Bukan Resesi Global 2023, Faisal Basri Ungkap Penyebab RI Bisa Alami Krisis Ekonomi

17 komentar

Reporter: Moh. Khory Alfarizi

Editor: Martha Warta Silaban

Tempo.co, Minggu, 23 Oktober 2022 | 18:31 WIB

TEMPO.COJakarta -Ekonom senior Universitas Indonesia Faisal Basri mengatakan Indonesia tidak akan mengalami krisis akibat ancaman resesi global 2023. Menurut dia krisis itu biasanya terjadi karena perpaduan antara apa yang terjadi di eksternal dan domestik.

Menurut Faisal, krisis itu biasanya terjadi ditandai dengan gejolak sosial lebih dulu di domestik, kemudian skandal-skandal mulai bermunculan, dan ketahuan siapa saja yang terlibat. Jika itu menyatu, bisa terjadi krisis.

“Tapi ekonomi saja pemerintah masih bisa menahan, kalau sosial saja juga bisa ditangani, tapi kalau dua-duanya terjadi bisa kayak tahun 1998,” ujar dia kepada Tempo di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), Jakarta Timur, Kamis, 20 Oktober 2022.

Faisal menuturkan Indonesia akan menghadapi tantang berat, meski ada kemungkinan tidak mengalami resesi. Karena, kata dia, berdasarkan pengalaman, menunjukkan bahwa jika ekonomi dunia resesi, maka Indonesia tidak. Alasannya, Indonesia keterkaitan dengan ekonomi dunia relatif kecil.

Faisal mencontohkan misalnya global financial crisis 2008, saat dunia mengalami resesi dengan pertumbuhan ekonomi -1 persen, Indonesia angkanya 4,6 persen, bahkan nomor tiga tertinggi di dunia. Namun, tantangan saat ini sangat berat. Salah satunya nilai rupiah terhadap dolar Amerika melemah—sudah Rp 15.500—efeknya membayar utang dalam mata uang asing ikut naik. 

“Jadi beban utang naik, bunga, belum ditambah cicilan. Cicilan itu bisa dibayar dengan utang lagi, gali lubang tutup lubang, tapi kalau bunga enggak bisa,” ucap Faisal.

Bahkan, dia memprediksi bayar bunganya bisa melonjak lebih dari 20 persen dari total pengeluaran pemerintah pusat. “Itu sudah berat.” Sehingga, Faisal menambahkan, akan membuat ‘ruang’ bagi masyarakat semakin sedikit. Karena membayar bunga utang itu wajib, jika tidak Indonesia bisa mendapatkan penalty atau hukuman.

Menurut ekonom lulusan Vanderbilt University, Amerika Serikat itu, naiknya suku bunga disebabkan oleh inflasi yang terus naik. Indonesia saat ini, kata dia, sudah hampir 6 persen (5,95 persen), dan akan terus menanjak, bahkan kemungkinan bisa mencapai 7 persen. Faisal menuturkan hal itu disebabkan oleh invasi Rusia ke Ukraina yang masih terjadi.

“Sebentar lagi setahun, tahun depan bisa jadi makin mengerikan perangnya, yang menyebabkan ketidakpastian global itu masih sangat tinggi,” tutur Faisal.

Tantangan lainnya, Faisal menyebutkan, climate change yang semakin gila-gilaan. Dampaknya bisa mempengaruhi harga pangan, karena banjir dan kekeringan ekstrem. Produksi pangan turun, bahkan setiap negara mengurangi ekspornya dan menambah pasokan cadangan. 

“Syukur panen beras kita bagus terus nih. Tapi beras bagus, gandumnya gimana, itu makanan pokok kedua setelah beras,” kata Faisal. “Kalau naik semua, ujungnya kan menaikkan suku bunga, suku bunga naik, beban utang nambah lagi.”

Kondisi perusahaan-perusahaan saat ini masih kesulitan akibat dampak dari pandemi Covid-19. Dia menjelaskan hal itu bisa dilihat dari kondisi penerbangan yang masih jauh dari pulih. Bahkan Faisal menceritakan penerbangan ke Semarang yang sebelumnya belasan kali, kini hanya dua kali satu hari. “Makanya saya kalau keluar kota harus nginap.”

Faisal menjelaskan, dunia usaha belum pulih dan akibatnya penerimaan pajak masih rendah sementara pengeluaran naik terus. ”Pengeluaran pajak kan ‘daging’, utang makin membesar, tadi beban utangnya naik,” kata dia.

Angka kemiskinan di Indonesia juga menjadi tantangan. Seingat Faisal, jumlah penduduk dengan pengeluaran per harinya di bawah Rp 35 ribu jumlahnya lebih dari 60 persen, yang merupakan kategori rentan miskin. Berbeda jauh dengan Malaysia yang masyarakat rentan miskinnya hanya 2 persen dan Thailand hanya 6 persen.

Dengan kondisi seperti sekarang ini dan tantangan resesi global, kata Faisal, angka penduduk rentan miskin di Indonesia juga bisa naik menjadi 70 persen. Selain itu, penduduk usia muda 15-24 tahun di Indonesia yang mencari kerjaan tapi tidak dapat angka 17 persen. “Tertinggi di ASEAN,” ucap dia.

Menurut Faisal, semua kondisi yang disebutkan itu merupakan instabilitas sosial, ditambah lagi jurang kaya miskin semakin melebar. Sehingga dia menyarankan, jika mendapatkan rejeki lebih baik jangan dipakai untuk yang non esensial, tapi ditabung untuk menghadapi kemungkinan yang sudah semakin terang akan terjadi yaitu resesi. “Jadi social instability ini bahaya. Kalau enggak (bisa) kolaps,” tutur dia.

Sumber: https://bisnis.tempo.co/read/1648463/bukan-resesi-global-2023-faisal-basri-ungkap-penyebab-ri-bisa-alami-krisis-ekonomi?page_num=2#

***

17 comments on “Bukan Resesi Global 2023, Faisal Basri Ungkap Penyebab RI Bisa Alami Krisis Ekonomi”

    1. Tak ada maksud nakut-nakutin. Yang sering menakut-nakuti itu pemerintah. Silakan baca berbagai pernyataan Presiden dan Menteri Keuangan terkait dengan resesi global. Simak dengen kepala dingin dan analisis dengan data.

      Terima kasih telah berkunjung

  1. Terima kasih penjelasannya Pak Faisal, saya baru menemukan web Bapak dan penjelasan-penjelasan Bapak soal fenomena ekonomi baik di Indonesia atau global sangat mudah dipahami oleh awam. Senang sekali membaca opini dan fakta terkait fenomena ekonomi yang dikaitkan dengan berbagai fenomena dunia lainnya, termasuk soal perubahan iklim. Semoga sehat selalu dan bisa terus memproduksi tulisan-tulisan serupa ya, Pak!

    1. Terima kasih sama-sama, Mbak Salma. Kebetulan saya baru berkunjung ke Markas Uni Europa dan ke Berlin. Selama seminggu berdiskusi dengan berbagai kalangan di sana. Sungguh sangat kompleks orde dunia sekarang. Padahal, banyak masalah besar yang dihadapi dunia dewasa ini dan ke dopan yang membutuhkan aksi kolektif dunia.
      Langkah terbaik adalah memperkokoh fondasi di dalam negeri agar tidal mudah terhempas dari gejolak dunia. Oleh Karena itu, kita pun butuh aksi kolektif, menghimpun segala daya dan energi menghadapi kemungkinan terburuk.

  2. Terima kasih Bang Faisal,,, dan sehat selalu,,,!

    Membaca paparan Bang Faisal, tampak jelas peta masalahnya. Tetapi, solusi tidak mudah ya?

    Masyarakat luas, terutama pejabat, perlu diajak untuk sama-sama berkontibusi positif kepada Indonesia.

  3. Paragraf terakhir pak Faisal menyarankan sisa uang ditabung, ditabung dimana? bnyk bank kasih bunga 0%, deposito juga sangat kecil. Emas sedang jatuh dan diprediksi ga akan naik hingga akhir 2023. Kaum menengah pas-pasan nih pak..

    1. Maksud saya disisihkan, jangan dibelanjakan semua. Bisa berupa deposito berdasarkan bagi hasil, bisa diinvestasikan dalam bentuk saham atau surat utang negara. Menabung memang opsi paling buruk.

  4. Terima kasih atas informasinya, Pak Faisal. Saya selalu membaca penjelasan Bapak tentang ekonomi Indonesia karena selalu berdasarkan data dan fakta walaupun buat sebagian orang ini terkesan mengejutkan dan mengerikan, namun tidak salah menjadikan informasi dari bapak sebagai acuan untuk meminimalisir resiko di masa depan.

  5. Benar itu kalau ekonomi negara Indonesia di jaman pemerintahan “Presiden RI ” atau Joko Widodo bisa saja krisis atau ada krisis ekonomi di negara Indonesia ini, karena sebelum tahun 2023 saja atau masih tahun 2022 sudah ada PHK atau Pemutusan Hubungan Kerja massal contohnya ada 1,5 juta pekerja di PHK di perusahaan tekstil dan garment di wilayah Propinsi Jawa Barat, dan masih ada jutaan pekerja lagi di PHK di industri alas kaki atau pabrik sepatu dan sandal, ada lagi jutaan pekerja di PHK di industri tas, penginapan, accesorries, rokok, dll, dan itu baru atau hanya diwilayah Propinsi Jawa Barat saja, sedangkan saat ini atau sekarang ada 39 Propinsi di NKRI. Misalkan di rata-rata untuk satu macam industri misalnya tekstil dan garment sudah ada 1 juta PHK para pekerja di setiap propinsi yang ada di NKRI, maka hanya untuk satu macam industri atau tekstil dan garment di setiap propinsi di NKRI ada PHK kurang lebih 39 juta pekerja, dan coba kalau dihitung ditanbah dengan PHK massal di industri alas kaki atau sandal dan sepatu, industri tas, industri rokok, industri accesories, industri penginapan, dll, maka bisa dikali 5 lagi maka ada kurang lebih 194 juta PHK pr pekerja di beberapa sektor di setiap Propinsi di NKRI. Bagaimana tidak menimbulkan krisis ekonomi kalau terjadi ledakan pengangguran baru ? padahal pengangguran lama dengan angkatan kerja baru yang menganggur setiap tahun kurang lebih 1 juta jiwa, maka bisa ada dua ratus juta jiwa pengangguran di tahun 2022, dan itu belum tahun 2023. Ingat infalsi tinggi atau 5, 95 %, nilai mata uang rupiah Rp. 15.500,- persatu USD, cadangan devisa asing merosot tajam, dan APBN selalu saja berakhir nilainya negative di akhir tahun. Kesimpulannya sebetulnya atau sebenarnya krisis ekonomi itu sudah terjadi dan sudah dapat dirasakan sejak tahun 2022 ini oleh sebagian besar rakyat Indonesia di NKRI.

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.