Transaksi perdagangan luar negeri Indonesia berdasarkan pencatatan Badan Pusat Statistik (BPS) sudah mengalami defisit (impor barang lebih besar ketimbang ekspor barang) sejak 2012. Sejauh ingatan, baru kali ini kita mengalami defisit perdagangan, mungkin sejak zaman Majapahit. Defisit perdagangan tahun 2012 tercatat 1,7 miliar dollar AS. Selama lima bulan pertama tahun ini (Januari-Mei), defisit naik tajam menjadi 2,5 miliar dollar AS.

BPS menggunakan metode fob (free on board) untuk nilai ekspor dan cif (cost, insurance, and freight) untuk nilai impor, Menurut investorpedia.com, pengertian fob adalah: “A trade term requiring the seller to deliver goods on board a vessel designated by the buyer. The seller fulfills its obligations to deliver when the goods have passed over the ship’s rail. When used in trade terms, the word “free” means the seller has an obligation to deliver goods to a named place for transfer to a carrier.”
Ringkasnya, pembeli bertanggung jawab membayar ongkos sampai barang masuk ke kapal, ongkos kapal, dan asuransi. Boleh dikatakan bahwa nilai ekspor fob mencerminkan nilai barang semata.
Sudah barang tentu nilai ekpor cif lebih tinggi dibandingkan nilai ekspor fob, namun bukan karena nilai barangnya yang lebih tinggi, melainkan semata-mata karena di dalam nilai barang itu ada unsur jasa muat, jasa pengapalan, dan jasa asuransi.
Bank Indonesia (BI) mencatat nilai ekspor maupun nilai impor berdasarkan fob Jadi transaksi perdagangan luar negeri yang tercantum dalam Neraca Pembayaran yang dikeluarkan oleh BI boleh dikatakan murni nilai barangnya semata, artinya telah mengeluarkan unsur jasa berdasarkan metode cif. Untuk transaksi jasa, termasuk jasa cost, insurance and freight, BI memasukkannya dalam kelompok tersendiri, yakni transaksi jasa.

Berdasarkan data BI tersebut, transaksi perdagangan luar negeri kita sejauh ini masih surplus. Tahun 2012 surplus sebesar 8,6 miliar dollar AS dan triwulan I-2013 surplus 1,6 miliar dollar AS. Sedangkan untuk transaksi jasa memang selama ini selalu defisit.
Kalau pemerintah bersikukuh menerapkan metode cif mulai Agustus 2013 untuk data ekspor (lihat http://t.co/BuhxP18qKb), sudah barang tentu transaksi perdagangan luar negeri kita tahun 2012 dan 2013 serta merta akan surplus, yang nilainya kira-kira sama dengan nilai surplus versi BI.
Menteri Perdagangan beralasan bahwa metode cif bakal memperbaiki akun semasa (current account) yang pada tahun 2012 memburuk tajam menjadi defisit sebesar 24,2 miliar dollar AS, dari yang tadinya masih surplus sebesar 1,7 miliar dollar AS tahun sebelumnya.
TIdak semudah itu. Karena, penyebab utama defisit jasa adalah pengeluaran untuk ongkos kapal. Sekitar 90 persen ekspor-impor kita diangkut oleh kapal berbendera asing. Jadi, terlepas dari basis perhitungan berdasarkan fob atau cif, yang menikmati jasa perkapalan tetap saja asing. Jadi tak berdampak signifikan terhadap defisit jasa kita yang memang bersifat struktural.
Kalau pemerintah bertekat hendak meningkatkan ekspor, kuncinya adalah meningkatkan daya saing, memangkas praktik ekonomi biaya tinggi, dan membenahi sistem transportasi yang kian karut marut.
Sebatas mengubah metode pencatatan dari fob menjadi cif sama saja dengan membohongi diri sendiri.***