Sesat Pikir MP3EI: Apa Lagi yang Hendak Diliberalisasikan?

Belum ada komentar

Dokumen MP3EI (Manterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia) ditetapkan berdasarkan Peraturan Presiden nomor 32 tahun 2011 tentang Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011-2025. MP3EI banyak membahas tentang konektivitas.

Penguatan konektivitas nasional ditempuh untuk “mempersiapkan diri mencapai target integrasi bidang logistik ASEAN pada tahun 2013 dan integrasi pasar tunggal ASEAN tahun 2015, sedangkan dalam konteks global WTO perlu mempersiapkan diri menghadapi integrasi pasar bebas global tahun 2020.” (hal. 39).

Konektivitas meliputi unsur fisik, kelembagaan, dan sosial budaya. Dua elemen teratas dari konektivitas kelembagaan adalah  (i) fasilitasi dan liberalisasi perdagangan; dan (ii) fasilitasi dan liberalisasi perdagangan investasi dan jasa.

Bukankah Asean sudah cukup lama menerapkan perdagangan bebas lewat Asean Free Trade Area (AFTA). Bahkan Asean telah menjalin perjanjian perdagangan bebas dengan berbagai negara, antara lain dengan China (ACFTA = Asean-China Free Trade Agreement).

Jangankan dengan Asean, dengan dunia pun Indonesia telah sangat terbuka bahkan hampir sepenuhnya bebas. Aras tarif bea masuk efektif di Indonesia hanya 2,6 persen, jauh lebih rendah dari kebanyakan negara Asean, China, dan negara Emerging Markets. Aras tarif efektif Indonesia hanya beda tipis dengan Amerika Serikat.

rezim

Liberalisasi perdagangan di Indonesia menderu relatif lebih kencang. Data versi pemerintah lebih tinggi karena berdasarkan tarif nominal most favored nation (MFN), sedangkan Bank Dunia berdasarkan tarif efektif (lebih jelasnya bisa dilihat pada keterangan di bawah Peraga). Kedua versi menunjukkan kecenderungan yang sama, yakni akselerasi penurunan tarif bea masuk.

Image

Contoh paling nyata untuk menunjukkan betapa kita sudah sangat liberal adalah pembebasan bea masuk impor bubuk cabai dari China sejak tahun 2006, jauh hari sebelum penerapan ACFTA tahun 2010.

Sementara itu konektivitas domestik tak kunjung dibenahi, sehingga Jakarta lebih terintegrasi dengan dunia ketimbang dengan kota-kota di Sumetera, Kalimantan, apalagi dengan kawasan Timur Indonesia.

MP3EI menekankan pembenahan konektivitas nasional sangat mendesak. MP3EI menyadari potensi sumber kekuatan Indonesia di masa mendatang adalah lautan. Pada halaman 33 dokumen MP3EI bahkan menyebutkan Indonesia sebagai negara matirim.

Sayangnya itu cuma jargon. Bukankah proyek jembatan Selat Sunda merupakan penafian terhadap karakter kita sebagai negara maritim? Bukankah yang mempersatukan pulau-pulau besar dan kecil serta kita semua sebagai bangsa adalah lautan? Bukan sebaliknya, lautan dipandang sebagai penghambat sehingga harus dibangun jembatan Selat Sunda.

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.