Kalau lancar, Jakarta-Bandung bisa ditempuh paling lama 2 jam lewat jalan tol Cipularang. Pilihannya pun banyak. Bisa dengan kendaraan pribadi, travel seperti Cititrans atau Baraya atau Cipaganti dan banyak lagi, dan bus. Titik awal dan titik akhir sangat banyak. Mau dari Bandara Soekarno-Hatta, Hotel Kartika Chandra, SCBD, Bintaro, BSD, Kampung Rambutan, Lebak Bulus, dan banyak lagi. Di Bandung bisa turun dimana saja sejak keluar dari pintu tol Pasteur hingga tujuan akhir yang beragam pula. Jadi sangat fleksibel, dari titik awal terdekat dengan rumah atau kantor ke tujuan akhir yang paling dekat.
Pilihan lain adalah kereta api Parahyangan dari Gambir atau Jatinegara. Waktu tempuh lebih pasti, sekitar 3 jam. Bisa juga naik pesawat, sekitar 20-25 menit.
Kereta cepat (bullet train) ditargetkan sekitar 45 menit. Jadi mengirit waktu 2 jam 15 menit dibandingkan dengan kereta api Parahyangan atau 1-1,5 jam lebih cepat dibandingkan dengan kendaraan pribadi atau travel tanpa macet.
Jadi, rasanya kehadiran kereta cepat sangat tidak mendesak. Apalagi mengingat kereta cepat sejenis Shinkansen pada galibnya hadir untuk jarak jauh seperti Tokyo-Osaka yang jaraknya hampir sama dengan Jakarta-Surabaya.
Kereta cepat adalah substitusi atau pesaing dekat pesawat terbang. Ada beberapa kelebihan kereta cepat dibandingkan pesawat terbang untuk jarak jauh. Pertama, stasiun kereta cepat biasanya berlokasi di tengah kota sehingga mudah dan lebih cepat terjangkau. Kedua, tidak membutuhkan waktu lama sebelum keberangkatan, sedangkan naik pesawat butuh waktu setidaknya rata-rata 1 jam. Ke Surabaya misalnya, waktu terbang sekitar 1,5 jam. Check in satu jam sebelumnya. Proses sebelum take off dan pengambilan bagasi di tempat tujuan juga butuh waktu. Belum lagi waktu ke dan dari bandara. Total bisa memakan waktu sekitar 5 jam.
Jika dengan kereta cepat, Jakarta-Surabaya bisa ditempuh sekitar 2,5 jam. Tiba di stasiun lima menit sebelum berangkat masih memungkinkan. Jadi, jauh lebih cepat dibandingkan dengan pesawat terbang.
Kereta cepat Jakarta-Surabaya setidaknya bisa singgah di Cirebon dan Semarang, sehingga load factor bisa dioptimalkan. Kedua kota itu sudah memiliki daya beli yang memadai untuk memanfaatkan jasa kereta cepat yang lumayan mewah. Jadi, dari segi permintaan tampaknya kereta cepat Jakarta-Surabaya jauh lebih menjanjikan dan kompetitor dekatnya hanya pesawat terbang.
Kelebihan lain, penumpang bisa istirahat nyaman selama perjalanan dengan kereta cepat, senyaman di pesawat. Bisa beraktivitas untuk menyelesaikan pekerjaan kantor atau membaca.
Untuk mengirit biaya, pembangunan rel kereta api cepat bisa di atas rel kereta api konvensional, jadi tidak ada ongkos pembebasan tanah.
Yang aneh dari proyek kereta cepat Jakarta-Bandung adalah keikutsertaan PTPN VIII. Apakah pantas perusahaan perkebunan dipaksa berinvestasi di sektor perkeretaapian? Mengapa PTPN VIII tidak didorong untuk mengembangkan industri pengolahan produk-produk perkebunan saja?
Kalau ngotot terus dijalankan, tolong dihitung juga besarnya pinjaman dalam valuta asing (renminbi) dan beban pembayaran bunga dan cicilan dalam valuta asing, sedangkan penerimaan seluruhnya dalam rupiah. Ingat pula, dalam lima tahun terakhir rupiah terdepresiasi 100 persen terhadap renminbi.
Bandingkan kalau pinjaman dalam yen yang menguat terhadap rupiah jauh lebih kecil ketimbang renminbi.
Analisis maslahat-ongkos (cost-benefit analysis) proyek kereta cepat Jakarta-Bandung rasanya kurang meyakinkan. Kesannya terlalu dipaksakan.
Sepertinya kereta cepat, bagus bwt pencintraan.
🙂
Iya sih , betul juga emang terlalu dipaksakan, tapi dah kadung digarap mo gimana lagi, mosok mo dibongkar.
Yang paut disayangkan proyek itu tak masuk dalam RPJM 2015-2019. Banyak masukan tak digubris. Inilah akibatnya kalau tak ada checks and balances. Akan jadi beban sampai anak-cucu.
Desain awal untuk Sumatera memang mengandalkan kereta api. Untuk barang mengandalkan laut.
pencitraan jangan dgn biaya triliunan dong.. bener nih klo beban bunga dan pokok bisa2 akan nambah 100% krn kurs.. akhirnya kemana kita akan cari penerimaan dari harga tiket… blm maintenance nya juga akan berat.. Benefit dari mobilisasi penduduk gak akan ngaruh dari sisi bisnis to bisnis (ekonomi). Yang kujur adalah BUMN yang cawe2 ..Yang untung siapa tuh…si pemburu rente..alias “konsultan” nya yg membidani proyek itu. Klo diterus-terusin proyek spt ini mah bukan nambah makmur..malah jadibeban yg akhirnya APBN lagi yg menanggungnya.
Kereta cepat jakarta-bandung tidak lebih penting dari pembangunan rel kereta di sumatera sebagai alat transportasi massal…
Dan apa iya, Indonesia tidak mengeluarkan uang sepeserpun seperti yg di dengungkan media mainstream?
Mohon pencerahan bang
Mungkin saja tidak keluar uang karena seluruh pendanaan berupa utang dari cina. tentu harus dibayar cicilan dan bunganya. Tidak ada yang gratis.
Setuju Bang! Sepertinya MenHub sudah memberi masukan yang baik. Saya sangat ingin tahu kenapa Menteri BUMN sepertinya sangat berminat? Apakah hitungan B to B nya menteri BUMN proyek ini menguntungkan yah?
saya jadi teringat ada komentar dulu…gak apa2 berutang asal utk infrastruktur…apakah proyek kereta cepat ini termasuk itu? proyek yg tdk tepat guna dan overbudget?
gak semua proyek infrastruktur itu setara nilai fungsinya. dan harus diingat juga setiap proyek yg tidak tepat guna dan biaya itu berarti incurring opportunity cost yg bisa dipakai utk kebutuhan lain yg lebih mendesak.
tolol2an membangun dgn berhutang bisa dilakukan siapapun…bukan suatu yg luar biasa yg layak dielu2kan layaknya yg disematkan pada seseorang saat ini…
Sangat ditayangkan sekali yah, saya di medan seperti nya butuh juga Banda Aceh – medan
hutangnya dalam bentuk dollar seperti yang china lakukakan di srilangka dan malaysia.
masa bapak tidak tau projek kereta api ini dari jakarta sampai surabaya nilainya puluhan miliaran dollar dan selesainya setelah gonta ganti presiden(kalau tidak amandemen)
saya kira bapak terlalu dini untuk berkomentar
Pemerintah maunya utang dalam dollar, tapi China mau sebagian dalam mata uang mereka. Tulisan itu sekedar mengingatkan, dan ternyata terbukti amburadul.
itu bagian dari minimnya Good Governance negeri ini…sdh jadi pjbt publik kok sering gak ngeh ada ancaman didepan ?