Bapak Presiden yang terhormat.
Saya gembira mendengar keputusan di bulan-bulan pertama pemerintahan Bapak membatalkan rencana pembangunan Jembatan Selat Sunda. Namun say kaget ketika Bapak meninjau pembangunan jalan tol Tran-Sumatera. Sadarkah Bapak bahwa proyek jalan tol Trans-Sumatera sepanjang lebh dari 2.000 km merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari proyek Jembatan Selat Sunda? Keduanya tercantum di dalam dokumen MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Indonesia). Mengapa Bapak justru memaksakan pembungunan jalan tol Trans-Sumatera itu? Karena proyek itu tidak layak secara finansial, Bapak memaksa BUMN untuk membangunnya. Tetapi, sebetulnya itu dana APBN, setidaknya sebagian, karena pemerintah menyuntikkan dana Penanaman Modal Negara (PMN) lewat APBN ke BUMN yang pemerintah tunjuk untuk membangun jalan tol itu.
Bukankah sudah ada Trans-Sumatera Highway yang dibangun dengan bantuan Jepang. Jalan itu masih ada dan beberapa ruasnya masih mulus. beberapa ruas memang kondisinya buruk. Perbaiki saja ruas yang buruk. Karena itu jalan negara, merupakan tanggung jawab pemerintah pusat untuk merawatnya. Jangan karena abai merawat atau memelihara, lantas pemerintah membuat jalan baru, apalagi jalan tol. Yang hendak dibangun pun berada di pantai timur seperti jalan Trans-Sumatera yang sudah ada.
Memang jalan Trans-Sumatera tidak melewati semua propinsi di Sumatera daratan. Bengkulu contohnya, sehingga membuat iri hati masyarakat dan pemerintah daerah di sana. Solusi untuk Bengkulu bukanlah jalan tol. Demikian juga untuk Jambi dan kebanyakan provinsi di Sumatera. Jalan tol akan memperburuk kerusakan lingkungan di Sumatera. Berapa ribu hektar lahan yang harus dibebaskan? jalan tol Trans-Sumatera juga tidak akan membantu keterisolasian beberapa daerah.
Untuk membuka isolasi beberapa daerah, ruas jalan yang perlu dibangun (sebaiknya bukan jalan tol) bukanlah jalur Utara-Selatan. Jalan Trans-Sumatera non-tol yang sudah ada itu telah membelah Utara-Selatan Sumatera. Yang sangat penting adalah jalur Barat-Timur (garis tebal hijau pada peraga) sehingga hasil bumi beberapa daerah bisa lebih dekat dan lebih cepat diangkut ke pelabuhan-pelabuhan yang berada di Barat ataupun Timur. Bukankah pilihan itu lebih sejalan dengan konsep Tol Laut yang Bapak anut? Dengan begitu pantai kawasan di pantai Barat pun bakal lebih hidup.
Jalan tol Trans-Sumatera hanya akan memperkokoh dominasi transportasi darat yang bertentangan dengan gagasan Pendulum Nusantara atau lebih populer dengan Tol Laut yang Bapak kumandangkan sejak kampanye pemilihan presiden. jalan tol Trans-Sumatera didedikasikan untuk mendukung Jembatan Selat Sunda. Penggagas proyek sudah barang tentu senang karena jalan tol Trans-Sumatera bakal meramaikan lalu- lalang kendaraan di Jembatan Selat Sunda. Hasil bump Sumatera akan diangkut ke Jawa lewat darat melalui Jematan Selat Sunda. Kebutuhan rakyat Sumatera yang berasal dari Jawa juga diangkut melewati Jembatan itu. Belum lagi tambahan kendaraan pribadi yang melintasi dua arah. keberadaan Jembatan Selat Sunda dengan jalan tol Trans-Sumatera sebagai pendukung utamanya sudah barang tentu amat membuat segelintir orang yang telah menguasai ribuan hentar lahan di sekitarnya mabuk gembira. Merekalah yang bakal menjadi raja-raja properti baru kelak.
Negara kita adalah negara kepualauan terbesar dunia. Bapak jangan kecil hati jika sepanjang masa pemerintahan Bapak jalan tol yang terbangun hanya ratusan kilometer. Panjang jalan tol yang dibangun jangan bapak jadikan indikator keberhasilan. Rakyat pun rasanya tidak akan kecewa. Rakyat akan jauh lebih senang kalau jaringan jalan yang dibangun pemerintah pusat dan pemerintah daerah membuat mobilitas rakyat dan barang lebih tinggi dan lebih murah.
Untuk di Jawa mungkin masih butuh jalan tol tambahan. Itu pun harus selektif. Koreksilah rencana pembangunan jalan tol yang dibuat pemerintahan sebelumnya agar lebih selektif dan memberikan hasil lebih optimal. Utamakan pembangunan jalan tol di Jawa untuk mendukung pengembangan multi-moda transportasi yang berbasis angkutan laut. Bagaimana kita bisa bersaing kalau 90 persen lebih barang di Jawa diangkut lewat darat. Bukankah angkutan darat sekitar 10 kali lebih mahal dari angkutan laut?
Untuk angkutan manusia, Bapak bisa mendorong pembangunan kereta api cepat Jakarta-Surabaya yang singgah di beberapa kota besar yang daya belinya sudah memungkinkan untuk naik kereta cepat, misalnya Cirebon dan Semarang.
Mumpung belum mulai dibangun, batalkanlah kereta cepat Jakarta-Bandung. Bapak bisa mendengarkan pemikiran para ahli transportasi di dalam negeri dan luar negeri yang tidak punya vested interest atas ptoyek kereta api cepat Jakarta-Bandung. Saya berkeyakinan mayoritas mereka akan menolak. Akal sehat saja sulit menerimanya. Mau cepat seperti apa kalau singgah di lima lokasi. Baru tancap gas sudah harus segera mengerem.
Lalu muncul wacana kereta kecepatan sedang. Bukankah yang ada di dunia ini hanya kereta biasa dan kereta cepat? Kereta biasa meluncur dengan roda kereta dan rel bersinggungan. Sedangkan kereta cepat roda kereta dan relnya tidak bersinggungan. kalau kereta biasa mau lebih cepat, bangunlah rel yang lebih banyak lurus ketimbang berkelok-kelok. Saya tidak akan melanjutkan soal-soal teknis karena saya yakin Bapak Presiden dibantu oleh banyak ahli yang kompeten. Mohon dengan sangat Bapak Presiden merenungkannya kembali.
Demikian keprihatinan seorang anak bangsa yang amat mengharapkan Bapak membawa Indonesia berjaya dan meluruskan yang bengkok-bengkok. Mohon maaf jika kurang berkenan.
Tabik
faisal basri
Yang juga menjadi tanya buat saya. Kenapa begitu mahalnya tarif tol CIPALI, Rp. 96.000,- untuk 116 Km. Apakah memang investasinya lebih mahal daripada tol CIPULARANG?
Tolong dikaji Pak Faisal.
Saya sdh pernah menulis di blog ini ttg kelemahan penetuan tarif tol.
Boleh tau judulnya Pak. Biar saya cari.
tidak utk mem-bully anda
http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2015/11/06/173005626/Jokowi.PMN.untuk.Percepat.Proyek.Infrastruktur?utm_campaign=related&utm_medium=bp&utm_source=bisniskeuangan&
sepertinya tulisan anda di ilhami oleh artikel diatas, atau ide anda ( saya tdk bisa mengatakan pemikiran anda ini sebagai karya ilmiah hasil dari kajian ekonomi makro atau ekonomi mikro) cukup imaginative.
yaaa cukuplah untuk mencari sensasi politik demi modal pilkada/pilpres. Moga moga anda cukup punya keberanian utk tampil di ajang politik berikutnya untuk mengukur appresiasi masyarakat kepada anda.
regards
Rudy
Terima kasih banyak telah mampir di sini.
Orang-orang seperti Pak Faisal ini harusnya jadi pemimpin. Mencerahkan. Terima kasih, Pak
Terima kasih sama-sama.
Reblogged this on iissetiawan.
ijin share ya Pak
Dengan senang hati.
Bukan hendak menentang buah pemikiran dalam Surat Terbuka tersebut apalagi membela kebijakan Pemerintah tentang pembangunan Tol Trans Sumatera, tetapi ada baiknya ditelaah dari segi aksebilitas transportasi barang atau mobilitas manusia di Pulau Sumatera.
Tol Laut mungkin jauh lebih murah bila ditinjau dari segi operasional maupun tarif, tetapi akan tetap ada keterbatasan frekuensi (rit) pastinya disebabkan oleh keterbatasan jumlah maupun tonase armada serta kebutuhan waktu untuk bongkar muat di pelabuhan.
Bila ditinjau dari aspek mobilitas manusia (penumpang) maka pembangunan Tol Trans Sumatera akan lebih praktis dibandingkan bila harus menempuh jalur laut, kesampingkan sejenak transportasi angkutan udara yang jauh lebih sangat efisien.
Pastinya penumpang tidak perlu harus menunggu antrian di pelabuhan secara periodik, nantinya bisa menggunakan moda transportasi darat yang akan jauh lebih nyaman dan aman bila melintas di jalur dengan klasifikasi jalan Tol.
Sederhana tetapi masuk akal, setidaknya warga yang bermukim di Sumatera juga ingin menikmati kemudahan maupun kenyamanan serta keamanan mobilitas mulai dari Aceh sampai Lampung (Trans Sumatera) dibandingkan dengan kondisi ruas-ruas jalan nasional yang sudah ada saat ini.
Bukankah pembukaan ruas jalan baru merupakan salah satu katalisator untuk percepatan laju pembangunan dalam suatu wilayah?
Tinggal bagaimana mengkoneksikannya dengan jalur yang telah ada serta manajemen sarana maupun prasarana pendukung agar tercipta suatu sistem moda transportasi yang terpadu demi percepatan pembangunan di Wilayah Barat (Pulau Sumatera) khususnya dan Indonesia umumnya.
TOL LAUT maupun TRANS SUMATERA sama-sama memiliki plus minus masing-masing, bila memungkinkan untuk direalisasikan pastinya untuk kepentingan dan kesejahteraan anak bangsa.
“membuka jalan” saya rasa ini pemikiran presiden, bukan sekedar membangun fisik tapi lebih ke pendekatan bagaimana menyediakan sarana beraktifitas dan pengadaan aksesuntuk mobilitas adalah perlu, pilihan “tempat sepi” ngga strategis itu juga pilihan cerdas karena dengan dibukanya sarana jalan (yang pemakainya tidak hanya bos bos besar). Begitu pula kereta cepat itu juga langkah awal dari menapak level lebih tinggi dari eksistensi sebuah negeri, saya pengagum berat anda pak Faisal Basri bahkan saya pernah bikin pict tentang anda saat anda mengobrak abrik petral, tulisan sederhana dan ngga ilmiah ini sebagai pewarna surat terbuka anda.
Dari dulu telah banyak rencana-rencana oleh pemikir-pemikir ulung di negeri ini untuk kawasan sumatera. Rencana Pembangunan Rel Kereta Api Trans Sumatera lah, Jembatan Selat Sunda lah, dll namun gagal dengan berbagai macam teori dan alasan oleh para pakar ulung, kami sebagai rakyat hanya melongo dan mengurut dada. Sekarang muncul lagi ide tentang Jalan Tol Trans Sumatera dan sedang dikerjakan. apakah akan kembali gagal karena berbagai macam teori dan alasan tetek bengek….?
Buat yg tertarik dgn Progres jalan tol Trans Sumatera, bisa berkunjung ke forum ini (citizen journalism): http://www.skyscrapercity.com/showthread.php?t=1490268
Langsung klik Last Page saja, krn sdh panjang bgt threadnya.
Meskipun saya setuju dgn Pak FB mengenai konektivitas Barat-Timur Sumatera, saya rasa jalan tol harus tetap dibangun. Lagi pula jalan tol ini baru jadi 3-5 tahun mendatang. Tentu sudah terjadi pertumbuhan ekonomi di lokasi2 yg dihubungkan oleh jalan tol. Jika menganut prinsip Perkembangan Mengikuti Pembangunan, maka Jalan Tol Trans Sumatera sdh tepat. Sdh 70 tahun merdeka baru Jawa yg punya jalan tol.
Terima kasih banyak infonya.
Kapan lagi seorang pemimpin itu melakukan terobososan utk masa depan bangsa ini, klu hal yg mendasar saja dilarang, yg namanya infrastruktur itu wajib dibangun, dengan segala resiko dan biaya yg besar. Hal yg dilakukan Jokowi ini masih jauh dari harapan rakyat boss.
Banyak sekali terobosan yang lebih kredibel. Berpikir 100 tahun ke depan sangat baik namun harus dengan perencanaan yang tertib. Bukan memaksakan sesuatu yang masih banyak gelapnya. Moga segera terungkap.
Pak Faisal, bisa dibuat artikelnya sendiri pak mengenai tidak feasiblenya kereta cepat Jakarta – Bandung. Hehehe
Berharap teman-teman lain yang melanjutkan dan para ahli bersuara dengan argumentasi ilmiah, perbandingan dengan negara lain, dsb. Tampaknya sudah mulai banyak yang bersuara, hari ini ada diskusi yang diselenggarakan oleh Sindo radio. Di kompas.com juga ada di headline. Agus
Pak Faisal Basri,
Mungkin anda perlu sesekali road trip di Jalan Lintas Sumatra, jalan sepanjang itu mostly ROWnya rata2 12 meter, begitu truk2 besar berurutan tak bisa itu kita jalan lancar. Apalagi kalau ada yg mogok, jalan perbaikan, atau kecelakaan, pasti macet luar biasa, contohnya ruas Dumai – Pekanbaru. Sengsara Pak, daerah kaya jalannya acak-kadul, khas daerah yang penuh Korupsi. Kondisi sekarang, pengalaman hanya ruas Medan – Aceh yang agak memuaskan. Malu kita ama negeri jiran dimana jalan Highway lebuh rayanya mantab bin lebar dari ujung ke ujung, meski bentuknya sebagai jalan tol, jalan 100 km/jam mantap gak kerasa. Pastinya kelancaran transportasi dan logistik akan meningkatkan taraf ekonomi masyarakat. Dan sebagai pembayar pajak puas rasanya pajak kita berbuah infrastruktur yang memadai, bukan tambal sulam jalan Nasional tiap tahun.
Kesimpulannya, menurut saya, Bapak yang sesat Pikir..eh salah mungkin kurang piknik, sesekali jalan lah ke penjuru Sumatera.
Silakan baca lebih seksama. Tengok kerangka pikirnya. Insya Allah akan menemukan cara berpikir jernih. Saya tidak anti tol, tapi tak perlu sepanjang 2.000 km. Jalan macet itu karena hampir semua barang diangkut pakai truk. Negara kepualaun kok yang dikembangkan angkutan darat. Itu sesat pikirnya. Di negeri ini 90 persen barang diangkut lewat jalan darat. Di Negara yang semua daratan sekalipun tak sebesar itu. Di seluruh dunia 70 persen barang diangkut lewat laut. Di situ sesat pikirnya.
Tentu saja jalan cepat rusak, karena tidak didisain untuk tonase besar ditambah kelebihan muatan.
Saya sudah menjalani seluruh penjuru sumatera, dari selatan hingga ujung utara, dari barat ke timur, selama 35 tahun.
Maaf, saya tidak punya kemewahan piknik. Semuanya saya jalani untuk riset.
Terima kasih banyak atas tanggapannya.
diskusi kok malah menyerang sih…kalau ada yang tidak sependapat, baiknya disanggah dengan kajian sendiri, bukan dengan copas sana-sini…
Yth Pak Faisal Basri.
Dari peta sumatera yang sudah bapak posting diatas, sumatera adalah sebuah daratan bukan pulau ke pulau? Lalu apakah jalan itu dibuat hanya untuk angkut barang? kalau angkut barang lebih efisien laut, silahkan digunakan jalur tol laut. namun transportasi orang di sumatera lebih tepat menggunakan jalur darat, tol darat. jalan sekarang, contoh dumai pekanbaru jarak hanya 100an KM bisa sampai 5 jam.
trims.
Saya sangat mendukung di karenakan jalur trans Sumatra yang masih ada, sangat rawan pembegalan sopir truk, apalagi mobil pribadi banyak ialah bajing loncat di jalur trans Sumatra, dengan adanya tol Sumatra sangat membantu pihak transportasi barang jalur darat toh juga jalan tolya di hubungkan ke semua ibukota propinsi masing2, suporter pak Jokowi langkah tepat, di samping Malaysia yang ingin merapat ke Sumatra bahaya.majuterus indonesia bersatu.