
KOMPAS.COM, Senin, 27 Juni 2016 | 15:28 WIB
KOMPAS/HERU SRI KUMORO
Pemimpin Umum Harian Kompas Jakob Oetama (tiga dari kiri) berfoto bersama penerima Penghargaan Cendekiawan Berdedikasi 2016 di Kantor Harian Kompas, Jakarta, Senin (27/6). Penerima penghargaan dalam rangka merayakan dan mensyukuri hari ulang tahun harian Kompas tersebut yaitu: Faisal Basri, Ignas Kleden, dan Mayling Oey-Gardiner (kiri ke kanan). Hingga usianya yang ke-50, tahun 2015, penghargaan sudah diberikan kepada 40 penerima. Dari antara mereka hingga hari ini sebagian besar masih aktif menulis, menjadi narasumber, aktif meneliti, ada yang sudah mulai surut karena usia, bahkan beberapa di antara mereka sudah meninggal.
JAKARTA, KOMPAS.com – Harian Kompas memberikan penghargaan kepada tiga cendekiawan Indonesia yang dinilai telah memberikan pencerahan untuk kemajuan bangsa Indonesia.
Penghargaan diserahkan langsung oleh Pemimpin Umum Harian Kompas Jakob Oetama di Gedung Kompas, Jalan Palmerah Selatan, Jakarta Pusat, Senin (27/6/2016), sebagai bagian dari rangkaian peringatan ulang tahun ke-51 Kompas, yang jatuh pada 28 Juni mendatang.
Penghargaan Cendekiawan Berdedikasi itu diberikan kepada pakar ekonomi dan demografi Mayling Oey-Gardiner, sosiolog Ignatius Nasu Kleden, serta dosen, peneliti dan pengamat ekonomi Faisal Basri.
Wakil Pemimpin Umum Harian Kompas Rikard Bagun mengatakan bahwa ketiga cendekiawan ini telah memberi pencerahan untuk Kompas dan masyarakat Indonesia.
“Kami ucapkan terima kasih kepada Ibu Mayling, Pak Ignas dan Pak Faisal karena telah memperluas cakrawala kami, cakrawala Kompas dan cakrawala pembaca karena memberi kontribusi melalui tulisan dan juga menjadi narasumber dan pembicara,” ucap Rikard yang mewakili Jakob Oetama.
Rikard berharap kontribusi para cendekiawan bisa terus ditingkatkan karena, menurut dia, pemikiran mereka di tengah kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara ibarat sebuah cahaya di tengah suasana yang suram.
“Jangan pandang kami sebagai media. Kami ini seringkali terbatas. Jadi kami butuh masukan dari para cendekiawan untuk memperluas cakrawala, untuk membuka tabir yang menutup pikiran dan hati dalam memandang persoalan yang rumit dan kompleks,” ucapnya.
Salah satu penerima penghargaan, Ignatius atau yang kerap disapa Ignas, mengungkapkan syukurnya atas penghargaan tersebut. Menurut dia, penghargaan ini menunjukkan perhatian yang besar dari Kompas terhadap para penulis dan cendekiawan.
Pria yang tulisannya pertama kali diterbitkan Kompas pada tahun 1972 dan telah menelurkan 173 tulisan hingga tahun 2016 ini menuturkan bahwa dirinya memeroleh manfaat yang besar tatkala menulis. Saat menulis, menurut dia, seorang penulis tengah berkembang wawasan dan perasaannya.
“Saya merasa bahwa keterlibatan saya sebagai penulis untuk Kompas, majalah dan koran lain, merupakan suatu latihan yang memberikan saya keseimbangan yang baik sekali terhadap pekerjaan yang bersifat akademik,” katanya.
Masih kata Ignas, “Karena dalam menulis buat koran, saya harus berusaha menerjemahkan pikiran-pikiran dalam cara yang bisa dipahami sebanyak mungkin orang yang membaca. Tugas saya bukan hanya menyampaikan buah pikiran tapi bisa diterima dan dipahami oleh pembaca.”
“Dan exercise ini saya dapat dalam menulis untuk Kompas. Jadi saya bersyukur sekali bisa dapat kesempatan yang luas untuk Kompas,” tambahnya kemudian.
Penerima penghargaan lainnya, Mayling, mengaku tidak menyangka menerima penghargaan ini. Perempuan berusia 75 tahun ini telah menelurkan dua buku dan 16 tulisan di Kompas dalam kurun waktu 1984-2014.
Mayling lalu mempersembahkan penghargaan yang diterimanya untuk rekan-rekan yang telah memberi inspirasi untuknya dalam berkarya.
“Penghargaan ini tentu saja tidak hanya untuk saya tetapi juga untuk teman-teman yang menjadi sumber inspirasi saya, tentu saja Pak Jakob, senior saya yang sudah berjuang selalu untuk perbaikan nusa dan bangsa. Semoga saya masih bisa berjalan terus, terus memperbaiki keadaan di Indonesia dan semoga tulisan yang saya hasilkan pada suatu hari bisa membuat pemerintah bisa lebih menghargai kebutuhan ilmu pengetahuan sebagai landasan dari pembangunan untuk kita semua,” tuturnya.
Faisal Basri menambahkan bahwa para cendekiawan dan media, seperti Kompas, saling mendukung satu sama lain. Menurut Faisal, tanpa dorongan dari Kompas, dirinya tidak akan produktif dalam menulis.
“Saya sebenarnya tidak terlalu produktif menulis, relatif saja. Ada 200 tulisan (dari tahun 1996-2014). Kalau tidak diminta, saya tidak akan banyak menulis. Dipaksa mepet deadline, adrenaline baru keluar,” ungkapnya.
Penulis : Caroline Damanik
Editor : Amir Sodikin
Diunduh dari: http://nasional.kompas.com/read/2016/06/27/15284631/.kompas.beri.penghargaan.kepada.3.cendekiawan.pembawa.pencerahan