Data PDB Terbaru dan Daya Beli

One comment

Hari ini (7/8), Badan Pusat Statistik meliris data produk domestik bruto (PDB) terbaru untuk triwulan II-2017. Ternyata pertumbuhan ekonomi triwulan II-2017 sama sekali tidak beranjak dari capaian triwulan sebelumnya yaitu 5,01 persen.

Dari segi pengeluaran, penyumbang utama pertumbuhan ekonomi triwulan I-2017 adalah konsumsi non-pemerintah (55 persen), yang terdiri dari konsumsi rumah tangga (private consumption) sebesar 53 persen dan konsumsi LNPRT sebesar 2 persen. Konsumsi rumah tangga naik sangat tipis, dari 4,94 persen pada triwulan I-2017 menjadi 4,95 persen pada triwulan II-2017. Kalau daya beli masyarakat secara nasional turun, niscaya pertumbuhan konsumsi rumah tangga tidak akan naik. Jadi, data terbaru memperkuat tulisan sebelumnya berjudul Daya Beli Masyarakat Tidak Merosot. Walaupun mengalami pertumbuhan tertinggi sebesar 8,49, konsumsi LNPRT tidak membantu akselerasi pertumbuhan ekonomi karena peranannya dalam PDB sangat kecil, hanya 1,19 persen pada semester pertama 2017.

GDP-exp

Yang cukup menggembirakan adalah peningkatan pertumbuhan investasi, dari 4,78 persen pada triwulan I-2017 menjadi 5,35 persen pada triwulan II-2017. Dalam empat tahun terakhir, pertumbuhan investasi tidak pernah setinggi triwulan II-2017. Meskipun demikian, pertumbuhan investasi sebesar itu bekum memadai untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi agar mendekati target RPJM (Rencana Pembangunan Jangka Menengah) 2014-2019. Apalagi investasi didominasi oleh bangunan (sekitar tiga perempat) sedangkan investasi dalam bentuk mesin hanya sekitar 10 persen.

Tiga komponen pengeluaran lainnya mengalami penurunan pertumbuhan pada triwulan II-2017. Bahkan konsumsi pemerintah mengalami penurunan alias pertumbuhan negatif. Sangat boleh jadi penurunan itu disebabkan oleh pemotongan anggaran untuk mengantisipasi shortfall penerimaan pajak. Pada APBN-P 2017, penerimaan pajak dipangkas sebesar Rp 71 triliun dari Rp 1.499 triliun pada APBN 2017.

Yang juga kurang menggembirakan adalah penurunan pertumbuhan ekspor barang dan jasa dari 8,21 persen pada triwulan I-2017 menjadi 5,76 persen pada triwulan II-2017. Namun kinerja ekspor yang masih positif jauh lebih baik ketimbang 2015 dan 2016 yang pertumbuhannya negatif. Pertumbuhan impor barang dan jasa pun melambat. Perlambatan pertumbuhan ekspor dan impor mengakibatkan berlanjutnya kecenderungan penurunan derajat keterbukaan perekonomian Indonesia yang sudah berlangsung lebih dari 15 tahun.

openness-2

Berdasarkan lapangan usaha, pertumbuhan negatif dialami oleh dua sektor, yaitu sektor listrik & gas serta sektor pemerintahan, pertahanan, dan jaminan sosial wajib (public administration, defense, and compulsory social security). Kemunduran kinerja sektor listrik & gas kerap dijadikan salah satu hujah kemerosotan daya beli.

Sektor pertanian, kehutanan & perikanan mengalami kemerosotan pertumbuhan paling tajam, dari 7,12 persen pada triwulan I-2017 menjadi 3,33 persen pada triwulan II-2017, namun masih berada di sekitar trend pertumbuhan jangka panjangnya antara 3 persen sampai 4 persen.

Perlambatan pertumbuhan sektor industri manufaktur ternyata berlanjut. Padahal sektor ini merupakan penyumbang terbesar dalam PDB. Tanpa akselerasi industrialisasi, agaknya kian berat untuk membawa perekonomian Indonesia ke “jalur cepat” dengan pertumbuhan 7 persen sebagaimana target RPJM dan menjadikan Indonesia sebagai negara berpendapatan tinggi ketika merayakan seabad kemerdekaan pada tahun 2045.

GDP-sector

Sektor-sektor yang tumbuh lebih tinggi dari pertumbuhan PDB semuanya adalah sektor jasa. Rekor pertumbuhan tertinggi masih tetap dipegang oleh sektor informasi & komunikasi. Sektor ini kembali tumbuh dua digit setelah dua tahun berturut-turut sebelumnya tumbuh di bawah 10 persen.

Tak ayal, mayoritas sektor jasa yang tumbuh relatif tinggi membuat kesenjangan pertumbuhan antara sektor tradables (penghasil barang) dan non-tradables (penghasil jasa) kembali kian menganga. Bagi Indonesia yang pendapatan per kapitanya masih di bawah 4.000 dollar AS dan mayoritas pekerjanya berpendidikan SLTP ke bawah (termasuk yang tidak pernah sekolah sama sekali), pola pertumbuhan seperti itu dipandang kurang berkualitas dan bakal memperburuk ketimpangan pendapatan. China saja–yang pendapatan per kapitanya sekitar dua kali Indonesia–sumbangan sektor tradablenya masih relatif tinggi.

tradable-nontradable
structure

Sektor perdagangan besar, eceran, reparasi mobil & sepeda motor ternyata masih mencatatkan pertumbuhan positif pada triwulan II-2017 walaupun lebih rendah dari pertumbuhan triwulan I-2017, tetapi lebih tinggi dari 2015 dan 2016. Sangat boleh jadi, sinyalemen terjadi penurunan omzet perdagangan ritel tidak terjadi secara merata di seluruh jenis atau bentuk perdagangan. [Catatan: omzet adalah nilai nominal perdagangan, sedangkan perhitungan di dalam PDB menggunakan konsep nilai tambah.]

Kunci untuk menjaga agar paruh kedua 2017 tidak mengalami penurunan pertumbuhan adalah menjaga APBN. Tantangan terbesar ialah mencapai target penerimaan pajak pada APBN-P 2017 yang sudah terpangkas Rp 71 triliun dari yang tercantum pada APBN 2017. Pemangkasan ini lebih besar ketimbang perkiraan pemerintah sebelumnya sebesar Rp 60 triliun. Kemungkinan shorfall  dari target yang sudah dipangkas masih cukup besar jika mengacu pada realisasi penerimaan pajak Januari-Mei. Ditambah lagi hari kerja efektif Juni sangat pendek sehingga kemungkinan besar penerimaan pajak pada bulan itu semakin jauh dari target. Perlu diingat, pada Januari-Mei masih ada amnesti pajak tahap terakhir dan bulan Maret yang secara alamiah menghasilkan penerimaan pajak realtif tinggi. Kedua faktor itu tidak ada lagi sampai akhir tahun 2017.

1 comments on “Data PDB Terbaru dan Daya Beli”

  1. Dear Bapak faisal basri,

    jika membandingkan dengan data triwulan pertama dan kedua secara YoY di tahun 2017 memang terlihat terjadi kenaikan yang sangat tipis di konsumsi domestik. namun jika kita bandingkan dengan tahun 2016 terjadi penurunan konsumsi domestik terutama konsumsi RT yang secara rata-rata tumbuh 5.01%.

    yang menarik sektira 31.9% orang Indonesia bekerja di sektor pertanian dan perkebunan, 23.4 % di perdagangan rumah makan dan jasa akomodasi, serta 16.4% di jasa kemasyaraktan. totalnya lebih dari 70%. dan ketiga sektor itu pertumbuhan nilai tambahnya mengalami penurunan.
    sulit mengatakan pertumbuhan daya beli tidak menurun dengan data2 tersebut.

    kita patut bersukur PMTB pertumbuhannya naik. tapi mungkin karena kenaikan utang BUMN di pasar modal untuk ekspansi infrastruktur. tapi kemungkinan PMTB juga akan terbatas tumbuhnya jika melihat pertumbuhan kredit bank yang tak kunjung membaik. saya rasa untuk tumbuh 5.1% juga sangat sulit sesuai target APBN 2017.

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.