Pada 15 Juni 2015 Airbus mengeluarkan press release tentang penandatanganan Letter of Intent (LOI) pembelian 30 pesawat A350 XWB oleh Garuda Indonesia. Pesawat itu akan digunakan untuk mengembangkan medium and long haul network Garuda Indonesia dengan kemampuan untuk terbang non-stop dari Jakarta atau Bali ke Eropa. (http://www.airbus.com/presscentre/pressreleases/press-release-detail/detail/garuda-indonesia-signs-loi-for-30-a350-xwb/)
Di bawah kepemimpinan baru, maskapai penerbangan nasional Garuda Indonesia berbenah. Hasilnya sudah mulai kelihatan. Tahun 2015 Garuda telah membukukan laba. Load factor naik cukup signifikan. Garuda merestrukturisasi rute, mengurangi kursi kelas bisnis, merestrukturisasi tarif, dan memotong berbagai pos pengeluaran.
Perlu diingat, tiga direksi sebelumnya selalu meninggalkan utang di akhir masa jabatan dan penggantinya selalu meminta pertolongan pemerintah menutup utang Garuda dalam bentuk penyertaan modal pemerintah. Semoga direksi sekarang tidak melanjutkan tradisi kurang terpuji itu.
Sejauh ini Garuda hanya punya satu rute ke Eropa, yaitu Jakarta-Amsterdam (Schiphol)-London (Gatwick), pp. Itu pun tidak setiap hari. Sejauh pengalaman penulis, penerbangan rute Eropa tak pernah penuh. Terakhir, Juni lalu, dua kursi di sebelah penulis kosong.
Pernah penulis memohon ke panitia seminar di Belanda agar dipesankan tiket Garuda. Dengan berat hati panitia tidak bisa memenuhi permintaan penulis karena harga tiket Garuda nyaris dua kali lipat lebih mahal dari MAS. Pada kesempatan lain, penulis bertugas keliling beberapa negara Eropa. Lagi-lagi tak menggunakan Garuda karena pertimbangan jauh lebih mahal dari maskapai Emirates yang akhirnya dipilih oleh kantor yang menugaskan penulis.
Garuda kalah bersaing dengan maskapai Timur Tengah (Qatar, Emirates, dan Etihad). Frekuensi penerbangan mereka untuk rute Jakarta-Eropa jauh lebih banyak dari Garuda karena mereka memiliki jaringan mendunia. Pesaing Garuda amat banyak, termsuk maskapai negara-negara tetangga.
Di tengah keterpurukan Eropa agaknya Garuda perlu ekstra hati-hati membuka tambahan rute baru ke Eropa. Gagasan untuk membuka rute ke Amerika Serikat juga perlu pertimbangan matang.
Pertimbangan bisnis harus nomor satu, gengsi nomor dua.
Ada baiknya Garuda memperkuat rute gemuk ke Timur Tengah. Jamaah umroh yang sekitar 5.000 orang sehari perlu digarap serius. Jika A350 cocok untuk rute Timur Tengah, silakan pesan. Namun, kalau untuk ekspansi ke rute Eropa, rasanya harus berpikir panjang, setidaknya untuk lima tahun ke depan.
Rute domestik juga masih cukup besar potensinya untuk dikembangkan. Meningkatkan pangsa pasar domestik merupakan tantangan besar.
Kalau Garuda dipaksa oleh oknum penguasa, jajaran direksi harus berteriak agar tidak lagi terbebani di masa mendatang yang akhirnya seluruh rakyat yang menanggungnya.
Makasih bang ulasannya ttg ini 🙂 mudah2an didengar utk jgn hanya mempertimbangkan gengsi
Bang.., suatu masukan yang bagus u manajemen Garuda.. mungkin akan lebih terbuka jika Faisal menambahkan fakta angka dari segi proyeksi biaya & keuntungan, semoga Bang Faisal berkenan..
Terima kasih banyak. Saya cuma mampu dari sisi makro dan pengalaman sebelumnya.