Harga kedelai untuk penyerahan bulan November 2013 pada hari Selasa (27/8) berada di sekitar 1.380 sen dollar AS. Selama Agustus ini memang harga kedelai naik tajam setelah mencapai titik terendah sekitar 1.160 sen dollar pada awal Agustus.
Tingkat harga kedelai dewasa ini sedikit lebih rendah ketimbang setahun yang lalu. Seperti tabiat harga komoditas pada umumnya, harga kedelai juga berfluktuasi cukup tajam.
Namun, sekarang ini diperparah dengan kemerosotan dollar AS, sehingga harga kedelai dalam rupiah lebih melonjak lagi, melebihi tingkat harga tahun lalu kala kurs masih sekitar Rp 9.500 per dollar AS. Di dalam negeri harga kedelai sekarang adalah yang termahal selama ini (Kompas, 26 Agustus 2013, hal. 18)

Tahun lalu pemerintah berjanji akan menstabilkan harga kedelai dengan operasi pasar. Jika harga kedelai naik, pemerintah akan menjual stok kedelai ke pasar, sebaliknya jika harga turun pemerintah akan membeli kedelai hasil produksi petani. Pemerintah menetapkan harga batas atas dan batas bawah.
Jika mencermati data terinci APBN dari tahun 2005 sampai 2013 ada pos subsidi kedelai tetapi angka yang tertera selalu nol alias nihil. Sangat kontras dengan pembebasan PPnBM untuk mobil yang bakal mencapai triliunan rupiah.
Para pengusaha Industri tahu dan tempe (rasanya tidak elok menyebut mereka sebagai pengrajin sebagaimana lazim dipakai) pada umumnya adalah pengusaha kecil dan menengah. Mereka tak terbiasa melakukan lindung nilai (hedging) atas perubahan harga maupun nilai tukar.
Pemerintah bisa membantu pengusaha tahu-tempe dengan membayar ongkos (fee) untuk transaksi hedging. Dengan begitu pengusaha tahu-tempe terlindungi dari fluktuasi harga kedelai dan kurs rupiah, sehingga bisa lebih tenang berusaha.
Menteri Perdagangan mengklaim stok kedelai mencapai 350.000 ton, cukup untuk memenuhi kebutuhan Oktober. Entah dimana stok itu berada. Menteri Perdagangan hanya mengatakan harga tinggi di tengah stok yang cukup sebagai masalah informasi asimetri (asymmetric information). Lihat Kompas, 27 Agustus 2013, hal. 18. Kalau sudah tahu akar masalahnya seperti itu, mengapa pemerintah tidak bertindak nyata untuk mengatasinya. Kasihan pengusaha tahu-tempe, kasihan rakyat yang kebutuhan proteinnya mengandalkan pada tahu dan tempe.
Konsep pemerintah untuk mengelola stok kedelai ratusan ribu ton perlu ditinjau ulang. Ongkos pengelolaan stok cukup mahal, bisa mencapai ratusan miliar rupiah. Belum lagi potensi penyelewengan.
Di zaman modern ini, pengguna kedelai atau pemerintah tak perlu menimbun kedelai dan mengelola stok ratusan ribu ton. Biarkan stok berada di gudang-gudang pedagang. Yang penting pengguna bisa mendapatkannya kapan saja dan berapa saja sesuai dengan kontrak penyerahan kemudian yang dilengkapi dengan instrumen hedging.
Dengan cara modern membantu petani tak perlu uang banyak. Jauh lebih mahal dengan manajemen stok ketimbang membantu petani dengan hedging.
Bulog atau PT PPI (persero) bersama-sama dengan asosiasi pengguna kedelai bisa merealisasikannya dengan cepat.