Ekonomi Singapura Terjun Bebas, Indonesia Menyusul?

13 komentar

🕐 Diperbarui 18 Juli 2020 pk.00:18.

Ekonomi Singapura sudah memasuki fase resesi karena dua triwulan berturut-turut mengalami kontraksi alias pertumbuhan produk domestik bruro (PDB) negatif. Pada triwulan kedua (April-Juni) 20202 pertumbuhan PDB Singapura terjun bebas, memecahkan rekor baru, merosot 41,2 persen dibandingkan triwulan I-2020. Sektor konstruksi yang menjadi andalan Singapura praktis tak bergerak akibat menciut (kontraksi) sebesar 95,6 persen. Jika dibandingkan dengan triwulan yang sama tahun lalu (year-on year) kemerosotan ekonomi Singapura hanya 12,6 persen. Walaupun lebih rendah dibandingkan dengan perhitungan (quarter-to quarter), kemerostan dua digit itu tetap saja mencerminkan kemerosotan yang cukup dalam.

Apakah Indonesia bakal mengalami derita sangat dalam seperti Singapura? Insya Allah tidak.

Yang sangat kontras adalah peranan ekspor barang dan jasa dalam PDB di Singapura sangat tinggi, bahkan juah lebih besar dari PDB, yaitu 174 persen. Mengapa ekspor lebih besar dari PDB, padahal ekspor adalah salah satu komponen dari PDB? Karena Singapura adalah negara transhipment dan menjadi hub dari negara-negara tetangganya termasuk Indonesia.

Tidak lengkap kalau hanya menggunakan data ekspor. Kita harus membandingkannya dengan data impor. Kalau impor turun proporsional dengan ekspor, efek netonya nol. Tapi untuk kasus Singapura porsi impor dalam PDB –walaupun juga tinggi–lebih rendah dari porsi impor, yaitu 146 persen. Jadi efek netonya negatif terhadap pertumbuhan.

Indonesia beruntung. Peranan ekspor barang dan jasa relatif rendah dan jauh lebih rendah dari Singapura, hanya 18,4 persen. Sementara itu, peranan impor hampir sama dengan peranan ekspor, yaitu 18,9 persen. Kebetulan juga impor merosot lebih dalam dari impor. Jadi kemerosotan perdagangan luar negeri (ekspor dan impor) justru positif buat pertumbuhan ekonomi sehingga memberikan sumbangsih dalam meredam kemerosotan pertumbuhan.

China adalah salah satu dari segelintir negara yang sejauh ini belum tersentuh oleh resesi, padahal negeri ini adalah yang pertama mengalami hantaman coronavirus yang sempat memopakporandakan global supply chains. Padahal China adalah pengekspor terbesar di dunia dan pengimpor terbesar kedua di dunia. Sedemikian hebatnya China dalam perdagangan dunia, namun peranan ekspor dan impor dalam PDB-nya relatif sangat kecil. Ekspor hanya menyumbang 18,4 persen (persis sama dengan Indonesia) dan impor 17,3 persen. Yang membedakan, ekspor neto China masih positif sedangkan eskpor neto Indonesia negatif (porsi impor lebih tinggi dari porsi ekspor).

Beberapa negara tetangga dekat kita di ASEAN lebih terpukul ketimbang Indonesia. Malaysia dan Thailand, misalnya, diprediksi mengalami kontraksi karena peranan perdagangan luar negerinya relatif tinggi dan jauh lebih tinggi dari Indonesia tetapi jauh lebih rendah dari Singapura. Peranan ekspor dan impor di Malaysia masing-masing 65 peren dan 58 persen; sedangkan di Thailand 60 persen dan 51 persen. Vietnam, meskipun peranan ekspor dan impornya tiga digit (di atas 100 persen), diperkirakan terhindar dari resesi atau masih bisa tumbuh positif karena ditopang oleh investasi yang tidak anjlok tajam dan konsumsi rumah tangga serta konsumsi pemerintah yang masih tumbuh positif.

Trasksi perdagangan Indonesia selalu terbantu jika dunia mengalami resesi maupun tatkala perekonomian Indonesia mengalami tekanan berat. Bahkan membuat current account berbalik menjadi surplus seperti pascakrisis 1998. Sayang Indonesia tak kunjung belajar dari krisis-krisis sebelumnya, tak bisa mempertahankan surplus akun lancar ini.

Jadi, tumpuan Indonesia agar terhindar dari krisis lebih dalam adalah belanja pemerintah dan menahan laju penurunan konsumsi rumah tangga yang merupakan penopang utama perekonomian dengan sumbangan dalam PDB sebesar 57 persen. Investasi yang merupakan penyumbang terbesar kedua tidak bisa diandalkan karena dunia usaha fokus mempertahankan produksi yang ada. Berbagai macam bantuan kepada masyarakat yang rentan dari dampak COVID-19 berupa bantuan langsung tunai, Program Keluarga Harapan (PKH) yang yang dinaikkan nilai bantuannya dan diperluas jumlah penerimanya serta paket bantuan lainnya sungguh sangat membantu menopang daya beli masyarakat.

Pertumbuhan ekonomi Indonesia masih positif pada triwulan I-2020. Hampir bisa dipastikan pada triwulan II-2020 akan mengalami kontraksi. Kalau COVID-19 bisa segera dijinakkan, kita berpeluang tidak mengalami resesi karena pertumbuhan triwulan III-2020 masih ada kemungkinan positif kembali. Namun, separah-parahnya tekanan yang bakal kita hadapi, agaknya resesi tidak akan sedalam Singapura dan beberapa negara tetangga. Masih ada waktu menyiapkan beragam amunisi.

[Catatan: semua data adalah untuk tahun 2019, kecuali dinyatakan lain.]

13 comments on “Ekonomi Singapura Terjun Bebas, Indonesia Menyusul?”

  1. Saya pribadi dari lapisan rakyat yg penghasilan pas-pasan berharap demikian bang. Namun saya pribadi pesimis dgn kebijakan yg dijalankan selama ini by pemerintah. Apa yg di ucap cenderung beda dgn pelaksanaan. Masukan dari para ahli seperti bang faisal diabaikan.

  2. Tiap kali membaca tulisan pak Faisal, saya selalu tercerahkan oleh argumennya yang selalu berbasis data. Terimakasih, pak. Saya mau tanya, apakah kriteria resesi itu harus selalu berpatokan pada pertumbuhan kuartal secara year on year, gak boleh quarter to quarter? Terutama kalau ingin mengukur dampak pandemi yg dimulai Desember tahun lalu, bukankah lebih tepat kalau menggunakan patokan pertumbuhan kuartal secara q-t-q daripada y-o-y?

  3. Pak, saya awam di bidang ekonomi tetapi senang melihat artikel ekonomi, pertanyaan yang mengganjal adalah berapakah utang LN yang dibutuhkan untuk menghasilkan 1% PDB? Karena ketika defisit melebar maka secara perhitungan utang yg dibutuhkan semakin besar dengan resiko less bang for a buck.Dapatkah bpk menuliskan hal ini dalam artikel selanjutnya?.

    1. Sebetulnya tak ada hubungan langsung antara pertumbuhan PDB dan utang. Pertumbuhan bergantung banyak faktor. Tapi sederhananya dipengaruhi oleh investasi, baik investasi domestik maupun asing. Investasi di sini adalah yang berbentuk fisik. Jadi investasi di pasar modal tidak termasuk. Investasi bisa dibiayai dengan kredit perbankan, keuntungan, modal sendiri, go public, dan berutang.

  4. Saya sangat suka tulisan Pak Faisal dan analisis Pak Faisal. Terima kasih banyak Pak atas ilmunya. Saya ingin bertanya. Masyarakat masih banyak yang awam dengan istilah resesi dan cenderung takut bahkan panik akan masa depan Indonesia yang akan jatuh lagi seperti masa krisis ’98. Apakah ekspektasi masyarakat ini bisa dikendalikan Pak? Kalau tidak, apakah pertumbuhan Indonesia justru bisa lebih anjlok lagi?
    Terima kasih, Pak Faisal.

    1. Terima kasih banyak.
      Memang bayang-bayang krisis 1998 masih tersisa. Para ekonom termasuk saya berkewajiban menjelaskan kondisi sekarang seperti apa, pengertian resesi, depresi, krisis ekonomi, dan istilah-istilah yang kerap campur aduk. Ekspektuasi masyarakat bisa berubah dengan memperoleh informasi yang sebenarnya. Juga dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah yang efektif. Keterbukaan lebih baik daripada menutupnutupi, yang bisa membuat masyarakat lebih percaya pada rumor.

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.