faisal basri

wear the robes of fire — kesadaran nurani dan akal sehat


  • Data per 9 Maret pk.11:44.

    Wabah coronavirus (COVID-19) terus menjelajah ke seantero penjuru dunia. Jejaknya telah hadir di setiap benua kecuali Antartika. Hingga Senin siang (9/3), lebih dari 110 ribu jiwa di 109 negara telah terjangkit virus yang asal muasalnya dari Wuhan, China.

    Coronavirus jauh lebih dahsyat dari SARS yang terjadi pada 2002-2003. Dampaknya terhadap perekonomian dunia juga demikian.

    Perekonomian China dalam kancah dunia tahun 2003 belum seberapa. Sekarang China sudah menjelma sebagai kekuatan ekonomi terbesar kedua di dunia.

    Kecepatan penularan kini telah bergeser dari China ke luar China. Lebih dari seperempat yang pernah dan masih terjangkit berada di luar China, terbanyak di Italia. Selain terbanyak, Italia juga menjadi negara yang tercepat penambahan penderitanya dan terbanyak jumlah kematiannya di luar China. Di Asia, Iran terbanyak merenggut nyawa dan tercepat penambahan korban tertular.

    Data 9 Maret sementara.
    .Source: worldometer.info

    Senin (8/3) sejauh ini tercatat sebagai hari paling mematikan dengan jumlah 228 orang wafat. Rekor sebelumnya, 158 orang, terjadi pada 23 Februari.

    Data 9 Maret sementara
    Source: worldometer.info

    Sejauh ini tak ada yang bisa memperkirakan berapa banyak lagi negara yang bakal dijamah coronavirus dan hingga kapan bakal mereda atau sirna dari muka bumi. Obat mujarabnya pun belum tersedia.

    Sampai hari Senin (9/3), berdasarkan pengumuman resmi pemerintah, korban yang positif terjangkit coronavirus di Indonesia hanya enam orang. Cara pemerintah menangani wabah coronavirus sangat buruk. Setiap pejabat tinggi seenaknya mengeluarkan komentar dan kebijakan. Sudah saatnya Presiden sebagai commander in chief menertibkan dengan keras jajaran di bawahnya. Karena, yang sedang kita hadapi mirip dengan perang.

    Gambar

    Segala daya upaya harus mengutamakan agar penularan tidak meluas. Celah sekecil apa pun harus ditutup, Kemungkinan munculnya cluster baru harus diantisipasi dan diisolasi agar terkendali dan tidak meluas.

    Anggaran harus diprioritaskan bagi pengadaan perlengkapan dan alat pendeteksi dini dan pengujian menyeluruh serta penguatan tenaga medis yang cakap serta penyediaan informasi yang lebih rinci dan akurat. Semua itu bertujuan untuk meyakinkan masyarakat bahwa pemerintah mampu mengendalikan wabah coronavirus, sehingga tidak menimbulkan kepanikan.

    Strong public health response adalah kunci untuk menjaga kepercayaan masyarakat dan kredibilitas pemerintah.

    Jangan buat kebijakan yang justru berpotensi meningkatkan penyebaran wabah. Jangan mengambil langkah tanpa pemahaman mendalam atas peta persoalan dan tanpa berdasarkan data.

    Kebijakan pemerintah memberikan diskon tiket pesawat terbang serta pembebasan pajak hotel dan restoran bukanlah kebijakan yang tepat. Tanpa diskon pun tarif tiket pesawat dan hotel sudah dicukur habis-habisan oleh pengusaha. Tanpa dikomandoi pun, mereka sudah banting harga. Alihkan saja dana ratusan miliar itu untuk pengadaan peralatan, perlengkapan, dan pelatihan kilat bagi tenaga medis dan rumah sakit. Dana pengganti untuk daerah dari penghapusan pajak hotel dan restoran bisa dialokasikan untuk memperkokoh kapasitas daerah dalam menghadapi wabah, karena merekalah garda terdepan dalam memerangi coronavirus.

    Silakan saja Bank Indonesia menurunkan bunga acuan, tetapi jangan berharap banyak bakal berdampak signifikan.

    Identifikasilah kebijakan-kebijakan yang bisa meredam dampak negatif dari gangguan rantai pasokan akibat kesulitan penyediaan bahan baku dan komponen. Jika ada celah mengisinya dari produk lokal, genjotlah! Ini momentum bagus untuk memajukan industri dalam negeri, bahkan untuk mengisi celah pasar ekspor.

    Dunia dibikin limbung oleh kehadiran coronavirus. Perekonomian dunia kian tidak menentu. Pasar finansial dunia goncang. Senin siang (9/3) harga minyak terjun bebas.

    Harga 9 Maret pk.12:31.
    Sumber: Wall Street Journal.

    Antisipasilah dengan seksama dampak negatif bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia.

    Bloomberg menghitung dampak coronavirus terhadap kemerosotan pertumbuhan ekonomi berbagai negara dengan mengedepankan empat skenario.

    Skenario pertama, sebatas pukulan besar kepada China dan menyebar ke seluruh dunia. Jika ini yang terjadi, pertumbuhan ekonomi Indonesia akan tertekan sebesar 0,3 persen dari perkiraan baseline tanpa kehadiran coronavirus.

    Skenario kedua (wabah menyebabkan disrupsi yang terlokalisir) tidak mencantumkan dampaknya terhadap Indonesia.

    Untuk skenario ketiga (penularan yang menyebar luas), pertumbuhan ekonomi Indonesia akan terpangkas sebesar 2,8 persen. Jika kita menggunakan baseline sebesar 5,0 persen untuk tahun 2020 sebagaimana diprediksi oleh Dana Moneter Internasional (IMF), maka pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini bakal hanya 2,2 persen.

    Yang paling suram adalah skenario keempat, yaitu pandemik global. Jika skenario ini yang terjadi, pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini hanya 0,4 persen.

    Semua kemungkinan di atas patut diwaspadai. Segala potensi yang berserakan harus kita himpun. Singkirkan dulu benih-benih yang berpotensi memecah belah kekuatan Bangsa.

    Untuk itu, bekukan dulu rancangan undang-undang Omnibus Law Cipta lapangan Kerja. Singkirkan kalau landasan pijaknya lemah.

    [Dikoreksi 9 Maret 2020. Kalimat dan peraga tentang pendatang dari China tidak dilarang ternyata tidak benar dan oleh karena itu dihapus.]


  • Ekonomi Politik Faisal Basri – Episode 12

    Apa pengaruh terdampaknya warga negara Indonesia dengan virus Corona terhadap ketahanan ekonomi Indonesia? Simak penjelasan lengkap dari Faisal Basri di Ekonomi Politik Faisal Basri hanya di Cokro TV. –Redaksi Cokro TV

    Selengkapnya, tengok di video ini.

    Versi tulisan telah hadir di blog ini dengan judul Nasib Rupiah: Antara Fantasi dan Fakta.

    [Judul diubah 5 Maret 2020, pk.20:32]


  • Sejak Kamis lalu (27/2) nilai tukar rupiah kembali menembus Rp14.000 per dollar AS dan kemarin bertengger di aras Rp14.234 per dollar AS. Sudah delapan hari berturut-turut rupiah melemah.

    Buat apa risau? Ketika rupiah menembus Rp15.000 pada Oktober 2018 sekalipun, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman santai-santai saja. Ia mengatakan itu batas psikologis baru.

    Lantas, tiba-tiba akhir tahun lalu Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi sesumbar rupiah bakal menguat sampai Rp10.000 per dollar AS dalam dua tahun ke depan.

    Tahun 2019 memang rupiah menguat tipis menjadi Rp14.136 per dollar AS dari Rp14.237 per dollar AS tahun sebelumnya. Sekalipun tahun itu pengeluaran devisa lebih banyak ketimbang penerimaan devisa dari perdagangan barang dan jasa sehingga tekor US$30,4 miliar, penambalnya lebih banyak (US$36,4 miliar). Dikurangi dengan selisih perhitungan bersih (transaksi-transaksi yang tidak jelas mau dimasukkan di pos mana), maka cadangan devisa bertambah sebanyak US$4,7 miliar. Hal serupa terjadi tahun 2017.

    Kondisi kebalikannya terjadi tahun 2018. Tekor transaksi barang dan jasa meningkat hampir dua kali lipat menjadi US$30,6 miliar. Sedangkan penambalnya hanya US$25,2 miliar, sehingga masih ada yang “bolong” sebesar US$5,4 miliar. Bolong semakin lebar karena ada selesih terhitungan bersih sebesar US$1,7 miliar. Akibatnya terpaksa ditutupi dari tabungan (cadangan devisa) senilai US$7,1 miliar.

     (dalam jutaan dollar AS)201720182019
    Jual ke luar negeri (ekspor barang dan jasa)209,753233,454220,112
    Beli dari luar negeri (impor barang dan jasa)225,949264,087250,527
    Tekor (ekspor-impor)-16,196-30,633-30,415
    Ditomboki oleh arus modal masuk28,73225,21936,371
    Kelebihan (kekurangan)12,536-5,4145,956
    Selisih perhitungan bersih-950-1717-1280
    Keseluruhan11,586-7,1314,676


    Jadi, penguatan rupiah tahun 2019 bukan ditopang oleh keringat kita sendiri, karena kita terus saja membeli dari luar negeri lebih banyak daripada menjual ke luar negeri, melainkan karena “doping” dalam bentuk arus modal asing, kebanyakan berupa utang dan uang yang masuk ke pasar saham. Tahun lalu, dana asing netto yang masuk ke pasar saham meroket sebesar Rp49,2 triliun. Arus uang masuk dalam bentuk itu disebut juga hot money karena gampang masuk dan mudah juga keluar.

    Nah, giliran investor asing kabur dari pasar saham sebagaimana terjadi dalam seminggu terakhir, rupiah langsung lunglai. Begitulah kalau rupiah tidak ditopang oleh darah dan keringat sendiri.

    Sederhananya, rupiah cenderung melemah sepanjang akun lancar tekor atau defisit. Boleh jadi rupiah menguat sementara jika penambal ketekoran lebih besar dari defisit akun lancar.

    Menko Bidang Kemaritiman dan Investasi mengatakan bahwa rupiah bisa menguat ke Rp10.000 per dollar karena akun lancar bisa ditekan dari US$30 miliar menjadi hanya US$1 miliar.

    Untuk menilai seberapa besar kemungkinan rupiah menembus Rp10.000 dua tahun ke depan, mari kita lihat anatomi ekspor dan impor barang dan jasa atau akun lancar atau current account.

    Penyebab utama defisit akun lancar bukan ekspor dan impor barang, melainkan pendapatan primer (primary income), berupa keuntungan perusahaan asing yang beroperasi di Indonesia yang mereka bawa pulang, pembayaran bunga utang, dan pendapatan investasi asing di pasar saham.

    Tak terbayangkan berapa besar peningkatan ekspor yang harus digenjot dan penghematan impor untuk mengimbanginya. Apa ada negara yang rela menjalin hubungan dagang dengan Indonesia jika mereka diminta membuka pasar buat produk-produk ekspor kita seraya kita sendiri semakin menutup diri terhadap barang-barang impor dari mereka?

    Apa program B-30 bakal “nendang”? Ya, tentu saja tidak. B-30 hanya untuk solar. Campunan utamanya minyak mentah (70 persen), dan kita lebih banyak mengimpor ketimbang mengekspor minyak mentah.

    Untuk menggenjot produksi minyak mentah butuh waktu. Agar defisit minyak (minyak mentah dan BBM) tidak melonjak, harus ada temuan beberapa sumur raksasa baru yang sampai sekarang belum ada tanda-tandanya.

    Jangan lupa pula, gara-gara minyak sawit lebih banyak dialokasikan untuk program B-30, potensi ekspor sawit kita otomatis turun.

    Yang aneh lagi, hasil minyak kita dipaksa untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Jadi ekspor minyak otomatis berkurang. Sehingga, efek nettonya tidak signifikan.

    Mengelola ekonomi memang tidak bisa dengan berfantasi.


  • Ekonomi Politik Faisal Basri – Cokro TV, Episode 11

    Ekonomi Indonesia memang berada di peringkat ke-7 kalau menggunakan ukuran PDB berdasarkan paritas daya beli atau purchasing power parity (PPP). Tapi apakah ini sepenuhnya berita baik? Simak penjelasan lengkap Faisal Basri di Ekonomi Politik Faisal Basri hanya di Cokro TV. –Redaksi Cokro TV

    Selengkapnya bisa disaksikan di video ini.

    Versi tulisan bertajuk Indonesia Ranking 7 Dunia telah lebih dulu hadir di blog ini.


  • Presiden Joko Widodo kembali mengingatkan bahwa ekonomi Indonesia itu besar, terbesar ke-16 dunia kalau memakai ukuran “kue” (produk domestik bruto/PDB) nominal.

    Bahkan, ekonomi Indonesia di peringkat ke-7 kalau menggunakan ukuran PDB berdasarkan paritas daya beli atau purchasing power parity (PPP). Lihat Jokowi: GDP Kita Peringkat 16 Dunia Masih Mengeluh, Jangan Kufur Nikmat! Kue ekonomi Indonesia sudah melampaui Belanda yang pernah menjajah kita, Saudi Arabia, dan Turki. Di ASEAN, tak ada satu pun yang menandingi Indonesia, mendekati sekalipun.

    Tahun 2018 PDB Indonesia menembus satu triliun dollar AS. Klub negara dengan PDB di atas satu triliun dollar AS tak sampai sebanyak jari tangan dan kaki.

    Benar apa yang dikatakan Presiden bahwa peringkat ekonomi Indonesia lebih “keren” lagi, yaitu di urutan ke-7 jika menggunakan ukuran PDB berdasarkan PPP. Di atas Indonesia hanya negara-negara yang perekonomiannya memang berukuran jumbo, yaitu China, Amerika Serikat, India, Jepang, Jerman, dan Rusia. PDB PPP Indonesia telah melampai Brazil, Inggris, Prancis, dan Italia.

    Posisi Indonesia berpeluang besar naik peringkat sampai setidaknya tahun 2050. Menurut proyeksi PriceWaterhouse Coopers (PwC), peringkat PDP PPP Indonesia akan naik ke urutan kelima pada 2030 dan naik lagi ke posisi keempat tahun 2050.

    Tiga penyebab utama mengapa Indonesia bakal naik kelas dan menjadi kekuatan ekonomi yang semakin diperhitungkan di dunia.

    Pertama, jumlah penduduk Indonesia akan terus meningkat hingga 2050. Sekarang sampai tahun 2030, penduduk Indonesia terbesar keempat di dunia. Pada tahun 2050 penduduk Indonesia diperkirakan menembus 300 juta jiwa dan berada di peringkat kelima, turun satu peringkat disusul oleh Pakistan. Kue ekonomi Indonesia akan melampaui Jepang dan Rusia karena jumlah penduduk di kedua negara itu akan mengalami penurunan atau pertumbuhan penduduk yang negatif.

    Kedua, pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan akan jauh lebih tinggi ketimbang negara-negara maju yang kue ekonominya sekarang masih lebih besar dari Indonesia. Katakanlah Indonesia bisa menjaga pertumbuhan sekitar 5 persen saja seperti sekarang, sedangkan negara-negara maju itu hanya di bawah 2 persen, sudah barang tentu Indonesia bakal menyusul mereka.

    Ketiga, Indonesia masih dalam tahap developing (terus berkembang) dan memiliki porsi penduduk berusia produktif relatif banyak, sementara negara-negara maju perekonomiannya sudah matang sehingga tak bisa digenjot tumbuh di atas 2 atau 3 persen. Ditambah lagi penduduk di negara maju semakin menua (ageing), sehingga relatif sangat sedikit yang bisa bekerja dengan produktivitas tinggi.

    Namun, harus diingat bahwa PDB atau PDB PPP merupakan ukuran agregat, jadi tidak mencerminkan tingkat kesejahteraan rerata penduduknya. Karena di dalam kue PDB itu ada yang dihasilkan oleh warga asing, yang sebagian atau seluruhnya akan mereka bawa pulang, maka kue itu tidak dinikmati oleh warga Indonesia.

    Maka kita perlu ukuran lain untuk menggambarkan tingkat kesejahteraan penduduk suatu negara. Salah satu ukuran itu ialah pendapatan nasional atau pendapatan nasional bruto (gross national income) dibagi dengan jumlah penduduk.

    Ternyata kita belum boleh berpuas diri atau membanggakan diri. Pendapatan nasional bruto perkapita Indonesia masih tercecer di urutan ke-120, baru mencapai sebesar US$3,840 pada tahun 2018. Posisi Indonesia sedikit lebih baik jika ukurannya adalah pendapatan nasional bruto berdasarkan PPP, yaitu sebesar 12,670 dollar dan berada di posisi ke-103.

    Kita harus bekerja lebih keras lagi dan lebih cerdas agar kue ekonomi yang kian membesar menuju lima besar dunia juga diiringi oleh peningkatan kesejahteraan rakyat secara nyata dan lebih merata. Bukan seperti sekarang yang mana satu persen orang terkaya menguasai 44,6 persen kekayaan nasional dan 10 persen orang terkaya menguasai 74,1 persen kekayaan nasional.

    Lebih parah lagi, dua pertiga dari kekayaan orang terkaya itu diperoleh dari bisnis kroni. Sangat tidak elok.

    Wujud syukur adalah dengan bekerja lebih keras dan dengan hati.


  • Ekonomi Politik Faisal Basri – Cokro TV Episode 10

    Apa hubungan pelari Lalu Zohri dengan perkembangan ekonomi Indonesia? Pelajaran apa pula yang dapat diambil darinya? Simak penjelasannya dari Faisal Basri di Ekonomi Politik Faisal Basri hanya di Cokro TV.–Redaksi Cokro TV

    Bisa disaksikan di sini

    Vesi tulisan berjudul Omnibus Law: Belajar dari Sprinter Lalu Muhammad Zohri sudah muncul sebelumnya di blog ini.

    Transkrip

    Salam jumpa lagi, Sahabat Cokro TV.

    Kisah Lalu Muhammad Zohri menjadi sprinter tercepat Indonesia sepanjang masa agaknya bisa menjadi pembelajaran penting bagi kita semua, juga bagi bangsa ini dalam meniti jalan menuju negara berkemajuan dan berkeadilan. 

    Anak jatim piatu yang lahir 1 Juli 2000 ini dibesarkan di rumah gubuk berukuran 7X4 meter di Dusun Karang Pangsor, Desa Pemenang Barat, Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat. Rumahnya berdinding papan dengan tempat tidur beralaskan tikar lusuh tak berkasur.

    Latihan berlari tanpa sepatu, dengan asupan gizi seadanya. Ketika mengikuti lomba pertama kali, kakak kandungnya tak kuasa membelikan Zohri sepatu lari. Untunglah ada sang guru, Rosida, guru olahraganya di SMP Negeri 1 Pemenang, Rosida, yang tulus ikhlas membelikan sepatu agar Zohri lebih bersemangat mengikuti lomba.

    Zohri menapaki karirnya dari pelari kampung. Dalam segala cuaca, ia berlari sehabis shalat subuh. Berlari, berlari, berlari setiap ada kesempatan, setiap hari. Lomba demi lomba dia lakoni, dari tingkat terendah. satu demi satu anak tangga dia langkahi sampai kemudian menjadi pelari nomor 100 meter tercepat dengan catatan waktu 10,18 detik dalam Kejuaraan Dunia Atletik U-20 di Tampere, Finlandia pada 11 Juli 2018

    Rekor demi rekor dia pecahkan setelah itu, kian mendekati 10 detik. Di Kejuaraan Atletik Asia di Doha, Qatar, Zohri mempertajam rekor menjadi 10,13 detik pada 22 April 2019. Belum genap sebulan, akhirnya ia berhasil mencatatkan waktu 10,03 detik dalam ajang Seiko Golden Grand Prix Osaka 2019, yang nyaris tidak bisa dia ikuti karena ada ada persyaratan-persyaratan yang tidak bisa dipenuhi. Namun pada akhirnya panitia mngizinkan Zohri untuk berpartisipasi di ajang ini. Walaupun hanya menduduki posisi ketiga, ia lolos ke Olimpiade Tokyo 2020 karena menembus batas waktu 10,05 detik yang jadi persyaratan untuk ikut dalam olimpiade

    **

    Memacu ekonomi juga mirip kisah Zohri. Agar ekonomi tumbuh lebih cepat, syaratnya harus disiplin lewat perencanaan yang apik. Untuk menjadi sprinter yang tangguh, pembentukan otot harus optimal seperti binaragawan. Otot-otot dalam ekonomi ialah sektor-sektor dalam perekonomian. Semua sektor harus tumbuh serasi: sektor penghasil barang harus kompetitif, bisa bersaing di pasar internasional dan di pasar domestik dengan produk impor. Sektor jasa turut mendukung sektor barang.

    Namun, ada satu lagi syarat yang mutlak harus dipenuhi, yaitu jantung harus prima. Jika detak jantung terganggu atau lemah, baru berlari 50 meter sudah ngos-ngosan, bahkan bisa terkapar sebelum menyentuh garis finish

    Jantunglah yang menyedot darah dan memompakannya kembali ke sekujur tubuh secara merata, sehingga seluruh organ tubuh berfungsi secara maksimal.

    Jantung ekonomi adalah sektor keuangan. Sampai sekarang sektor keuangan Indonesia masih sangat lemah. Perbankan sebagai pilar utama sektor keuangan hanya mampu memompakan darah 42,8 persen dari produk domestik bruto (PDB). Kemampuan itu tidak sampai separuh kemampuan kebanyakan negara ASEAN dan Emerging Markets lainnya, bahkan lebih rendah dari Myanmar sekalipun.

    Kemampuan jantung Indonesia memompakan darah ke sekujur perekonomian belum kunjung pulih dari kemampuan sebelum krisis yang sempat mencapai 62,1 persen.

    Sudah enam bulan terakhir pertumbuhan kredit hanya satu digit. Dengan pertumbuhan kredit perbankan serendah itu, niscaya pertumbuhan ekonomi akan terbentur di sekitar lima persenan saja.

    Sektor keuangan lainnya menghadapi hal serupa. Asuransi, khususnya asuransi jiwa, yang merupakan sektor keuangan nonbank yang tergolong besar, sedang mengalami masalah besar. Belum ada tanda-tanda penyelesaian tuntas kasus Jiwasraya dan Asabri. Malahan ada kemungkinan merembet ke perusahaan asuransi lainnya.

    Sejumput harapan dari fintek seperti peer to peer lending yang tumbuh sangat pesat. Namun, karena peranannya masih teramat kecil, butuh waktu relatif lama untuk meningkatkan detak jantung perekonomian.

    Sejauh ini belum ada langkah nyata untuk memperkokoh jantung utama perekonomian. Omnibus Law tidak menyentuh sama sekali kelemahan ini, padahal itu merupakan salah satu persoalan paling mendasar mengapa pertumbuhan anteng di lima perseran.

    Dalam dunia olahraga, banyak atlet yang mengambil jalan pintas dengan melakukan doping. Praktik ini amat berbahaya bagi kesehatan atlet itu dan merupakan tindakan tidak terpuji, tentu saja.

    Perekonomian juga tidak sepatutnya dipacu dengan doping, karena membahayakan bagi perekonomian itu sendiri dan tidak akan menghasilkan peningkatan yang berkelanjutan.

    Jangan tempuh jalan pintas itu dengan menyajikan menu omnibus law. 

    Terima kasih, sampai jumpa.


  • bprkasindonesia's Media: “Disruption membawa kebaikan bagi umat manusia”. Sepenggal pendapat seorang Faisal Basri.
.
Kalau usaha/bisnisnya mengalami penurunan significant, setidaknya ada dua hal yang terjadi. Apa y?
.
Terakhir saya nanya kasus Jiwasraya, dari sudut pandang seorang Faisal Basri. Pertanyaan yang menjadi perdebatan di tim Ngopi Seru, apakah di tayangin atau di “cut”? Akhirnya keputusannya tayang.😂 mau tahu jawabannya beliau?
.
Silahkan nonton Ngopi Seru Bersama Faisal Basri di youtube channel Rio Christian, yang disponsori @bprkasindonesia .
Semangat Pagi.😊🙏

    Faisal Basri adalah Ekonom senior sekaligus dosen Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Pada acara Ngopi Seru kali ini, beliau memberikan penilaian tentang 100 hari pemerintahan Presiden Joko Widodo. Bagaimana menurut beliau? Terkait prospek ekonomi dan bidang usaha yang memiliki prospek menjanjikan di tahun 2020, beliau memberikan pandangannya. Mau tahu? Bagaimana pandangan beliau terkait isu masalah yang dihadapi Perusahaan asuransi BUMN Jiwasraya? Penasaran kan untuk tahu jawaban pertanyaan-pertanyaan diatas? Silahkan tonton Ngopi Seru episode bersama bintang tamu Faisal Basri.

    “Disruption membawa kebaikan bagi umat manusia”. Sepenggal pendapat seorang Faisal Basri. . Kalau usaha/bisnisnya mengalami penurunan significant, setidaknya ada dua hal yang terjadi. Apa ya? Terakhir saya nanya kasus Jiwasraya, dari sudut pandang seorang Faisal Basri. Pertanyaan yang menjadi perdebatan di tim Ngopi Seru, apakah di tayangin atau di “cut”? Akhirnya keputusannya tayang.😂 mau tahu jawabannya beliau? . Silahkan nonton Ngopi Seru Bersama Faisal Basri di youtube channel Rio Christian, yang disponsori @bprkasindonesia . Semangat Pagi.😊🙏

    Videonya bisa disaksikan di Ngopi Seru Bersama Rio Christian.


  • 10 Januari 2020

    PENGAMAT Ekonomi Faisal Basri menilai pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2020 hanya tumbuh 4,9 persen, cenderung lebih rendah dari target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2020 di angka 5,3 persen. Pertumbuhan ekonomi dinilai akan kembali membaik (rebound) pada tahun 2021. . Dia menyebut, pertumbuhan Indonesia cenderung melambat salah satunya akibat nilai investasi Indonesia yang tidak progresif. . Demikian diungkapkan Pakar Ekonomi Faisal Basri saat diskusi bertema “Peluang dan Tantangan Ekonomi Indonesia 2020” yang diselenggarakan Asosiasi Manajemen Indonesia (AMA) Cabang Bandung, di Hotel Fox Harris, Bandung, Jumat 10 Januari 2020. (PR/DS) . Reporter: Amir Faisol/PR . http://www.pikiran-rakyat.com

    Selengkapnya bisa disaksikan di video berikut: https://www.youtube.com/watch?v=rlKQdHUzrtI


  • Ekonom Senior Indef, Faisal Basri usai ditemui di Kongkow Bisnis Pas FM, Jakarta, Rabu (20/11/2019).

    Kompas.com – 20/01/2020, 12:08 WIB
    Penulis : Ade Miranti Karunia
    Editor : Erlangga Djumena

    JAKARTA, KOMPAS.com – Ekonom Senior dari Institute of Development Economics and Finance (Indef), Faisal Basri menyebut, Presiden Joko Widodo (Jokowi) kerap mengeluhkan investasi sebagai biang keladi dari pertumbuhan yang tak beringsut dari 5 persen. Dengan alasan kebijakan selama ini belum ada yang “nendang”.

    Oleh sebab itu, digagaslah RUU Omnibus Law yang diharapkan mampu mendorong investasi di Indonesia. Namun, di mata Faisal Basri, kinerja investasi Indonesia tidak terlalu jeblok. Di ASEAN, sumbangan investasi dalam PDB tak ada yang mengalahkan Indonesia, Singapura dan Vietnam sekalipun.

    “Jika omnibus law bertujuan untuk menggenjot investasi agar pertumbuhan ekonomi lebih tinggi, boleh jadi jauh api dari panggang. Jika investasi asing yang hendak disasar, justru belakangan ini investor asing banyak yang ‘diusir’,” ucap dia dikuitp dari blognya faisalbasri.com, Senin (20/1/2020).

    “Malahan pemerintah mendorong pelaku dalam negeri untuk mengambil alih investasi asing. Seperti saham Freeport diambil alih BUMN (PT Inalum), Blok Mahakam dan Blok Rokan diambil alih PT Pertamina, Holcim juga diambil alih oleh BUMN (PT Semen Indonesia),” tambah dia.

    Da menjelaskan, dalam beberapa tahun terakhir, Indonesia masuk dalam top-20 penerima investasi langsung asing (foreign direct investment). Bahkan, peringkat Indonesia naik dari posisi ke-18 pada 2017, menjadi ke-16 (2018). Pada 2018, posisi Indonesia dua peringkat di atas Vietnam.

    Investasi dari China mengalir cukup deras. Data terbaru menunjukkan posisi Indonesia naik tajam dalam China Going Global Investment Index. Walaupun daya tarik Indonesia di mata perusahaan manufaktur Jepang yang beroperasi di luar negeri mengalami penurunan, namun peringkat Indonesia masih berada di jajaran lima besar, jauh untuk dikatakan buruk.

    “Sejak Indonesia merdeka, investasi langsung asing tidak pernah menjadi andalan. Karena memang Indonesia cenderung menutup diri dengan membangun tembok tinggi, penuh kawat berduri. Jadi, solusinya bukan dengan omnibus law,” ujarnya.

    Rendahnya investasi asing itulah yang membuat Indonesia tidak menjadi bagian menarik dari global supply chains dan membuat perekonomian Indonesia relatif semakin tertutup. Investasi di sektor migas cenderung merosot sehingga produksi terus menurun mengakibatkan impor minyak membengkak.

    “Biang keladinya adalah karena pemerintahlah yang menghambat,” tegasnya.

    Tantangan terbesar Indonesia adalah bagaimana meningkatkan kualitas investasi. Selama ini kebanyakan investasi dalam bentuk bangunan. Investasi dalam bentuk mesin dan peralatan hanya sekitar 10 persen. Investasi akan seret jika pemanfaatan kapasitas produksi masih rendah. Ketika pemanfaatan kapasitas terpasang di atas 90 persen, maka pelaku dunia usaha akan mendongkrak investasi.

    Selain itu, investasi akan terbuka lebar jika pemerintah melakukan konsolidasi perbankan. Pertumbuhan kredit perbankan bisa dipulihkan dari kecenderungan yang terus menurun, setidaknya menembus dua digit. Perbankan dan lembaga keuangan lainnya berfungsi sebagai jantung bagi perekonomian.

    “Jangan lagi terjadi dana puluhan triliun rupiah yang dihimpun dari darah dan keringat rakyat diinvestasikan di perusahaan-perusahaan yang tidak punya reputasi baik, yang digelayuti oleh para elit penguasa seperti terjadi pada kasus Jiwasraya dan Asabri. Benahi pula regulatornya, terutama OJK, yang kebobolan berulang kali,” ucap dia.

    Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul “Faisal Basri: Omnibus Law Bukan Solusi…”, https://money.kompas.com/read/2020/01/20/120800626/faisal-basri–omnibus-law-bukan-solusi-
    Penulis : Ade Miranti Karunia
    Editor : Erlangga Djumena


  • Siang hingga sore tadi (20/02), BEM UI menggelar diskusi publik bertajuk “Omnibus Law: Sapu Jagat atau Sapu Rakyat?” di lobby Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Saya banyak belajar dari tiga pakar hukum, termasuk guru besar FHUI, Prof. Maria Farida Indrati.

    Materi dari para pembicara disa diunduh di sini: bit.ly/MateriDispubOmnibus.