
Pada minggu kedua bulan ini, banyak media cetak dan online memberitakan Indonesia naik kelas dari negara berpendapatan menengah-bawah menjadi negara berpendapatan menengah-atas. Ternyata pemberitaan itu salah. Kesalahannya bisa dilihat di sini. Kesalahan berjamaah harus menjadi pembelajaran berharga. Wartawan jangan mengandalkan sepenuhnya kepada sumber berita atau narasumber. Jangan menganut jurnalisme kata si anu. Terapkanlah jurnalisme berbasis data dan gunakan dengan cermat.
Kita harus menunggu beberapa tahun lagi untuk naik kelas. Jika tidak ada aral melintang, status sebagai negara berpendapatan menengah bisa kita gapai pada 2020.
Tak mengapa. Masih banyak yang patut disyukuri. Salah satunya adalah tulisan Dan Kopf berjudul “Indonesia has the least volatile economy of the 21st century,” yang tayang di Quartz, bisa diakses di qz.com.
Pada alinea pembuka, Kopf menulis: “A good proxy for the overall stability of a country is the consistency of its economic growth. It captures various factors that may lead to upheaval like war, financial crises, and political uncertainty.”
Dengan menggunakan data Bank Dunia 2001-2017, Kopf mengukur volatilitas pertumbuhan ekonomi hampir semua negara dengan menghitung deviasi standar (standard deviation) dari pertumbuhan tahunan produk domestik bruto riil per kapita.
Indonesia dengan deviasi standar sebesar 0,7 persen merupakan perekonomiannya paling stabil. Negara paling tidak stabil adalah Libia dengan deviasi standar 33,8 persen.
Lalu, variabel volatilitas saya sandingkan dengan pertumbuhan ekonomi (PDB) untuk kurun waktu yang sama. Negara yang saya masukkan dalam perhitungan adalah semua anggota ASEAN, semua anggota BRICS, sejumlah negara Emerging Markets yang tak tercakup dalam ASEAN dan BRICS, dan beberapa negara yang tergolong paling stabil yang bukan ketiganya (Australia, Tanzania, dan Bangladesh).
Rerata pertumbuhan semua negara terpilih adalah 5,1 persen dan rerata deviasi standar adalah 2,3 persen.
Indonesia berada di kuadran kanan-bawah, berarti dengan pertumbuhan di atas rerata dan deviasi standar jauh di bawah rerata (sangat stabil dan kenyataannya paling stabil).

Mengingat perdapatan per kapita kita masih relatif rendah, maka tantangan ke depan, siapa pun yang terpilih sebagai presiden, adalah mengakselerasikan pertumbuhan ekonomi dengan tetap menjaga volatilitas. Tentu dengan pertumbuhan yang lebih tinggi akan meningkatkan volatilitas, namun kita harapkan dalam rentang yang tidak lebar (akselerasi pertumbuhan yang berkelanjutan), sehingga posisi Indonesia bergeser ke kanan dengan kemiringan yang relatif landai. Semoga pola seperti itu beriringan dengan prinsip-prinsip pembangunan inklusif (berkeadilan).
Terimakasih atas informasi yg mencerahkan pak @Faisal Basri, ini semua karena Presiden kita yg tidak rakus dgn misi melayani rakyat bersama para pembantunya @ibu Sri Mulyani dan seluruh jajarannya.
Memang di NKRI masih byk Manusia2 Kufur nikmat dan tdk mengakui dan Peduli dgn kondisi itu
Kalau boleh ikut aktif memberikan atau meneruskan media ini agar WNI yang akan ke Malaysia tahu apa yang harus dimiliki pada dirinya untuk cari nafkah di Malaysia.
Dengan senang hati