Prof Mohammad Arsjad Anwar—Kenangan Seorang Murid

2 komentar

Prof Mohammad Arsjad Anwar wafat Senin malam (25 April) dalam usia 85 tahun. Saya diminta oleh Humas FEBUI menyampaikan kesan dan pengalaman berinteraksi dengan Almarhum. Malam itu juga saya selesaikan tulisan ini hingga menjelang subuh. Teramat banyak kenangan. Baru sekelumit yang bisa saya tuliskan sebelum mengantar jasadnya ke pemakaman siang tadi.

***

Saya beruntung menikmati interaksi panjang dengan Prof Mohammad Arsjad Anwar (MAA) sejak 1981 hingga sekarang, terutama sebagai mahasiswa maupun asisten peneliti. Selama empat dasawarsa, tak terbilang ilmu dan kearifan yang telah saya serap dan amalkan dari Prof MAA.

Saya digembleng dari titik nol ketika masuk LPEM akhir tahun 1981 dengan pangkat terendah Junior Research Assistant A. Kala itu Prof MAA adalah Kepala LPEM. Gemblengannya yang paling membekas adalah bagaimana mengumpulkan, mengolah, menyajikan, dan menganalisis data—suatu talenta yang sangat dibutuhkan oleh seorang peneliti pemula. Jika kita melakukan proses itu secara seksama, niscaya insting kita tentang data akan semakin kuat dan membantu untuk menyibakkan makna dan misteri di balik data. Lebih jauh, Prof MAA memahami seluk-beluk pengumpulan data dan metodenya, sehingga ia pun mengetahui secara mendalam kekurangan atau kelemahan data itu. Yang paling fenomenal adalah kemampuannya “merapihkan” data resmi yang dipublikasikan oleh Badan Pusat Statistik sebagaimana tertuang dalam disertasinya. 

Saya teringat pengalaman membantu Prof MAA mengolah data. Instingnya yang kuat dengan mudah mendeteksi kekeliruan atau kecerobohan saya. Serta-merta ia meminta saya menghitung kembali dan memang terbukti saya ceroboh. Sejak itu saya selalu memeriksa dan menghitung berkali-kali sebelum saya serahkan kepada Prof MAA. Jika beliau kurang puas (tak sejalan dengan teori), ia perintahkan mencari sumber data atau cara perhitungan alternatif. Semakin panjang rentang waktu dan semakin banyak data pembanding yang digunakan, kian mudah bagi kita untuk menemukan pola sehingga menghasilkan kesimpulan yang bernas.

Kemampuan itulah yang bakal didapat jika kita mengikuti cara Prof MAA. Sebatas pengetahuan saya, Prof Mohamad Ikhsan dan DR M. Chatib Basri yang paling intens belajar dari Prof MAA. 

Sedemikian piawainya Prof MAA, hasil proyeksi ekonomi berdasarkan modelling yang dilakukan para ekonom andal FEUI belum afdal kalau belum dikonsultasikan kepada Prof MAA. Kemampuan demikian tidak bisa didapat dari buku teks dan perkuliahan. 

Satu lagi yang langka dari Prof MAA adalah kemampuan photographic memory-nya. Selain data ekonomi yang banyak melekat, Prof MAA juga piawai menceritakan dengan rinci sejarah FEUI dan LPEM: siapa nama tamatan pertama FEUI, dekan dan pembantu dekan serta pimpinan lengkap LPEM sejak awal berdiri. Tak pelak, Prof MAA selalu didapuk menceritakan kilas-balik FEUI dan LPEM ketika perayaan hari jadinya.

Lebih setengah abad Prof MAA mengasuh mata kuliah Perekonomian Indonesia. Beberapa tahun saya menjadi salah satu anggota tim pengajar mata kuliah yang dinakhodai oleh Prof MAA dan atau Prof Dorodjatun Kuntjoro-Jakti. Mata kuliah ini wajib untuk semua jurusan dan menjadi bekal terakhir bagi mahasiswa untuk mengenal secara umum perekonomian Indonesia, khususnya bagaimana bertransformasi dari waktu ke waktu.

Ketika terakhir bertemu sebagai sesama Penasihat LPEM (juga Prof Dorodjatun Kuntjoro-Jakti dan DR Darmin Nasution) bersama dengan Pimpinan LPEM di tengah pandemi COVID-19, Almarhum sempat menyampaikan pesan bagi pengelola LPEM dan keprihatinannya terhadap kondisi ekonomi Indonesia. Ia tahu persis kelemahan yang masih melekat dalam perekonomian Indonesia agar terhindar dari middle-income trap.

Sang pengabdi FEUI terlama tanpa jeda itu telah meninggalkan kita—kehilangan amat besar bagi keluarga besar FEBUI. Semoga Almarhum bisa beristirahat dengan tenang dan berbahagia karena dedikasinya telah melahirkan ribuan sarjana, khususnya ekonom, mumpuni. Mendalami masalah sampai ke akarnya, membedah anatomi persoalan, dan konsisten selalu mengedepankan nilai-nilai akademik merupakan warisan Almarhum yang sepatutnya kita jaga dan terus warisi.

Faisal Basri

26 April 2022

2 comments on “Prof Mohammad Arsjad Anwar—Kenangan Seorang Murid”

  1. Selamat pagi, Bapak Faisal Basri, S.E., M.A.

    Perkenalkan saya Ajeng Yustisia selaku Humas Talkshow Hukum Nasional dari Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada.

    Saya bermaksud mengundang Bapak untuk menjadi pembicara pada acara Talkshow Hukum Nasional dengan satu tema utama yaitu “Ibu Kota Nusantara, Menilik Utopia dan Realitanya”. Talkshow Hukum Nasional merupakan sebuah karya mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada yang memberikan wadah ekspresi atas keresahan, pendapat, dan menjadi medium pergerakan mahasiswa Fakultas Hukum di seluruh Indonesia melalui sebuah Talkshow Hukum.

    Pemilihan judul Talkshow Hukum Nasional dilandasi oleh keresahan kami terhadap isu IKN yang sedang marak dibicarakan. Dengan judul ini kami berharap Talkshow ini dapat menjadi wadah bagi masyarakat yang ingin menyampaikan pendapatnya mengenai IKN, memahami berbagai macam pro dan kontra yang lahir dari pemindahan IKN ini, dan menambah wawasan mengenai Pemindahan Ibu Kota Negara.

    Adapun acara Talkshow Hukum Nasional akan diselenggarakan pada:
    hari/tanggal : Sabtu, 16 Juli 2022
    waktu : 09.00 – 17.45 WIB
    tempat : Zoom (Cloud Meeting)

    Apabila Bapak berkenan, kami bermaksud untuk mengundang Bapak dalam acara Talkshow Hukum Nasional Fakultas Hukum UGM.
    Besar Harapan kami untuk mendapatkan pesan balasan serta kabar baik dari Bapak. Atas perhatian Bapak, saya ucapkan terima kasih

    Salam hormat,
    Ajeng Yustisia

Tinggalkan Balasan ke Ajeng Yustisia Batalkan balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.