Bulan lalu saya mengunjungi Kitakyushu, Jepang. Kota ini merupakan salah satu sentra industri di Jepang, termasuk industri berat. Nippon Steel memiliki pabrik yang menghasilkan rel kereta api yang dipasok ke seluruh Jepang.
Pada tahun 1960an, Kitakyushu mengalami polusi berat dari cerobong asap pabrik-pabrik yang berlokasi di sepanjang pantai. Akibatnya, kota dan pantai sangat kotor dan tidak sehat, tercemar oleh polusi udara dan air. Dua puluh tahun dibutuhkan untuk melakukan transformasi. Kini keadaan Kitakyushu sudah berubah total sebagaimana terlihat pada gambar.

Pada tahun 1960-an bibir-bibir sungai dipadati rumah-rumah kumuh, mirip seperti pemandangan di Jakarta dewasa ini. Kini sudah berubah total. Sungai-sungai bersih, warnanya berubah dari cokelat menjadi biru. Pemukiman warga direlokasi ke lokasi yang lebih aman dan layak, berikut dengan fasilitas penunjangnya. Di kedua sisi sungai menjadi kawasan publik, terbuka dan bersih.

Transformasi Kitakyushu dimotori oleh warga, terutama kaum ibu. Merekalah yang paling merasakan dan menderita akibat kota yang kotor dan kumuh. Anak-anak mereka terjangkit berbagai jenis penyakit. Kulit anak-anak mereka kusam atau cemong jika bermain di luar rumah.
Ketika diterima oleh Walikota Kitakyushu, kami banyak memperoleh penjelasan tentang proses transformasi kota ini. Walikota optimistik Jakarta tak perlu menunggu 20 tahun untuk bertransformasi. Jakarta bisa belajar dari kota-kota yang telah mengalami transformasi. Tak lagi perlu belajar dan mereka-reka dari titik nol. Apalagi Jakarta tak mengalami persoalan seberat Kitakyushu di tahun 1960-an. Praktis tinggal satu-dua saja industri berat yang tersisa di Jakarta. Persoalan lebih berat bagi Jakarta adalah tekanan penduduk dan rehabilitasi sungai.
Tak ada yang tidak mungkin. Visi pembangunan jangka panjang Jakarta harus segera dibentangkan. Kita tunggu desain besar dari pak Gubernur. Kita niscaya bisa. ***
Menyukai ini:
Suka Memuat...
Diterbitkan oleh faisal basri
Faisal Basri is currently senior lecturer at the Faculty of Economics, University of Indonesia and Chief of Advisory Board of Indonesia Research & Strategic Analysis (IRSA). His area of expertise and discipline covers Economics, Political Economy, and Economic Development.
His prior engagement includes Economic Adviser to the President of Republic of Indonesia on economic affairs (2000); Head of the Department of Economics and Development Studies, Faculty of Economics at the University of Indonesia (1995-98); and Director of Institute for Economic and Social Research at the Faculty of Economics at the University of Indonesia (1993-1995), the Commissioner of the Supervisory Commission for Business Competition (2000-2006); Rector, Perbanas Business School (1999-2003).
He was the founder of the National Mandate Party where he was served in the Party as the first Secretary General and then the Deputy Chairman responsible for research and development. He quit the Party in January 2001. He has actively been involved in several NGOs, among others is The Indonesian Movement.
Faisal Basri was educated at the Faculty of Economics of the University of Indonesia where he received his BA in 1985 and graduated with an MA in economics from Vanderbilt University, USA, in 1988.
Lihat semua pos dari faisal basri
Luar biasa………..andaikan PILKADA kemarin abang menang. Salam berdaya bareng-bareng
Terima kasih banyak. Semoga Gubernur sekarang membawa perbaikan mendasar.
4 tahun telah berlalu, lantas apakabar jakarta?