Penentuan Harga Premium Makin Ngawur

6 komentar

Dirjen Migas Kementerian ESDM mengatakan harga bensin premium bulan Agustus harusnya Rp 8.600 per liter (http://detik.id/64xdZX). Dirjen mengklaim itu harga keekonomian. Tak jelas apa definisi harga keekonomian itu.

Tak sampai seminggu lalu Pertamina mengaku begini: “Kalau dihitung dengan harga minyak dan kurs sekarang, harga aslinya Pertalite Rp 8.700/liter, tapi karena ini harga promo kita jual Rp 8.400/liter,” kata Direktur Pemasaran Pertamina, Ahmad Bambang, ditemui di SPBU Abdul Muis, Tanah Abang, Jakarta Pusat, Jumat (24/7/2015) [Sumber: http://detik.id/64xdZX]. Apakah harga asli yang diklaim Direktur Pertamina adalah harga keekonomian sebagaimana diklaim Dirjen Migas? Entahlah. Setiap pihak dengan mudahnya mengklaim harga keekonomian yang berbeda-beda.

Beda harga antara ucapan Dirjen Migas dan Direktur Pemasaran Pertamina hanya Rp 1.00. Padahal Rp. 8.600 itu harga premium (RON 88), sedangkan Rp 8.700 itu harga Pertalite (RON 90).

Pada 25 Juli lalu saya menulis di blog ini “Pertalite dan Nasib Harga BBM Bersubsidi Ketika Harga Minyak Melorot” (http://wp.me/p1CsPE-19R). Pernyataan Dirjen Migas di atas semakin memperkuat konstatasi bahwa Pemerintah tidak akan menurunkan harga premium pada bulan Agustus walaupun harga minyak mentah rerata bulanan sudah dua bulan turun.

Harga keekonomian versi pemerintah diperoleh dari harga pokok (HP) ditambah PPN (10%) ditambah PBBKB (5%)

  • HP RON 88 = 0.9842 * MOPS Mogas 92 + Alpha

Ada tiga masalah mendasar dengan rumus ini. Pertama, koefisien 0,9842 diperoleh dari data dan asumsi masa lalu yang sudah tidak mencerminkan keadaan sebenarnya. Kedua, MOPS Mogas 92 adalah harga pasar, bukan harga perolehan sebenarnya. Pertamina mengklaim telah banyak menghemat pengadaan minyak dan BBM setalah tidak lagi ditangani PES, anak perusahaan Petral yang beroperasi di Singapura. Penghematan lebih 1 dollar AS sepatutnya dialirkan ke publik. Jadi, yang seharusnya jadi acuan adalah harga transaksi oleh Pertamina, bukan harga MOPS.

Ketiga, komponen Alpha selalu berubah setiap pemerintah menentukan harga baru untuk BBM bersubsidi. Jadi, harga “keekonomian” versi pemerintah tidak didasarkan pada formula yang stabil. Setiap perubahan tidak dilandasi oleh hujah yang kuat. Lobby sangat berperan.

Amat disayangkan kalau kebijakan pemerintah terkesan coba-coba dan semakin tidak transparan.

Baru-baru ini pemerintah kembali coba-coba. Evaluasi harga BBM bersubsidi untuk kesekian kali diubah, dari setiap bulan menjadi setiap dua mingu, lalu balik lagi setiap bulan, kemudian setiap 3 bulan, dan terakhir bakal setiap 6 bulan. Mengapa pemerintah membuat sulit diri sendiri, membuat dirinya semakin tidak luwes, dan menutup kemungkinan memanfaatkan momentum perubahan. Toh bisa saja melakukan evaluasi bulanan dengan menetapkan tidak ada perubahan harga sama sekali. Kalau perekonomian sedang tertekan dan harga-harga kebutuhan pokok sedang melonjak, bukankah penurunan harga BBM jika harga minyak sedang anjlok bisa menjadi darah segar buat perekonomian untuk menjaga kestabilan.

Kalau penetapan harga per 1 Agustus 2015 dilakukan berdasarkan evaluasi per enam bulan, berarti mengacu pada harga rerata selama enam bulan sebelumnya (Februari-Juli). Menurut Dirjen Migas, per enam bulan itulah yang menghasilkan harga terendah (Rp 8.200 per liter untuk premium). Anehnya mengapa tidak ada opsi evaluasi per satu atau dua bulan sehingga kemungkinan besar bisa memperoleh harga lebih rendah. Evaluasi enam bulanan yang menghasilkan harga terendah toh hanya berlaku untuk tahun ini. Bukankah harga berfluktuasi dari tahun ke tahun? Sekedar informasi, evaluasi 6 bulanan juga menggunakan kurs rerata selama enam bulan terakhir. Lihat http://www.migas.esdm.go.id/post/read/penetapan-harga-bbm–opsi-periode-6-bulan-paling-stabil.

Janganlah belum apa-apa sudah memberikan sinyal tidak akan menurunkan harga BBM bersubsidi. Berikanlah sedikit keleluasaan bagi dunia usaha dan masyarakat agar bisa bernafas lebih panjang di tengah berbagai tekanan dari segala arah yang kian berat. Bukankah kewajiban pemerintah untuk menjaga stabilitas perekonomian dan memberikan asupan bergizi ketika perekonomian sedang mengalami banyak tekanan?

6 comments on “Penentuan Harga Premium Makin Ngawur”

  1. pemerintah sedang mengajari rakyatnya apa arti sedekah itu pak faisal,membantu orang itu banyak pahalanya….

    *dan cuma di indonesia rakyatnya sedekah ke perusahaan yg mau bangun gedung tinggi dan masuk fortune100….nguehehehe

  2. Apakah ini hanya akal2an Pemerintah utk dapat duit banyak yg tidak transparan? Gmn klo RON Pertalite ini kurang terkontrol mutunya? Perlu ada audit secara berkala dan acak thd bisnis premium dan pertalite ini, oleh lembaga auditor QC/QA independen yg jujur.

  3. Bang Faisal… kayaknya itu terkait tingkat kompetensi dan kapabilitas pejabat he he he…

  4. rakyatnya belum siap pak. wlo saya setuju dg skema perubahan harga BBM yg dilakukan sebulan sekali tp rawan sekali muncul gejolak d masyarakat.

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.