Kenikmatan berbinis batu bara tak ada habis-habisnya. Perpanjangan konsesi nyaris dalam genggaman, rente dari ekspor tak dikenakan pajak atau pungutan sehingga berpotensi melanggar UUDD 1945. Bisa dapat fasilitas royalti nol persen juga jika menyulapnya menjadi DME (dimethyl ether) yang digadang-gadang sebagai pengganti LPG (liquefied petroleum gas). Persyaratan lingkungan diperingan, sanksi pidana diubah jadi sanksi perdata, dan lebih mudah merambah kawasan hutan.
Bulan lalu PT PLN sempat mengalami krisis stok batu bara yang membuat Kementerian ESDM mengambil lankah drastis berupa larangan ekspor batu bara selama bulan Januari 20022. Namun, selang beberapa hari kemudian, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi mengumumkan pencaputan larangan ekspor itu.
Pada 26 Januari 2022, Universitas Tarumanagara menggelar diskusi bertajuk “Krisis Batu Bara Dalam Negeri, Quo Vadis Tata Kelola Batu Bara.”
Diskusi selengkapnya bisa dilihat di sini. Saya dapat giliran pada menit ke-33. [Mohon maaf kualitas suara kurang jernih.]
Untuk memudahkan penjelasan saya, berikut disampaikan bahan yang saya persiapkan untuk acara ini.
Sekedar pelengkap, berikut dua pemberitaan terkait diskusi:
****
Project Syndicate baru saja meluncurkan kajian lengkap tentang gurita perusahaan batu bara berjudul: Profil & Peta Koneksi Bisnis dan Politik 10 Oligark Batubara Terbesar di Indonesia di bawah Pemerintahan Jokowi
Kajian sebelumnya dengan judul Colruption: Elitte Politik dalam Pusaran Bisnis Batu Bara bisa diunduh di sini:
Kedua kajian itu sangat membantu dalam memahami kesaktian pengusaha batu bara.
Tinggalkan Balasan ke cakdaus Batalkan balasan