Dua tahun terakhir pertumbuhan turis asing yang masuk ke Indonesia turun sangat tajam. Padahal tiga tahun sebelumnya, arus masuk pelancong mancanegara tumbuh mengakselerasi, yang mencapai aras tertinggi tahun 2017 sebesar 21,9 persen, dari 11,5 juta menjadi 14,0 juta. Setahun kemudian meluncur hampir separuhnya dan tahun lalu mencapai aras terendah, hanya 1,9 persen.

Dari 16,1 juta wisatawan asing yang masuk ke Indonesia, China berada di urutan kedua sebanyak 2,1 juta dengan porsi 13 persen pada 2019. Jumlah turis China turun dibandingkan tahun 2018. Akibat wabah coronavirus, sangat boleh jadi turis dari negara Tirai Bambu ini akan merosot jauh lebih tajam tahun ini, tidak saja ke Indonesia melainkan juga ke seluruh dunia.
Berdasarkan data terbaru dari World Tourism Organization (UNWTO), sekitar 150 juta perjalanan ke luar negeri dari China membelanjakan tak kurang dari 277 miliar dollar AS, juga terbesar di dunia. Pelancong dari AS yang di urutan kedua, pengeluarannya jauh di bawah China, yaitu 144 miliar dollar AS.

Padahal, hanya turis asing dan tenaga kerja Indonesia di luar negeri yang paling diandalkan sebagai penyumbang devisa dari sektor jasa. Pukulan dari turis asing ini sudah barang tentu menambah tekanan terhadap defisit akun lancar (current account).
Pada tahun 2018, turis asing menyumbang 16,4 miliar dollar AS. Dikurangi dengan belanja turis Indonesia ke luar negeri sebesar 10,3 miliar dollar AS, berarti masih ada surplus sebanyak 6,1 miliar dollar AS dari sektor turisme. Pencapaian ini sedikit lebih rendah ketimbang sumbangan neto TKI yang sebesar 6,9 miliar dollar AS.
Sungguh semakin berat bagi Indonesia untuk berselancar di tengah terpaan eksternal dan seonggok masalah domestik yang muncul secara bersamaan. Dibutuhkan langkah-langkah terukur untuk menghadapinya, bukan dengan akrobat dan grasah-grusuh. Lemak tebal yang menyelubungi sekujur tubuh perekonomian harus segera dibakar agar lebih gesit. Pemburu rente harus dienyahkan.