Pada Bagian I telah dipaparkan serangkaian keberhasilan pembangunan di bawah pemerintahan Presiden Joko Widodo. Berikut ini satu lagi keberhasilan sangat mencolok yang tak boleh dilupakan.
Kinerja Investasi “Spektakuler“
Selama 2015-2018, investasi fisik—atau istilah teknisnya pembentukan modal tetap domestik bruto—meningkat lebih tinggi dari pertumbuhan produk domestik bruto (PDB). Dua komponen permintaan domestik lainnya, yaitu konsumsi rumah tangga dan belanja pemerintah tumbuh di bawah pertumbuhan PDB.
Memang pertumbuhan investasi sempat turun di bawah pertumbuhan PDB pada tahun 2019. Kebetulan pula angkanya sama dengan tahun 2014. Keduanya adalah tahun pemilu.

Boleh jadi pengusaha cenderung menahan diri dan wait and see sampai pemilu usai dan pemerintahan baru terbentuk. Karena bukan pada tahun 2014 dan 2019 saja pertumbuhan investasi menurun, melainkan juga terjadi pada hampir semua tahun pemilu pascareformasi.

Sejak 2015 pertumbuhan investasi Indonesia menunjukkan trend meningkat dan hampir selalu lebih tinggi ketimbang Brazil, Afrika Selatan, dan Malaysia. Bahkan sejak 2017 lebih tinggi dari China yang konsisten menurun sejak 2014. Dalam delapan tahun terakhir pertumbuhan investasi Indonesia selalu lebih tinggi dari kelompok negara berpendapatan menengah-bawah maupun kelompok negara berpendatan menengah-atas sekalipun.

Sementara itu, sumbangan investasi dalam PDB Indonesia jauh melampaui rerata negara berpendapatan menengah-bawah maupun negara berpendapatan menengah-atas.

Di ASEAN, Indonesia adalah “raja”-nya, juga lebih tinggi dari India. Hanya China yang mengalahkan Indonesia. Peraga di atas dan di bawah secara kasat mata menunjukkan justru pemerintahan Jokowilah yang membawa investasi Indonesia ke aras tertinggi sepanjang sejarah dalam hal sumbangannya terhadap PDB.

Selain itu, kinerja investasi selama lima tahun terakhir jauh melampaui pencapaian pemerintahan-pemerintahan sebelumnya maupun jika dibandingkan dengan negara-negara tetangga dan negara-negara Emerging Markets. Di antara negara Emerging Markets, Indonesia berada di posisi atas, walau bukan yang teratas. Pendek kata, kinerja investasi Indonesia jauh dari terpuruk.

Bukan cuma data kinerja, persepsi investor asing pun sangat positif terhadap Indonesia. Survei oleh majalah terkemuka, The Economist, menunjukkan hampir separuh responden menyatakan akan meningkatkan investasinya di Indonesia. Hanya China dan India yang mengungguli Indonesia.

Di mata perusahaan manufaktur Jepang yang beroperasi di luar negeri, Indonesia berada di urutan kelima sebagai negara yang menjanjikan (promising). Walaupun turun dalam enam tahun terakhir dari posisi puncak tahun 2013, peringkat kelima di dunia masihlah sangat menonjol.

Investasi China meningkat pesat dan kasat mata, bahkan sebagian kalangan memandang Indonesia harus lebih waspada atas maraknya kehadiran investasi China. Pada tahun 2013 dan 2015, Indonesia berada di urutan ke-44 dalam senarai China Going Global Investment Index. Pada survei terakhir tahun 2017 posisi Indonesia melonjak ke urutan 26.

Publikasi World Investment Report edisi terbaru yang diluncurkan bulan Juni lalu kian memperteguh keyakinan bahwa Indonesia cukup terpandang. Dalam publikasi itu Indonesia masuk di jajaran top-20. Walaupun Indonesia turun satu peringkat, realisasi investasi langsung asing (foreign direct investment) tahun 2019 meningkat dibandingkan tahun 2018. Di luar Singapura, yang memang selalu masuk jajaran elite dunia, hanya Indonesia yang mewakili ASEAN. Tidak ada Vietnam, Malaysia, dan Thailand.

Tetapi Mengapa Pertumbuhan Bergeming di aras 5 Persen?
Kurang apa yang telah dilakukan oleh pemerintahan Joko Widodo. Kerja kerasnya tak mengenal waktu, menjelajah ke seantero Negeri hingga ke pelosok dan ke front terdepan Kepulauan Nusantara. Semua daerah perbatasan pun telah ia datangi. Tak sekedar menyapa rakyat dan aparat/petugas, tetapi dengan nyata membangun dan mempercantik halaman muka Republik sehingga tak lagi jomplang dengan wilayah negara tetangga yang terang-benderang dan lebih necis.
Infrastruktur apa yang tidak dibangun oleh Jokowi. Kedaulatan negara ia tegakkan. Kapal-kapal ikan asing ia usir dan yang nekat masih mencuri ikan di perairan Indonesia ditangkap dan ditenggelamkan.
Presiden Jokowi kerap melakukan muhibah ke berbagai negara. Ia langsung bicara dengan kalangan pengusaha di sana. Sesekali Presiden sendiri yang mempresentasikan kondisi dan daya tarik investasi di Indonesia di hadapan ribuan pengusaha dengan PowerPoint.
Dengan segala upaya dan kerja keras itu, mengapa pertumbuhan justru melemah dibandingkan periode Presiden Susilo Bambang Yudhoyono? Pertumbuhan ekonomi selama 2015-2019 hanya lima persen, jauh dari target yang ia canangkan sebesar 7 persen.


Di akhir tahun masa jabatan pertamanya pertumbuhan triwulanan juga terus turun nyaris selama enam triwulan berturut-turut.

Mengapa Jadi Berbelok Arah?
Entah dapat masukan dari mana, Presiden Joko Widodo menuding investasilah yang jadi biang keladi pertumbuhan rendah. Padahal, sebagaimana telah diuraikan panjang lebar di atas, kinerja investasi Indonesia sangat tidak mengecewakan.

Lebih celaka lagi, kalangan dalam Istana dan anasir pengusaha membenarkan, lalu “membisiki” Presiden bahwa KPK merupakan biang keroknya. Maka keluarlah Undang-undang KPK yang baru yang nyata-nyata melemahkan KPK.
Jauh panggang dari api. Bagi pengusaha “sejati”, yang paling membuat mereka pening berusaha di Indonesia justru adalah korupsi. Di urutan kedua adalah birokrasi pemerintahan yang tidak efisien. Alih-alih memperkuat KPK, malahan fondasi KPK dikubur.

Berulang kali tanpa tedeng aling-aling Presiden melampiaskan kegeramannya terhadap kinerja investasi yang ia pandang belum menunjukkan perbaikan berarti. Dalam beberapa kesempatan Presiden menilai belum ada kebijakan investasi yang “nendang”.
Oleh karena itu, apa pun yang dipandang sebagai penghambat investasi akan dilibas. Apa pun yang diminta pengusaha dikabulkan. Keluarlah jurus sapu jagat: OMNIBUS LAW.
Dalam pidato kemenangan di Sentul dan pidato pelantikan sebagai Presiden di hadapan MPR, Presiden tak mengungkapkan seonggok keberhasilannya selama periode pertama, lalu berjanji akan memperbaiki yang masih kurang serta menawarkan penguatan landasan untuk mempercepat kesejahteraan rakyat di atas jalur yang telah ia bangun selama lima tahun terakhir. Sebaliknya, banyak keluhan yang disampaikan, seolah-olah ia baru akan menjadi presiden. Seolah-olah ia tidak percaya lagi dan tidak lagi akan menggunakan jalur yang telah ia tapaki karena tak membawanya berlari cukup kencang. Presiden Jokowi membangun narasi baru dan akan membangun lintasan baru agar betul-betul bisa berlari lebih kencang.
Lintasan baru yang hendak dibangun dan motor penghena terobosan itu adalah OMNIBUS LAW.
Isi rancangan Undang-undang OL Cipta Kerja maupun Naskah Akademik yang melandasinya sangat sarat dengan upaya untuk menggenjot investasi. Ada 351 kata investasi dalam naskah akademik setebal 2.276 halaman yang masih berjudul “Naskah Akademik RUU Cipta Lapangan Kerja.” Investasi harus digenjot untuk mencapai pertumbuhan lebih tinggi agar Indonesia terhindar dari middle income trap.
Menu Omnibus Law (OL) meliputi: OL Cipta Kerja, OL Perpajakan, dan OL Ibu Kota Negara. OL Cipta Kerja menggelar karpet emas untuk pengusaha —teristimewa pengusaha minerba— serta melucuti hak normatif pekerja, menumpulkan ketentuan perlindungan terhadap lingkungan dan persyaratan amdal dilonggarkan, mengurangi kewenangan daerah, menghilangkan atau setidaknya meminimumkan sanksi pidana bagi pengusaha pelanggar/perusak lingkungan.
Sementara itu, menu utama OL Perpajakan adalah penurunan tarif pajak badan dari yang berlaku sebesar 25 persen menjadi 22 persen untuk tahun 2021 dan 2022, lalu menjadi 20 persen mulai tahun 2023. Untuk perusahaan go public, tarif pajaknya dikurangi lagi tiga persen sehingga menjadi 17 persen, persis sama dengan tarif pajak di Singapura yang memang sudah sejak awal menjadi referensi Presiden yang disampaikan dalam berbagai kesempatan. Video ucapan Presiden dapat dilihat di sini.
Tak sabar menunggu pembahasan tuntas OL, krisis pandemik COVID-19 justru dimanfaatkan untuk mempercepat realisasi sebagian isi OL. Lewat pembahasan kilat dan sangat tertutup, Undang-undang Minerba yang baru disetujui oleh DPR dan telah sah berlaku.
Satu lagi agenda dalam OL disisipkan dalam Perppu No.1/2020 dan telah ditetapkan sebagai Undang-undang No.2/2020, yaitu penurunan tarif pajak badan. Dengan Perppu itu, penurunan tarif pajak badan menjadi 22 persen diperpecat menjadi tahun ini juga dan penurunan menjadi 20 persen dipercepat dari tahun 2023 menjadi 2022.
Ketentuan penurunan tarif pajak tercantum dalam Pasal 5 ayat (1): Penyesuaian tarif Pajak Penghasilan Wajib Pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a berupa penurunan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf b Undang-Undang mengenai Pajak Penghasilan menjadi: a. sebesar 22% (dua puluh dua persen) yang berlaku pada Tahun Pajak 2O2O dan Tahun Pajak 2O2l; dan b. sebesar 2O% (dua puluh persen) yang mulai berlaku pada Tahun Pajak 2022.
Akar Masalah
Boros. Investasi tidak turun, tidak jeblok. Masalahnya adalah investasi cukup besar tetapi hasilnya sedikit alias investasi kita boros. Hal ini secara kasat mata terlihat dari angka ICOR (incremental capital-outpur ratio) yang tinggi selama lima tahun terakhir. Sejak era Orde Baru hingga Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, rerata ICOR Indonesia adalah 4,3 sedangkan di era Jokowi mencapai 6,5. Berarti, untuk menghasilkan tambahan 1 unit output yang sama, di era Jokowi butuh tambahan modal 1,5 kali lipat dari pemerintahan sebelumnya. Selain tertinggi sepanjang sejarah, ICOR Indonesia juga tertinggi di ASEAN-5.

Kurang berkualitas. Investasi di Indonesia didominasi dalam bentuk bangunan, sedangkan dalam bentuk mesin dan peralatan hanya sekitar 10 persen. Bangunan berupa mal banyak menjual barang impor. Sebaliknya, mesin dan peralatan menghasilkan beragam barang yang bisa diekspor. Tak heran kalau porsi ekspor terhadap PDB cenderung turun.

Di negara-negara tetangga, porsi mesin dan peralatan mencapai dua sampai tiga kali lipat dari Indonesia.

Kapasitas terpakai masih rendah. Pemanfaatan kapasitas terpasang di sejumlah industri masih rendah. Sudah barang tentu perusahaan tidak akan menambah investasi jika pabriknya belum berproduksi penuh. Jika pemanfaatan kapasitas sudah mendekari 90 persen, barulah pengusaha mengambil ancang-ancang untuk melakukan investasi baru agar kapasitas produksi meningkat. Tanpa diberikan insentif sekalipun mereka akan menambah investasi.

Yang Sudah Dalam Genggaman Dicampakkan
Keberhasilan Indonesia dalam menegakkan kedaulatan di laut diakui internasional dan dipuji oleh banyak tokoh dunia. Menjaga kekayaan laut agar berkelanjutan juga berhasil, antara lain terlihat dari cadangan ikan yang meningkat. Pemberlakuan larangan ekspor benih lobtrer juga bertujuan untuk itu. Larangan penggunaan alat tangkap yang ramah lingkungan dan kapal asing menangkap ikan di perairan Indonesia nyata-nyata telah meningkatkan kesejahteraan nelayan. Dengan kedua pilar itu, kesejahteraan nelayan meningkat.
Bukannya melanjutnya kebijakan yang sudah sangat on the right track, justru pemerintahahan kedua Jokowi menafikan apa yang sudah berhasil: ekspor benih lobster dibuka, penggunaan cantrang dibebaskan, dan muncul lagi wacana kapal asing diizinkan menangkap ikan di perairan Indonesia.
Penutup
Belum genap setahun pemerintahan Jokowi-Ma’ruf. Sadarilah bahwa Omnibus semakin tidak relevan dengan kondisi sebelum kehadiran pandemik COVID-19. Konteks proyek strategis nasional (PNS) sebelum dan setelah pandemik tentu sangat berbeda. Krisis kesehatan dan krisis ekonomi dewasa ini menyadarkan kita betapa pentingnya memperkokoh sistem jaminan sosial, termasuk untuk pekerja. Jumlah penduduk miskin memang terus berkurang, namun mayoritas yang tidak miskin masih berada di sekitar garis kemiskinan. Mereka sangat rentan terhadap gejolak dan krisis. Kita pun kian menyadari betapa sangat kurang fasilitas, tenaga, dan alat kesehatan yang kita miliki. Krisis membuka mata kita betapa selama ini kita kikir untuk membangun sistem kesehatan yang tangguh.
Salah langkah pada masa awal pemerintahan Jokowi kedua harus segera dikoreksi. Masih ada waktu empat tahun lebih untuk memulai era yang benar-benar baru, dengan paradigma baru, dengan diagnosis yang tepat, dengan para pembantu presiden yang berdedikasi, bukan yang mengutamakan ambisi pribadi dan kelompoknya.
Kita tak memiliki kemewahan dan sumber daya melimpah untuk menghadapi krisis berat lagi. Kita harus berubah.
Setuju dengan Bang Faisal!
Analisis dan data yang mantap.
1) Saya kira Presiden (atau orang kepercayaan Presiden) pasti sudah menerima analisis Bang Faisal ini, bagaimana tanggapan mereka?
2) Porsi investasi yang gendut untuk konstruksi tampaknya benar-benar berlebihan. Saya setuju porsi investasi di mesin perlu ditingkatkan. Untuk investasi intellectual property apakah bagusnya juga ditingkatkan porsinya?
Terima kasih.
Betul analisis mas Faisal, sangat mencerahkan bagi saya
China mirip ! Sama cekak juga output.?
Bahkan invest China jauh lebih massive dan sdh lebih pjg !
Tulang Faisal
Cam mana pulak ngejelasin nya ?
Bang Harun yb, China sudah over investment, makanya mereka mulai menahan investasi. Mereka punya uang banyak, investasinya dialihkan ke banyak negara lewat proyek ambisius OBOR. Kita bokek. China tidak boros, yang korupsi digantung, kita boros, yang korupsi dihukum ringan. Kontras sekali.
Betul..se 7 … jangan sampai kita kebobolan … hanya sbg folower gk jelas juntrungannya.. kembali pd kebijakan..yg belum terkaji namun tetap dipaksakan… Study strategy politik bisnis terabaikan..apalagi pandangan para intelektual..masuk kranjang sampah.. kan pokok e proyek bisa jalan yg difasilitasi habis2an ( seperti obor)… mulai dari blue print yg tdk transparan dlm eksplanasi benefit dan sisi politisnya..ujungnya bukan infrastuktur murni dlm penskalaan yg penting dan mendesak untuk pembangunan ekonomi daerah maupun scr Nasional. Masalah pemberdayaan SDM lokal yg ditutup dgn hashtag kurang produktif, alias halalkan ambil worker dari TKA, juga pemakaian bahan baku dan bhn alat bantu hampir sluruhnya di import tanpa kompromi kepentingan Dalam Negeri. Pekerjaan hampir semua dikangkangi/dikawinkan dgn BUMN – subkonnya juga dari anak dan cucunya, tentu yg mudah diarahkan…ada bbp Kontraktor dan Subnya oleh Swasta-Nasional yg ditunjuk banyak ter delay panjang paymentnya. Lihat akhirnya sumber2 pembiayaan BUMN karya jadi bengkak utangnya. Siapa dong yang diuntungkan dan Siapa yang buntung? Dan ingat satuan biaya proyek-proyek tsb banyak tidak terkontrol. Itung2an Investasi kurang dievaluasi scr teknis dan manfaat. Siapa yg tahu lakukan kecurangan sistemik dan berani koreksi pembenahan ke depan?
Case Indonesia , mungkin harga lahan /tanah yg lonjak tinggi , sampai2 claim dana talangan dari banyak BUMN pun msh tertahan !
China ? Kenapa ya ! Persis sama picture nya.
China dan Indonesia sangat berbeda.
1000% beda pastilah
My point : WHY disana juga growth tidak nendang after all those massive investment ??? Bahkan. Sekarang drop pisan , dan partai tidak setting target growth lagi 2021 and beyond ! How can wE explain , boleh saya bilang kita masih sangat lacking berhitung wider economic benefit from infrastructure investment ! Too many pra syarat ! Bukan sekedar make it happen ( output fisik an sich dan bisa diraba2 , lihat dampak suranadu jembatan !
Juga linkage supply change produksi dan ( lokal) trade,,, masih tidak aman dari rent seek tidak terawasi ! Harga2 barang tetap mahal wakau konektivitas meningkat kecuali barang BBM setelah Pertamina kerja keras subsidi angkutan BBM ( piutang negara lagi ) kpd Pertamina , komoditi lain tidak turun , pedagang dapat 2 layer margin !
Ongkos angkut murah , Jual barang tetap mahal, baca rakyat di pelosok tetap terkuras kantong nya !! Perku ada mekanisme stabilitas harga di pelosok ! Jadi ingat harga cabe keriting jaman Suharto 😎
Ya nendang sekali. Dengan ada wabah saja growth masih positif. Tahun lalu tumbuh 6 persen. Tentu saja pertumbuhan China melambat, karena masalah penduduk menua, upah makin mahal, dsb. Juga gaga-gara kebanyakan investasi menyebabkan banyak yang kelebihan kapasitas sehingga harus dibuang ke luar negeri dengan ekspor. Kalau dunia sedang sakit, hancurlah mereka.
Mosaik growth nya masih fracture ,,, ketidakpastian sangat dalam,
Development planning 2045 sulit di oret , perlu nunggu covid reda , proyek2 PSN bahaya klu salah saring ! Bakal nggak nendang , bukan sekedar serap labor saja utama nya ! Bisa serap dan nendang effective juga essensial dan harus , wider economic impact mutlak disertakan !
Model pembangunan China memang banyak kelemahanannya. Yang paling mendasar market tidak bisa dikelola oleh rezim otoriter. Adjustment jadi lamban sehingga masalah menumpuk, lalu akhirnya krisis juga.
Jadi spirit nawacita 1 +. 1/5 ,, missed dimana Tulang Faisal !
Klu aku bilang bangun ekonomi lewat infrastruktur butuh lari marathon tidak bisa lari sprint !
Apalagi Rock n Roll 🤣🤣
Perhitungan dampak ekonomi luas harus bwtul2 jadi pertimbangan, Persiapan planning , appraisal dan decosion making harus step by step , sebelum Delivery ( Go) .
Tidak bisa tabrak2 semua . OL harus dengan check Isi jgn kosong ? Apa itu ? Grand design. Ekonomi dan infrastuktur 2024 ( rpjpn II) yg disiapkan oleh professional dan independen !! Setiap ada presiden baru discrecy nya harus dibatasi !! Jadi ada backbone dan ekonomi yg dicicil secara marathon !
MP3EI kemana itu barang , ? Tapi gorengan itu2 lagi , PSN naik turun ! Tantangan makin berat dan dalam lewat in dan pasca covid!
Betul analisis mas Faisal, sangat mencerahkan bagi saya