Prof. Rimawan Pradiptyo merupakan salah satu inisiator utama penyusunan Surat Terbuka kepada Presiden bertajuk “Rekomendasi Ekonom Terkait Dampak Pelemahan Penindakan dan Pencegahan Korupsi terhadap Perekonomian” yang dilengkapi dengan Kajian Akademik mendalam pada Oktober lalu. Surat Terbuka didukung oleh ratusan ekonom lintas-kampus seluruh Indonesia, khususnya dari fakultas ekonomi dan bisnis, peneliti dan aktivis NGO. Prof. Rimawan baru saja menuntaskan Regulatory Impact Assessment (RIA) terhadap Undang-undang No. 19/2019 (Revisi Undang-undang KPK). Kajian bisa diunduh di sini:
Kajian menghasilkan 14 kesimpulan:
- Tidak terdapat bukti yang menunjukkan isi UU 19/2019 menguatkan KPK
- UU 19/2019 justru berpotensi menciptakan state-captured corruption
- Melemahkan fungsi penindakan KPK (detection rate dan conviction rate turun bahkan hilang pada beberapa hal): (a). Korupsi tetaplah sebagai kejahatan serius, namun KPK tidak diberi kewenangan menangani dengan cara-cara khusus, namun kewenangan dibatasi untuk menangani seperti kejahatan biasa; (b) KPK tidak lagi menangani kasus korupsi yang menjadi perhatian masyarakat; (c) Kemampuan penyadapan, penggeledahan dan penyitaan dibatasi.
- Melemahkan fungsi pencegahan KPK karena pencegahan hanya akan efektif jika lembaga yang melakukan pencegahan memiliki kemampuan penindakan yang kredibel.
- Status KPK menjadi ambigu, tidak lagi lembaga independent namun bagian dari eksekutif
- SOP di KPK yang berlaku selama ini tidak akan berjalan efektif lagi, karena tidak didukung sistem insentif single salary system yang merupakan asumsi dasar dari SOP yang ada selama ini.
- KPK akan menjadi sumber korupsi karena sistem insentif yang akan berlaku sulit membuat pegawai KPK untuk berintegritas (hazar moral dan adverse selection)
- Reaksi dari calon koruptor perlu diwaspadai, karena pelemahan fungsi pendindakan dan pencegahan KPK akan mempengaruhi reaction function dari para calon koruptor.
- Pemerintah dan rakyat adalah dua lembaga yang menanggung biaya terbesar dari UU 19/2019 ini.
- Revisi UU yang dibutuhkan adalah terhadap UU Tipikor untuk mengakomodasi rekomendasi UNCAC, namun ternyata DPR justru melakukan revisi terhadap UU KPK
- Dampak pelemahan KPK akibat UU 19/2019, membalik proses reformasi yang telah dilakukan 21 tahun terakhir kembali ke titik awal (back to square one)
- Pelemahan KPK menciptakan sinyal yang keliru, sehingga investor yang tertarik berinvestasi justru investor yang tidak bertanggung jawab.
- Dampak jangka panjang pelemahan KPK adalah peningkatan perilaku dan cara berfikir korup.
- Pelemahan KPK akan memicu berbagai konflik agraria, kebakaran hutan dan lahan, serta kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh korupsi, akan meningkat.
Kajian ditutup dengan mengajukan tiga rekomendasi:
- Presiden hendaknya segera mengeluarkan Perppu untuk mencabut UU 19/2019 dan memberlakukan kembali UU 30/2002 tentang KPK.
- Jika penyempurnaan terhadap UU KPK akan dilakukan di masa datang, diperlukan kajian yang seksama dengan memanfaatkan evidence based policy dari berbagai disiplin ilmu
- UU Tipikor lebih urgent untuk segera disusun amandemen-nya mengingat UU Tipikor telah ketinggalan jaman dan pada banyak kasus justru menjadi sumber pemidanaan terhadap orang yang tidak bersalah.
Semoga kajian ini kian mempertebal kesadaran kolektif kita akan bahaya korupsi bagi masa depan Bangsa.
1 comments on “Kemunduran Sistematis Reformasi: Kajian Komprehensif tentang Dampak UU KPK yang Baru”