Suatu negara mengalami perangkap pendapatan menengah (middle-income trap) jika sudah berada di kelompok pendapatan menengah berdasarkan ukuran pendapatan per kapita, tetapi tak kunjung menembus ke kelompok pendapatan tinggi.
Bank Dunia mengelompokkan perekonomian menurut kelompok pendapatan dengan menggunakan Gross National Income (GNI) per kapita tahun 2012 yang dihitung berdasarkan World Bank Atlas method. Pengelompokannya adalah sebagai berikut: berpendapatan rendah, $1,035 atau kurang; berpendapatan menengah bawah, $1,036 – $4,085; berpendapatan menengah atas, $4,086 – $12,615; dan berpendapatan tinggi, $12,616 atau lebih.[i]
Indonesia masih berada di kelompok pendapatan menengah-bawah (lower-middle income), sehingga masih ada waktu cukup lama untuk mempersiapkan diri membangun fondasi yang kokoh agar terhindar dari middle-income trap.
Perekonomian Asia Timur yang telah berhasil masuk ke kelompok negara berpendapatan tinggi adalah Singapura, Hong Kong, Korea, dan Taiwan. Sementara itu, negara-negara di Amerika Latin masih mengalami middle-income trap.
Menurut Asian Development Bank (ADB), ciri-ciri negara yang masuk perangkap middle-income trap adalah: (1) nisbah investasi (investment to GDP ratio) rendah, (2) pertumbuhan industri manufaktur rendah; (3) diversifikasi industri terbatas; dan (4) kondisi pasar kerja buruk.[ii]
Negara-negara Amerika Latin tak berhasil mengatasi ciri pertama, sebaliknya negara-negara Asia Timur yang tak mengalami middle-income trap memenuhinya. Berdasarkan ciri pertama ini, tampaknya China juga akan memenuhinya.
Indonesia mengalami peningkatan terus menerus nisbah investasi terhadap produk domestik bruto (PDB) sejak tahun 2003 dan menembus 30 persen sejak 2009. Jika yang telah tercapai bisa dipertahankan, Indonesia berpeluang tak mengalami middle income trap. Satu saja persyaratannya, yaitu bagaimana meningkatkan kualitas investasi. Sejauh ini porsi mesin yang diimpor (imported machinery) dalam pembentukan modal tetap bruto (gross fixed capital formation) masih sangat terbatas, hanya sekitar seperempat dari yang berupa bangunan. Peningkatan kemampuan industri barang modal dalam negeri juga mejadi kuncinya. Jika tidak, kita akan mengalami masalah kesimbangan eksternal, karena impor barang modal dan bahan baku/penolong bakal menggerus cadangan devisa.
Melihat gambaran di atas, amat berat tantangan yang dihadapi Indonesia supaya tak mengalami middle-income trap. Walaupun demikian, cukup banyak potensi yang bisa digerakkan untuk melaju. Salah satu yang terpenting adalah berpijak pada kekuatan luar biasa yang kita miliki, yaitu jatidiri sebagai negara maritim.
Kita tau masalah yg dihadapi, tapi tidak pernah mampu (atau mau) menyelesaikannya. Cenderung melihat jangka pendek.
Jika semakin banyak yang mengingatkan dan suarakan lebih lantang, kekuatan elitis lama kelamaan akan terkikis, dan perubahan jadi keniscayaan. Ari, terima kasih banyak, telah singgah di sini. Mohon maaf lahir batin.
Kalau konsumsi masih tinggi dan investasi relatif berkembang, bukankah perekonomian masih bisa dibilang sehat Pak? Terlebih lagi pemerintah kita tidak punya mekanisme transfer payment yang besar seperti Australia atau Jerman, jadi konsumsi itu bisa dibilang memang dari return atas faktor produksi dan investasi juga berasal dari profit sektor privat. Mohon koreksi jika saya salah. Masih awam soal makroekonomi.
Bang Faizal… Widget untuk fasilitas email berlagganan.. apakah bisa di pasang? Saya kira.. pasti banyak yang ingin berlangganan update dari weblog ini langsung ke email masing-masing..
Saya awam sekali. Kalau bisa bermanfaat buat lebih banyak orang, boleh juga. Caranya bagaimana?
Bung Faisal bisa coba cara seperti yang saya lakukan:
http://rencanatrading.com/2013/08/18/berlangganan-update-via-email-dan-bagaimana-cara-membuatnya/
Kalau misalnya masih perlu bantuan… saya bisa dihubungi di 08111268889.
Wassalam,
Tommy