faisal basri

wear the robes of fire — kesadaran nurani dan akal sehat


  • Cokro TV— The One

    Nama Faisal Basri tersohor sebagai seorang ekonomi kenamaan di Indonesia. The One kali ini mengulas sosok Faisal Basri, mulai dari kiprahnya hingga aktivismenya bersama Ade Armando. Saksikan selengkapnya di The One hanya di Cokro TV —Redaksi Cokro TV

    Selengkapnya bisa diunduh di sini


  • Pandemik COVID-19 sangat memukul usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). Pada awal Mei saja, Kementerian Ketenagekerjaan melaporkan sudah 316 ribu pekerja informal terdampak pandemik COVID-19. Tak terbilang jumlah UMKM yang mengalami kemerosotan omzet dan gulung tikar.

    Perhatian pemerintah sangat besar terhadap UMKM ini. Ratusan triliun rupiah dialokasikan untuk membantu UMKM sebagaimana terlihat pada bagian kiri bawah peraga. Paket bantuan terbesar berupa penempatan dana untuk restrukturisasi senilai Rp78,8, triliun. Subsidi bunga menempati urutan kedua senilai Rp35,3 triliun. Selebihnya dalam bentuk belanja imbal jasa penjaminan (IJP) sebesar Rp5,0 triliun, penjaminan untuk modal kerja (stop loss) sebesar Rp1 triliun, PPh final UMKM ditanggung pemerintah (DTP) sebanyak Rp2,4 triliun, dan pembiayaan investasi untuk koperasi melalui LPDB KUMKM senilai Rp1 triliun.

    Populasi UMKM berjumlah lebih dari 64 juta unit usaha. Hampir semua (98,7 persen) adalah usaha mikro.

    Hampir mustahil membantu seluruh UMKM. Ada baiknya pemerintah mengelompokkan UMKM berdasarkan tingkat kesulitan yang dihadapi. Cara yang paling sederhana namun sangat membantu adalah dengan mengukur dampak dari pandemik COVID-19 terhadap usaha mereka dan tingkat kesulitan keuangan yang dihadapi.

    UMKM yang mengalami dampak berat akibat pandemik COVID-19 dan mengalami kesulitan atau risiko keuangan yang tinggi belum perlu dana restrukturisasi kredit. Yang mereka butuhkan adalah bertahan hidup. Oleh karena itu, yang mereka butuhkan adalah bantuan langsung tunai (BLT) untuk bertahan hidup sehari-hari.

    UMKM di kelompok kiri-atas sangat boleh jadi membutuhkan restrukturiasi kredit dan tambahan suntikan modal kerja. Kelompok ini tidak mengalami kesulitan dalam mengakses pasar.

    Kelompok ketiga adalah yang tidak begitu mengalami kesulitan keuangan dan terdampak ringan akibat COVID-19. Mereka tidak butuh restrukturisasi kredit. Yang mereka butuhkan adalah suntikan atau tambahan modal kerja dan kredit investasi.

    Kelompok terakhir adalah yang mengalami masalah keuangan ringan namun terdampak berat akibat COVID-19. Boleh jadi mereka butuh akses pasar. Jika terbuka akses pasar, mereka butuh tambahan modal kerja.

    Bagi UMKM yang telah berhubungan dengan perbankan, pengkasifikasian di atas lebih mudah. Serahkan saja pengidentifikasian kepada perbankan. Jangan hanya terbatas pada bank BUMN. Beberapa bank swasta dan bank syariah lebih akrab dengan UMKM, seperti Bank Syariah Mandiri dan Bank BTPN (umum maupun syariah). Sejumlah P2P Lending dapat pula berpartisipasi, terutama yang mayoritas kreditnya untuk usaha produktif. Demikian juga ojek online yang sudah memiliki mitra ratusan ribu atau bahkan jutaan UMKM di seluruh Indonesia.

    UMKM di sektor pertanian memerlukan penanganan tersendiri. Para petani membutuhkan uluran tangan, terutama di subsektor tanaman pangan yang pada triwulan I-2020 mengalami kontraksi sangat dalam sebesar 10,3 persen.


  • Ada kebangkrutan, ada pabrik yang ditutup, pengurangan jam kerja, PHK di mana-mana, setelah itu angka pengangguran meningkat kemudian membuat ekonomi lesu. Itu adalah gambaran sekaligus ancaman resesi yang kemungkinan akan dihadapi Indonesia di tengah masa pademi COVID-19, saat ini.⁣

    Resesi akan terjadi saat pertumbuhan ekonomi mengalami penurunan selama dua triwulan berturut-turut. Kondisi ini sedang dihadapi Indonesia. Di kuartal II, pertumbuhan ekonomi Indonesia tercatat negatif 3,5%-5,1%, sementara di kuartal III juga diprediksi akan mengalami hal serupa.⁣

    Apa yang harus kita dan negara lakukan agar bisa bertahan di tengah resesi? Jawabannya ada di video ini, ya!⁣

    –Narasi Newsroom

    Selengkapnya silakan tengok di sini


  • 19 Juli 2020

    Pandemi Covid-19 terus berlanjut yang menghadapkan Indonesia kepada Resesi Ekonomi. Ancaman resesi ini menghantui berbagai neegara termasuk negara kita. Pelemahan ekonomi dalam dua kuartal berturut-turut semakin jelas didepan mata. Negara tetangga, Singapura sudah kena dampaknya. Hal ini harus diantisipasi oleh Pemerintah melalui berbagai strategi anggaran, kebijakan dan stimulus ekonomi. Indonesia harus berjuang untuk tidak masuk kedalam jurang resesi. Bagaimana kekuatan fundamental ekonomi dan seberapa kuat perekonomian Indonesia? CNN Indonesia Prime News membahasnya bersama Faisal Basri Ekonom Senior Universitas Indonesia, Yustinus Prastowo Staff Khusus Kementerian Keuangan dan Rosan Roeslani Ketua Umum Kadin.

    Narasumber: Faisal Basri Ekonom Senior Universitas Indonesia Yustinus Prastowo Staff Khusus Kementerian Keuangan Rosan Roeslani Ketua Umum Kadin.

    Selengkapnya bisa disaksikan di sini


  • Cokro TV | Ekonomi Politik Faisal Basri | Episode 17

    Menurut Ekonom Faisal Basri, saat ini rakyat lebih butuh bantuan daripada sembako. Apa yang mendasari klaim tersebut? Simak selengkapnya di Ekonomi Politik Faisal Basri hanya di Cokro TV.–Redaksi Cokro TV

    Pembahasan seutuhnya bisa ditengok di sini.

    Versi tulisan dengan judul Bantuan Tunai Lebih Baik Ketimbang Paket Sembako telah hadir sebelumnya di blog ini.


  • 🕐 Diperbarui 18 Juli 2020 pk.00:18.

    Ekonomi Singapura sudah memasuki fase resesi karena dua triwulan berturut-turut mengalami kontraksi alias pertumbuhan produk domestik bruro (PDB) negatif. Pada triwulan kedua (April-Juni) 20202 pertumbuhan PDB Singapura terjun bebas, memecahkan rekor baru, merosot 41,2 persen dibandingkan triwulan I-2020. Sektor konstruksi yang menjadi andalan Singapura praktis tak bergerak akibat menciut (kontraksi) sebesar 95,6 persen. Jika dibandingkan dengan triwulan yang sama tahun lalu (year-on year) kemerosotan ekonomi Singapura hanya 12,6 persen. Walaupun lebih rendah dibandingkan dengan perhitungan (quarter-to quarter), kemerostan dua digit itu tetap saja mencerminkan kemerosotan yang cukup dalam.

    Apakah Indonesia bakal mengalami derita sangat dalam seperti Singapura? Insya Allah tidak.

    Yang sangat kontras adalah peranan ekspor barang dan jasa dalam PDB di Singapura sangat tinggi, bahkan juah lebih besar dari PDB, yaitu 174 persen. Mengapa ekspor lebih besar dari PDB, padahal ekspor adalah salah satu komponen dari PDB? Karena Singapura adalah negara transhipment dan menjadi hub dari negara-negara tetangganya termasuk Indonesia.

    Tidak lengkap kalau hanya menggunakan data ekspor. Kita harus membandingkannya dengan data impor. Kalau impor turun proporsional dengan ekspor, efek netonya nol. Tapi untuk kasus Singapura porsi impor dalam PDB –walaupun juga tinggi–lebih rendah dari porsi impor, yaitu 146 persen. Jadi efek netonya negatif terhadap pertumbuhan.

    Indonesia beruntung. Peranan ekspor barang dan jasa relatif rendah dan jauh lebih rendah dari Singapura, hanya 18,4 persen. Sementara itu, peranan impor hampir sama dengan peranan ekspor, yaitu 18,9 persen. Kebetulan juga impor merosot lebih dalam dari impor. Jadi kemerosotan perdagangan luar negeri (ekspor dan impor) justru positif buat pertumbuhan ekonomi sehingga memberikan sumbangsih dalam meredam kemerosotan pertumbuhan.

    China adalah salah satu dari segelintir negara yang sejauh ini belum tersentuh oleh resesi, padahal negeri ini adalah yang pertama mengalami hantaman coronavirus yang sempat memopakporandakan global supply chains. Padahal China adalah pengekspor terbesar di dunia dan pengimpor terbesar kedua di dunia. Sedemikian hebatnya China dalam perdagangan dunia, namun peranan ekspor dan impor dalam PDB-nya relatif sangat kecil. Ekspor hanya menyumbang 18,4 persen (persis sama dengan Indonesia) dan impor 17,3 persen. Yang membedakan, ekspor neto China masih positif sedangkan eskpor neto Indonesia negatif (porsi impor lebih tinggi dari porsi ekspor).

    Beberapa negara tetangga dekat kita di ASEAN lebih terpukul ketimbang Indonesia. Malaysia dan Thailand, misalnya, diprediksi mengalami kontraksi karena peranan perdagangan luar negerinya relatif tinggi dan jauh lebih tinggi dari Indonesia tetapi jauh lebih rendah dari Singapura. Peranan ekspor dan impor di Malaysia masing-masing 65 peren dan 58 persen; sedangkan di Thailand 60 persen dan 51 persen. Vietnam, meskipun peranan ekspor dan impornya tiga digit (di atas 100 persen), diperkirakan terhindar dari resesi atau masih bisa tumbuh positif karena ditopang oleh investasi yang tidak anjlok tajam dan konsumsi rumah tangga serta konsumsi pemerintah yang masih tumbuh positif.

    Trasksi perdagangan Indonesia selalu terbantu jika dunia mengalami resesi maupun tatkala perekonomian Indonesia mengalami tekanan berat. Bahkan membuat current account berbalik menjadi surplus seperti pascakrisis 1998. Sayang Indonesia tak kunjung belajar dari krisis-krisis sebelumnya, tak bisa mempertahankan surplus akun lancar ini.

    Jadi, tumpuan Indonesia agar terhindar dari krisis lebih dalam adalah belanja pemerintah dan menahan laju penurunan konsumsi rumah tangga yang merupakan penopang utama perekonomian dengan sumbangan dalam PDB sebesar 57 persen. Investasi yang merupakan penyumbang terbesar kedua tidak bisa diandalkan karena dunia usaha fokus mempertahankan produksi yang ada. Berbagai macam bantuan kepada masyarakat yang rentan dari dampak COVID-19 berupa bantuan langsung tunai, Program Keluarga Harapan (PKH) yang yang dinaikkan nilai bantuannya dan diperluas jumlah penerimanya serta paket bantuan lainnya sungguh sangat membantu menopang daya beli masyarakat.

    Pertumbuhan ekonomi Indonesia masih positif pada triwulan I-2020. Hampir bisa dipastikan pada triwulan II-2020 akan mengalami kontraksi. Kalau COVID-19 bisa segera dijinakkan, kita berpeluang tidak mengalami resesi karena pertumbuhan triwulan III-2020 masih ada kemungkinan positif kembali. Namun, separah-parahnya tekanan yang bakal kita hadapi, agaknya resesi tidak akan sedalam Singapura dan beberapa negara tetangga. Masih ada waktu menyiapkan beragam amunisi.

    [Catatan: semua data adalah untuk tahun 2019, kecuali dinyatakan lain.]


  • Untuk membantu penduduk terdampak COVID-19 yang paling rentan, pemerintah menyalurkan paket sembako senilai Rp43,6 triliun. Ada lagi pos logistik/pangan/ sembako senilai Rp25 triliun. Jadi, setidaknya bantuan berupa nontunai senilai Rp68,6 triliun.

    Dana hampir Rp70 triliun itu bisa lebih tepat sasaran jika dikonversi dalam bentuk uang tunai.

    Pertama, kebutuhan setiap keluarga berbeda-beda. Beras dan gula tidak cocok untuk penderita diabetes. Keluarga yang memiliki bayi atau anak balita bisa membeli susu jika diberikan uang tunai. Penerima lainnya lebih leluasa memilih barang yang hendak dibelinya sesuai kebutuhan. Keleluasaan memilih sirna karena isi paket sembako sama untuk seluruh penerima bantuan. Menurut teori mikroekonomi, pilihan yang lebih banyak akan memberikan kepuasan lebih tinggi ketimpang bantuan barang.

    Kedua, uang tunai bisa dibelanjakan di warung tetangga atau di pasar rakyat/ tradisional, sehingga perputaran uang di kalangan pengusaha kecil, mikro, dan ultra-mikro bertambah secara signifikan, menambah panjang nafas mereka yang sudah tersengal-sengal diterpa wabah pandemik COVID-19. Maslahat yang diterima mereka lebih merata ketimbang lewat pengadaan terpusat.

    Ketiga, pengadaan sembako yang terpusat membutuhkan ongkos tambahan seperti untuk transportasi, pengemasan, petugas yang terlibat, serta beragam biaya administrasi dan pelaporan. Akibatnya penerima tidak memperoleh penuh haknya, tidak sebanyak dana yang dialokasikan.

    Semoga pemerintah segera mengoreksi mekanisme pemberian bantuan.


  • Ekonom senior, Faisal Basri saat menghadiri acara CNBC Indonesia Economic Outlook 2019. (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
    Foto: Ekonom senior, Faisal Basri saat menghadiri acara CNBC Indonesia Economic Outlook 2019. (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

    NEWS – Cantika Adinda Putri, CNBC Indonesia 11 July 2020 10:35

    Jakarta, CNBC Indonesia – Ekonom Senior Faisal Basri memandang sense of crisis di tengah pandemi sepenuhnya adalah tanggung jawab Presiden Joko Widodo (Jokowi), pemotongan anggaran di sejumlah kementerian masih belum imbang.

    Menurut Faisal, pemerintah semestinya bisa untuk memangkas anggaran Kementerian Pertahanan di bawah kepemimpinan Prabowo Subianto lebih signifikan lagi.

    “Sense of crisis ini tanggung jawab Jokowi. Kenapa pemerintah memotong anggaran pertahanan tak signifikan. Hari gini [di tengah krisis pandemi covid-19], Kementerian Pertahanan satu-satunya yang memiliki anggaran di atas Rp 100 triliun,” jelas Faisal Basri dalam diskusi virtual, Jumat (10/7/2020) malam.

    Untuk diketahui, untuk memenuhi kebutuhan strategisnya dalam menjaga keamanan NKRI, di dalam APBN 2020, Kementerian Pertahanan mendapatkan alokasi anggaran APBN terbesar di tahun 2020, yakni sebesar Rp 131 triliun, angka ini meningkat dari anggaran tahun lalu yang sebesar Rp 110 triliun.

    Kemudian dalam kebijakan pemerintah refocusing anggaran, anggaran Menhan Prabowo, berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2020 Tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2020, Anggaran Kemenhan kini menjadi Rp 117 triliun.

    “Jadi mau pakai kebijakan apapun, defisitnya dinaikkan itu seperti menaruh air di ember yang bolong, bocor terus,” jelas Fasial.

    Adapun untuk tahun anggaran 2021, Prabowo untuk Kemenhan telah mengajukan alokasi anggaran sebesar Rp 129,3 triliun. Nilai pagu anggaran Menteri Prabowo tersebut terungkap dalam Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEMPPKF) Tahun 2021 yang bertajuk Percepatan Pemulihan Ekonomi dan Penguatan Reformasi.

    Tertulis di dalam dokumen tersebut, pagu indikatif Kementerian Pertahanan TA 2021 adalah sebesar Rp 129,3 triliun.

    Secara rinci, dokumen tersebut menjelaskan bahwa alokasi anggaran tersebut antara lain bersumber dari rupiah murni Rp113,1 triliun (87,5%), pagu penggunaan PNBP Rp2,1 triliun (1,6%), pagu penggunaan BLU Rp3,1 triliun (2,4%), dan SBSN Rp900 miliar (0,7%).

    Kementerian Pertahanan beralasan anggaran tersebut akan digunakan untuk mendukung pencapaian target prioritas pembangunan nasional bidang pertahanan.

    Adapun, program-program tersebut meliputi program penggunaan kekuatan, program modernisasi alutsista dan non-alutsista dan sarana dan prasarana pertahanan, program pembinaan sumber daya pertahanan dan program profesionalisme dan kesejahteraan prajurit.

    Sumber: Diunduh dari https://www.cnbcindonesia.com/news/20200711103209-4-171881/anggaran-menteri-prabowo-dan-ember-bocor

    Tambahan data dari penulis:


  • Gambar

    Pada 9 Juni 2020, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggelar webinar bertajuk ” Memahami Oligarki, Aspek Ketatanegaraan, Ekonomi, dan Politik Pemberantasan Korupsi.”

    Terus terang saya tertegun menerima undangan dari KPK, antara percaya dan tak percaya. Terbersit keraguan, jangan-jangan menjelang hari penyelenggaraan bakal dibatalkan mengingat isu yang diangkat tergolong “provokatif” di tengah persepsi publik terhadap KPK yang merosot pasca pelemahan KPK dengan kehadiran Undang-undang KPK yang baru.

    Keraguan saya ternyata luluh dan sirna. Acara berlangsung dengan lancar. Semua pembicara, termasuk Prof. Jeffrey Winters, pengarang buku Oligarki yang telah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia, leluasa menyampaikan pandangannya tanpa pembatasan sama sekali, bahkan mengkriitik KPK sekalipun.

    Semoga KPK bisa terus menjalankan tugasnya yang kian berat dalam memberantas korupsi.

    Isi lengkap acara ini bisa disaksikan di sini.

    Bahan presentasi tersedia di laman KPK.


  • Akibat krisis kesehatan karera pandemik COVID-19, pendapatan negara anjlok. Berdasarkan prediksi terakhir (Perpres No.72/2020), penerimaan negara hanya Rp1.700 triliun, berkurang lebih dari Rp500 triliun dibandingkan dengan APBN 2020 sebesar Rp2.233 triliun. Sebaliknya, belanja negara naik dari Rp2.540 triliun menjadi Rp2.739 triliun. Akibatnya defisit APBN membengkak hampir tiga setengah kali lipat, dari Rp307 triliun menjadi Rp1.039 triliun. Dari hanya 1,76 persen PDB dalam APBN 2020 menjadi 5,07 persen dalam perubahan pertama (Perpres No.54/2020), lalu kian melebar dalam perubahan kedua (Perpres No.72/2020) menjadi 6,34 persen PDB.

    Penyumbang defisit terbesar bukan karena lonjakan belanja negara, khususnya untuk menangani wabah COVID-19. Karena belanja negara hanya naik tak sampai Rp200 triliun, jauh lebih kecil ketimbang kemerosotan pendapatan negara sebesar lebih dari Rp500 triliun.

    Sebetulnya defisit bisa diperkecil jika belanja yang tidak mendesak bisa dipotong lebih besar. Kita sedang mengalami kejadian luar biasa. Tunjukkan sense of crisis yang tinggi. Tak pantas anggaran Kementerian Pertahanan hanya dipangkas Rp9 triliun pada tahun 2020. Seakan-akan masalah sudah sirna tahun ini, tahun 2021 anggaran Kementerian Pertahanan rencananya dinaikkan lagi sebanyak Rp7 triliun menjadi Rp129 triliun. Agak kurang patut di tengah krisis kesehatan justru anggaran Kementerian Pertahanan paling tinggi dan satu-satunya yang di atas Rp100 trilun. Kita tidak bisa menaklukkan COVID-19 dengan persenjataan secanggih apa pun. Puasa sedikitlah setidaknya dalam dua tahun ini. Nanti kalau sudah normal kembali, modernisasi persenjataan, khususnya untuk TNI Angkatan Laut, bisa dipercepat.

    Alokasi untuk Kementerian PUPR juga bisa dipotong lebih dalam. Proyek-proyek fisik cukup banyak yang bisa ditunda, bukan dibatalkan. Utamakan perlindungan atau penguatan sumber daya manusia, hindari pertambahan balita stunting yang masih sangat tinggi dan perbaiki gizi mereka, gencarkan imunisasi DPT dan campak untuk anak-anak di bawah usia satu tahun untuk meningkatkan daya tahan mereka menghadapi berbagai penyakit, lingkungan yang terus memburuk dan kualitas sanitasi yang belum memadai. Cakupan untuk dua jenis imunisasi ini sangat rendah bahkan paling rendah atau kedua terendah di ASEAN.

    Ubah total senarai proyek strategis nasional, karena sejatinya prioritas harus berubah sebelum dan sesudah pandemik COVID-19.

    Tambahan utang yang terlalu banyak dan mendadak bakal menimbulkan berbagai komplikasi serius. Masalah yang belum terselesaikan masih bertumpuk, jangan tambah lagi masalah-masalah baru. Apalagi perilaku business as usual masih sangat kental di kalangan birokrasi dan parlemen. Pemborosan terjadi di mana-mana seperti tercerminkan dari incremental capital-output ratio (ICOR) yang melonjak dan sangat tinggi dalam lima tahun terakhir dan tertinggi sepanjang sejarah serta tertinggi pula di ASEAN. Lihat Musuh Utama Kita: Ekonomi Boros. Survei World Economic Forum memperkuat konstatasi ini. Birokrasi pemerintahan yang tidak efisien menduduki urutan kedua setelah korupsi yang membuat investor pening berbisnis di Indonesia.