia, bukan?

    Bukan kali ini saja Presiden Jokowi mengambil keputusan dengan data yang tidak akurat. Jokowi pernah mengatakan: “Banyak sekali uang milik orang Indonesia di luar (negeri). Ada data di kantong saya, di Kemenkeu di situ dihitung ada Rp 11.000 triliun yang disimpan di luar negeri. Di kantong saya beda lagi datanya, lebih banyak. Karena sumbernya berbeda,” ujar Jokowi. Lihat Jokowi Juga Pernah Bilang Uang WNI Rp 11.000 T Ada di Luar Negeri dan Sebut Harta WNI di Luar Negeri Rp 11.000 T, Jokowi: Daftarnya di Kantong Saya.

    Entah dari mana data yang ada di “kantong” Pak Jokowi kala itu. Data McKinsey hanya USD250 miliar atau sekitar Rp3.750 triliun jika menggunakan kurs Rp15.000 per dollar AS. Data perkiraan Kementerian Keuangan hampir sama dengan data Credit Suisse, sekitar Rp11.000 triliun alias Rp11 kuadriliun.

    Karena menggunakan data yang tak jelas dari mana, maka target program pengampunan pajak (tax amnesty) tahun 2016/2017 pun dipasang sangat tinggi. Pemerintah menargetkan uang yang diparkir di luar negeri akan masuk sebanyak satu kuadriliun rupiah atau Rp1.000 triliun. Ternyata deklarasi harta bersih repatriasi hanya Rp 147 triliun. Bertolak dari niat awalnya, program pengampunan pajak gagal total.

    Program pengampunan pajak juga gagal memperluas basis pajak. Nisbah pajak (tax ratio)–yaitu jumlah penerimaan pajak dibandingkan dengan nilai seluruh aktivitas perekonomian sebagaimana tercermin dalam produk domestik bruto (PDB)–pasca program tax amnesty hanya naik satu tahun (2018). Tahun berikutnya (2019) kembali turun melanjutkan trend penurunan yang sudah berlangsung sejak 2013, bahkan mencapai titik terendah dalam setengah abad terakhir.

    Baca juga Sesat Pikir Omnibus Law dan Tax Ratio Terendah dalam 1/2 Abad

    [Diperbarui 16 Februari 2020, pk.19:38.]


  • Ekonomi Politik Faisal Basri – Episode 7

    Di episode kali ini, Faisal Basri menyoroti dan membandingkan pertumbuhan ekonomi antardaerah yang jarang dibahas. Bagaimanakah analisanya? Simak selengkapnya di Ekonomi Politik Faisal Basri hanya di Cokro TV. –Redaksi Cokro TV.

    Selengkapnya bisa disaksikan di sini.

    Versi tulisan yang lebih lengkap: Tekadnya Pemerataan Pembangunan, Tapi Justru Jawa Kian Mendominasi

    Eposode sebelumnya:

    Episode 1http://Berhasilkah Ekonomi Jokowi?

    Episode 2http://Jokowi Harus Basmi Skandal Gorengan Ala Jiwasraya dan Asabri

    Episode 3Omnibus Law Jangan Ugal-ugalan

    Episode 4Skandal Jiwasraya, Mana Tanggung Jawab OJK?

    Episode 5: Virus Corona Bikin Ekonomi Indonesia Meriang

    Episode 6: Tol Lautnya Mana, Pak Jokowi?


  • Salah satu dari tujuh agenda pembangunan yang tercantum dalam RPJMN IV 2020-2024 adalah “Meningkatkan Sumber Daya Manusia yang Berkualitas dan Berdaya Saing.” Turunan dari agenda itu salah satunya adalah tema yang dipilih dalam perayaan proklamasi kemerdekaan 17 Agustus tahun lalu, yaitu: “SDM Unggul, Indonesia Maju.”

    Ketika menyampaikan pidato kemenangan pada 14 Juli 2019 di Sentul, Presiden Jokowi menyampaikan Visi Indonesia yang berisis enam prioritas pembangunan, salah satunya adalah pembangunan SDM:

    “Kita akan memberikan prioritas kepada pembangunan sumber daya manusia. Pembangunan SDM menjadi kunci Indonesia ke depan. Titik dimulainya pembangunan SDM adalah dengan menjamin kesehatan ibu hamil, sejak hamil, kesehatan bayi, kesehatan balita, kesehatan anak usia sekolah. Ini merupakan umur emas untuk mencetak manusia Indonesia unggul ke depan. Itu yang harus dijaga betul. Jangan sampai ada stunting, jangan sampai ada kematian ibu, atau kematian bayi meningkat. Tugas besar kita ada di situ!” 

    Komitmen untuk membangun SDM tangguh dan unggul sudah tercantum dalam dokumen RPJMN 2015-2019, Buku I, Tabel 5.1, halaman 5-7. Salah satu caranya adalah dengan menjauhkan rakyat–khususnya generasi emas yang hidup di era bonus demografi, lebih utama lagi anak-anak usia sekolah–dari rokok. RPJM menargetkan prevalensi merokok penduduk usia 10-18 tahun turun dari 7,2 persen tahun 2013 menjadi 5,4 persen tahun 2019. Alih-alih mencapai target atau setidaknya mendekatinya, malahan sebaliknya prevalensi merokok anak-anak naik menjadi 8,8 persen tahun 2016 dan berlanjut naik lagi ke 9,1 persen.

    Anak-anak itu adalah perokok pemula korban dari abainya negara melindungi mereka dari penetrasi luar biasa industri rokok.

    Industri rokok menggelontorkan dana satu juta dollar AS setiap jam untuk mengiklankan produk-produk tembakau dan miliaran dollar berupa rabat untuk para peritel.

    Di Indonesia, rokok amat mudah didapat, dengan harga relatif sangat murah. Mau lebih murah? Beli yang jumlah batang per bungkus lebih sedikit, ada yang 16 batang, ada pula yang 12 batang. Kios ritel modern dan kedai tradisional menjajakan rokok di sebelah dan seberang sekolah. Iklan bertaburan di ruang terbuka, televisi, dan media sosial–tak kenal waktu.

    Sumber: Dikumpulkan dari berbagai situs internet dari e-commerce, 2019.

    Hampir semua rokok putih ternama dikenakan cukai sangat murah, akibatnya harga jual mereka bisa relatif jauh lebih murah. Ada juga siasat merampingkan dan memendekkan batang rokok untuk lebih menekan harga. Contohnya yang paling bawah pada peraga di bawah.

    Untuk menyiasati besaran cukai, industri rokok mengeluarkan versi kretek dengan variasi jumlah batang. Tentu saja, untuk merek yang sama, harga satu bungkus rokok berisi 20 batang lebih mahal daripada yang 16 batang dan 12 batang. Padahal, harga per batang kemasan 16 batang dan 12 batang kebanyakan lebih mahal. Begitulah siasat mereka untuk merayu perokok pemula.

    Sumber: Berbagai macam rokok di atas dibeli di satu toko yang sama pada waktu yang sama (15 Januari 2020) di Surabaya.

    Pemerintah membiarkan industri rokok sedemikian leluasa “mengelabui” konsumen. Tak seperti di banyak negara yang hanya mengenal rokok kemasan 20 batang, di Indonesia begitu beragam. Lebih parah lagi, mengeteng beli satu batang pun bisa.

    Pemerintah pun sangat mengetahui betapa pengeluaran orang miskin untuk rokok sangat besar, kedua setelah beras. Pengeluaran untuk rokok hampir sama dengan gabungan pengeluaran untuk pemenuhan protein dari tahu, tempe, daging ayam ras dan teluar ayam ras. Rokok nyata-nyata memiskinkan.

    Pemerintah harusnya juga tahu bahwa sekitar 30 persen pengeluaran BPJS Kesehatan disedot oleh pengidap penyakit yang terkait dengan rokok, sehingga berkontribusi signifikan terhadap defisit BPJS Kesehatan yang sampai sekarang belum kunjung ditutupi oleh pemerintah.

    Apatah lagi sedari dulu pemerintah sadar betul bahwa rokok lebh banyak mudarat ketimbang maslahatnya. Oleh karena itu pemerintah mengenakan cukai rokok. Ingat, cukai rokok bertujuan bukan sebagai andalan penerimaan negara, melainkan alat untuk mengendalikan produksi dan konsumsi rokok. Pemerintah juga harus mengendalikan dan melawan berbagai siasat industri rokok menjangkau seluas mungkin masyarakat, terutama generasi muda.

    Jangan lagi surut seperti peristiwa menjelang pemilu lalu ketika pemerintah membatalkan kenaikan cukai rokok dan penyederhanaan tarif cukai. Lindungilah generasi emas.

    Sedemikian pasifnya pemerintah sehingga mengakibatkan prevalensi merokok total di Indonesia terus naik.

    Khusus untuk lelaki, prevalensi merokok di Indonesia adalah yang tertinggi kedua di dunia setelah Timor-Leste.

    Jika kebanyakan negara di dunia telah berhasil mengurangi persentase penduduk yang merokok, di Indonesia angkanya naik terus, tak pernah turun barang sekali pun sejak tahun 2000.

    Jika pemerintah sangat peduli terhadap peningkatan mutu modal manusia dan menciptakan SDM unggul, tunjukkanlah secara nyata. Segera ratifikasi FCTC (Framework Convention on Tobacco Control). Himbauan untuk meratifikasi FCTC telah saya sampaikan pada acara Prime News CNN Indonesia 27 Januari 2020.

    Harusnya kita malu menjadi satu dari tujuh negara di dunia yang belum meratifikasi FCTC.  Enam negara lainnya adalah Somalia, Malawi, Eritrea, Andorra, Liechtenstein, dan Monako. Ada 180 negara di dunia yang sudah menandatangani FCTC. Mereka di antaranya juga adalah negara-negara produsen produk tembakau terbesar di dunia seperti Indonesia, yaitu: Tiongkok, India, Brasil, dan Amerika Serikat.

    Jangan lagi duduk satu meja dengan industri rokok untuk merumuskan kebijakan dan langkah-langkah tegas mengendalikan industri tembakau. Tak boleh ada lagi menteri yang bicara sesuka hati untuk kepentingan sektoralnya sendiri-sendiri.

    Ayo Pak Jokowi, goreskan tinta emas melindungi generasi emas untuk menggapai Indonesia emas. Semoga terwujud nanti ketika kita merayakan seabad kemerdekaan.

  • Awan kelabu mendekat

    Bergerak ke arah Timur

    Bergegas kian cepat, bergumpal-gumpal

    Mengusir awan seputih kapas di atasnya

    *

    Pepohonan gelisah

    Ingin berlari tapi tak kuasa

    Sesekali merunduk memanjatkan doa

    Agar badai tak menumbangkannya

    *

    Senja segera tiba

    Mentari muram

    Meratapi nasibnya

    Yang tak bisa menerangi lagi

    *

    Lalu hujan rintik-rintik

    Membasuh bumi

    Melumatkan penat

    Menyejukkan nurani

    *

    Ia tinggalkan sesal

    Ia tutup lembaran kemarin

    Penanya menggoreskan kertas tak bergaris

    Dengan kata-kata penuh asa

    ***

    Lalu, tahun berganti

    Harapan tinggal harapan

    Diseret rantai besi untuk dikapalkan

    Lalu ditenggelamkan di tengah Samudra

    *

    Ucapan asal diucapkan

    Kata-katanya jadi petuah

    Diiyakan semua bawahannya

    Pusing, bagaimana nantilah

    *

    Dia berceloteh

    Dari mimpinya semalam

    Tak perlu lagi memanggil penafsir mimpi

    Mimpinya adalah kebenaran

    *

    Segerombolan kutu merayap satu-satu

    Tak disadari telah menyerang keempat kaki kursi

    Menyamar serupai warna kursi

    Membisikkan hikayat seribu satu malam

    *

    Tetua negeri menepi

    Kuatir kena hardik 

    Disenyapkan

    Diasingkan

    *

    Tak perlu dikaji

    Tutup mata …

    Laksanakan saja

    Jadi maka jadilah

    *

    Batas itu ia terabas

    Padahal ia tahu konsekuensinya

    Bakal memangsa apa saja

    Membawa gelombang derita

    *****