Catatan:
Tulisan ini dibuat menjelang pemilihan presiden/wakil presiden 2009. Tayang di Kompasiana, 30 Mei 2009. Sejak lama penulis sudah merasa ganjil dengan perilaku penyelenggara negara yang menanamkan kekayaannya dalam mata uang asing. Tulisan ini sekedar melengkapi tulisan-tulisan sebelumnya yang terkait dengan rupiah yang sedang lunglai. Terima kasih banyak telah berkunjung di sini.
**
Warganegara Indonesia tidak dilarang untuk memupuk kekayaan dalam bentuk apa pun sepanjang berasal dari sumber-sumber yang sah atau tidak melanggar hukum, termasuk dalam dollar AS ataupun mata uang asing lainnya.
Namun, rasanya ganjil kalau para petinggi negara dan calon pemimpin bangsa secara sadar memelihara kekayannya dalam bentuk dollar AS. Apalagi kalau dilandasi oleh motif takut kekayaannya merosot karena nilai tukar Rupiah cenderung merosot. Lebih parah lagi kalau motif mereka memegang dollar AS adalah untuk tujuan spekulasi karena nilai tukar Rupiah kerap gonjang ganjing.
Berikut adalah urutan daftar kekayaan Capres/Cawapres dalam Rupiah dan dollar AS sebagaimana yang diumumkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU):
1. Prabowo Subianto Rp 1,5 triliun dan 7,5 juta dollar AS
2. Wiranto Rp 81,7 miliar dan 378.625 dollar AS.
3. Susilo Bambang Yudhoyono Rp 6,8 miliar dan 246.389 dollar AS
4. Jusuf Kalla Rp 314,5 miliar dan 25.668 dollar AS
5. Boediono Rp 22 miliar dan 15.000 dollar AS
6. Megawati Soekarnoputri Rp 256,4 miliar
Urutan di atas berdasarkan kepemilikan dollar AS terbanyak.
Informasi tersebut memang tidak terinci. Bisa saja kekayaan dollar AS mereka dalam bentuk saham perusahaan miliknya yang berbadan hukum luar negeri. Bisa juga dalam bentuk uang tunai, saham ataupun aset finansial lainnya yang dibeli di pasar modal luar negeri, tabungan dan deposito yang ditempatkan di bank-bank asing baik di dalam negeri maupun di luar negeri.
Jika harta kekayaan dollar AS mereka kebanyakan dalam bentuk yang kedua (aset-aset finansial) yang tak terkait dengan kegiatan usaha lintas negara, kita patut mempertanyakan derajat nasionalisme mereka. Karena, mereka sudah dan sedang berniat memimpin negeri ini, mengendalikan kebijakan ekonomi, dan memiliki informasi yang lebih dari cukup tentang arah gerakan nilai tukar Rupiah. Mereka harus menjadi panutan.
Keraguan para pemimpin memelihara kekayaannya dalam bentuk rupiah mencerminkan mereka kurang yakin bahwa kebijakan-kebijakan ekonomi yang mereka tawarkan atau rancang mampu menstabilkan Rupiah.
Kalau kekayan dalam dollar AS sampai ratusan ribu, rasanya agak ganjil. Uniknya, yang memiliki kekayaan dollar AS sampai ratusan ribu bahkan jutaan seluruhnya adalah pensiunan tentara. Sementara, capres/cawapres yang memiliki sekedar belasan atau puluhan ribu dollar AS adalah dari kalangan sipil. Bahkan di daftar kekayaan Megawati Sukarnoputri sama sekali tak tercantum dalam bentuk dollar AS.
Sejak lama saya meyakini bahwa salah satu sumber penyebab rupiah kerap gonjang ganjing adalah karena perilaku para pejabat tinggi negara yang cinta dollar AS.