Lanjut ke konten

faisal basri

  • About
  • Contact
  • Contact

Tag: current account

18 Agu 201318 Agu 2013 faisal basri Ekonomi Internasional

Waspadai Ancaman Keseimbangan Eksternal


Ancaman terbesar perekonomian Indonesia dewasa ini adalah memburuknya keseimbangan eksternal sebagaimana tercermin dari cadangan devisa yang terkuras dan nilai tukar rupiah yang melemah. Faktor penyebabnya ialah pemburukan akun semasa (current account) yang sudah mengalami defisit selama dua tahun terakhir. Ada kecenderungan defisit akun semasa semakin bersifat struktural.

Di masa lalu faktor struktural yang menekan akun semasa hanya dari dua unsur, yaitu defisit jasa-jasa non-faktor (terutama transportasi laut) dan defisit jasa faktor (terutama repatriasi laba perusahaan asing yang beroperasi di Indonesia). Belakangan ini unsur penekan akun semasa bertambah dari transaksi perdagangan barang. Bahkan, pada triwulan II-2013 transaksi perdagangan sudah menderita defisit sebesar 601 juta dollar AS.

Image

Karena cenderung bersifat struktural, maka pemulihan akun semasa tak bisa dilakukan dalam jangka pendek. Setidaknya dibutuhkan waktu dua sampai tiga tahun agar defisit akun semasa surplus kembali atau setidaknya tak mengalami pemburukan tajam.

Oleh karena itu, mau tak mau perekonomian Indonesia membutuhkan suntikan modal dari luar (capital inflow) berupa investasi asing langsung (foreign direct investment), investasi portofolio (portfolio investment), dan other investment (terutama utang luar negeri).

Investasi portofolio bisa diibaratkan seperti “jelangkung” dan jangka pendek. Ia datang tak diundang, pergi tak bilang-bilang.

Pemerintah telah bertekad mengurangi utang luar negeri, sehingga pembayaran cicilan utang sudah kerap lebih besar dari utang baru. Sementara itu utang swasta menunjukkan peningkatan. Utang luar negeri swasta sudah lebih besar dari utang luar negeri pemerintah.

Yang paling membantu untuk mengimbangi pemburukan akun semasa dan penguatan keseimbangan eksternal ialah penanaman modal asing langsung (foreign direct investment).

Sejak tahun 2009 investasi asing langsung menunjukkan peningkatan yang cukup konsisten. Lebih menggembirakan lagi, sejak tahun 2011 investasi langsung (jangka panjang) selalu melampaui investasi portofolio (jangka pendek).

FDI-01

Faktor positif lainnya adalah investasi asing mulai banyak masuk ke sektor industri manufaktur. Sebelumnya, kebanyakan investasi asing mengalir ke sektor pertambangan dan perkebunan. Insentif tambahan sementara waktu tak perlu diberikan kepada mereka kecuali jika investor membangunan pabrik pengolahan agar nilai tambah dan tenaga kerja baru lebih banyak tercipta.

fdi-02

Perkembangan lain yang juga menggembirakan ialah nilai investasi asing yang masuk ke Indonesia sudah lebih besar dari arus keluar dalam bentuk repatriasi laba perusahaan asing yang beroperasi di Indonesia.

net_fdi

Agar semakin banyak laba perusahaan asing yang ditanamkan kembali di Indonesia, pemerintah perlu menawarkan seperangkat insentif. Perlu pula dipikirkan agar investor asing juga memberikan sumbangan bagi peningkatan ekspor Indonesia dan atau penurunan impor, sehingga kehadiran investor asing sekaligus memperbaiki transaksi perdagangan Indonesia yang kian tertekan. Insentif tambahan bagi mereka wajar diberikan.

Peranan investasi asing dalam waktu satu sampai dua tahun ke depan semakin penting mengingat prospek investasi portofolio masih tak menentu, apalagi The Fed telah berencana untuk mengurangi dosis dopping dengan cara memotong separuh penyuntikan likuiditas ke dalam perekonomian AS mulai akhir tahun ini dan menghentikan total pada pertengahan tahun 2014. Selama ini The Fed dalam sebulan membeli mortgage-backed securities senilai 40 miliar dollar AS dan obligasi negara (Treasury securities) 45 miliar dollar. Lihat wp.me/p1CsPE-at.

16 Agu 201323 Agu 2013 faisal basri Ekonomi Internasional, Makroekonomi

Neraca Pembayaran Memburuk dan Strukturnya Kian Rentan


Kita semakin memahami lebih mendalam mengapa nilai rupiah kian melemah selama dua tahun terakhir dengan dipublikasikannya data neraca pembayaran (balance of payments) triwulan II-2013 pada 16 Agustus 2013.

Neraca pembayaran terdiri dari dua bagian. Pertama, akun semasa (current account) yang terdiri dari ekspor barang dan jasa dikurangi impor barang dan jasa. kedua, transaksi modal dan finansial yang terdiri dari investasi langsung (direct investment) dan investasi portofolio (portfolio investment). 

Selain kedua kelompok itu, ada pos yang bukan merupakan transaksi. Pertama, selisih perhitungan bersih (net errors and omissions) yang menampung kesalahan pencatatan maupun ketidakcocokan perhitungan. Kedua, cadangan devisa dan yang terkait (reserves and related items) yang merupakan pos penyeimbang, sehingga jika keseluruhan pos neraca pembayaran dijumlahkan maka nilainya sama dengan nol. Pos terakhir ini sekaligus menunjukkan surplus/defisit neraca pembayaran atau pertambahan/pengurangan cadangan devisa. Jika angka pada pos reserves and related items bertanda negatif, berarti terjadi surplus neraca pembayaran dan cadangan devisa bertambah sebesar angka yang tercantum. Sebaliknya jika bertanda positif.

Image

Pertama, transaksi perdagangan semakin memburuk, bahkan untuk pertama kali dalam sejarah menderita defisit pada triwulan II-2013. Sebetulnya ekspor mengalami peningkatan, namun impor meningkat lebih cepat. Peningkatan terjadi pada impor nonmigas. Akibatnya, surplus transaksi perdagangan nonmigas tergerus, tinggal sebesar 1,7 miliar dollar AS. Gas juga menyumbang surplus perdagangan barang sebesar 3 miliar dollar AS. Sumbangan gas menurun sejalan dengan makin banyak porsi produksi gas digunakan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Pada triwulan II-2013, surplus perdagangan nonmigas dan gas sebesar 4,7 miliar dollar. Jadi mengapa transaksi perdagangan total mengalami defisit? Apa lagi kalau bukan minyak. pada periode yang sama perdagangan minyak mengalami defisit sebesar 5,3 miliar dollar AS. Maka jadilah sekcara keseluruhan transaksi perdagangan menderita defisit sebesar 0,6 miliar dollar AS.

Kedua, defisit jasa-jasa non-faktor (bukan faktor produksi) menunjukkan peningkatan, dari 2,5 miliar dollar AS pada triwulan I-2013 menjadi 3,1 miliar dollar AS pada triwulan II-2013. Penyumbang defisit terbesarnya adalah jasa transportasi, yaitu sebesar 77 persen. Hal ini disebabkan karena sebagian besar barang yang diekspor maupun yang diimpor menggunakan kapal berbendera asing.

Ketiga, jasa-jasa faktor (faktor produksi). Penyumbang terbesar dari defisit ini adalah repatriasi laba perusahaan asing yang beroperasi di Indonesia. Pada triwulan II-2013, repatriasi laba menyumbang 56 persen dari defisit  di pos pendapatan (income).

Satu-satunya yang memberikan sumbangan positif bagi transaksi jasa faktor (factor services) adalah remitansi (remittances). Tenaga Indonesia yang bekerja di luar negeri yang pada triwulan II-2013 berjumlah 4 juta orang menyumbang devisa masuk sebesar 1,9 miliar dollar AS, sedangkan tenaga kerja asing di Indonesia mengirimkan pendapatnnya keluar negeri sebesar 626 juta dollar AS, sehingga surplus 1,2 miliar dollar AS.

Karena tekanan dialami hampir semua pos, akibatnya transaksi akun semasa mengalami lonjakan defisit, dari hanya 5,8 miliar dollar AS (2,6 persen terhadap PDB) pada triwulan I-2013 menjadi 9,8 miliar dollar AS (4,4 persen terhadap PDB) pada triwulan II-2013. Ini merupakan defisit selama tujuh triwulan berturut-turut.

Walaupun akun semasa mengalami tekanan berat, defisit neraca pembayaran jauh lebih kecil dari defisit akun semasa. Defisit neraca pembayaran turun tajam dari 6,6 miliar dollar AS pada triwulan I-2013 menjadi 2,5 miliar dollar AS pada triwulan II-2013.

Pos yang membantu adalah transaksi keuangan dan finansial. Tak tanggung-tanggung, pos ini melonjak dari defisit sebesar 0,3 miliar dollar AS pada triwulan I-2013 menjadi surplus sebesar 8,2 miliar dollar AS pada triwulan II-2013.

Di pos ini ada investasi langsung dan investasi portofolio. Investasi asing langsung yang masuk ke Indonesia naik tipis dari 4,1 miliar dollar AS pada triwulan I-2013 menjadi 4,2 miliar dollar AS pada truwulan berikutnya. Sedangkan investasi langsung perusahaan Indonesia ke luar negeri terjadi kenaikan dari 206 juta dollar AS dan 902 juta dollar AS. Akibatnya investasi langsung bersih, walaupun cukup besar tetapi turun dari 3,9 miliar dollar AS menjadi 3,3 miliar dollar AS.

Investasi portofolio juga memberikan sumbangan positif, yaitu secara bersih sebesar 2,5 miliar dollar AS pada triwulan II-2013, sedikit turun dibandingkan triwulan I-2013 sebesar 2,8 miliar dollar AS. 

Dari gambaran di atas tampak neraca pembayaran Indonesia semakin tertekan dan faktor-faktor penyebabnya cenderung bersifat struktural. Selain itu terlihat pula struktur neraca pembayaran Indonesia semakin rentan terhadap gejolak eksternal, karena bertambah besarnya peranan modal asing masuk (capital inflows) dalam menopang neraca pembayaran sehingga tidak mengalami pemburukan yang lebih drastis. Tanpa kehadiran capital inflows ini tak terbayangkan bakal seperti apa nilai rupiah.

Catatan: Data rinci neraca pembayaran terbaru bisa diunduh di website Bank Indonesia: http://www.bi.go.id/NR/rdonlyres/0AF44705-EA06-42EE-9F2E-3A14AF2E0D0B/29772/LaporanNPITwII2013.pdf.

25 Jul 201330 Jan 2019 faisal basri Analisis Ekonomi Kompas

Tak Ada yang Aneh pada Rupiah


Nilai tukar rupiah telah menembus Rp 9.800 per dollar Amerika Serikat akhir minggu lalu. Sebetulnya tidak ada yang luar biasa dengan pergerakan rupiah belakangan ini. Selama lima bulan pertama tahun 2013, rupiah hanya melemah 1,35 persen. Jika dibandingkan dengan setahun yang lalu, pelemalahan rupiah sebesar 2,42 persen. Dengan kata lain, pergerakan rupiah masih terjaga.

Memang, kemerosotan nilai tukar rupiah cukup tajam jika dibandingkan dengan posisi terkuatnya pada 2 Agustus 2011, yakni 13,7 persen. Pada akhir Agustus 2011, cadangan devisa berada pada tingkat tertinggi, yaitu 124,6 miliar dollar AS, tetapi sebulan berikutnya terkuras 10,1 miliar dollar AS menjadi 114,5 miliar dollar AS. Sejak itulah nilai tukar rupiah mengalami kemerosotan yang persisten.

Pada triwulan IV-2011, akun semasa (current account) memasuki era defisit hingga sekarang. Pada tahun 2011 impor bahan bakar minyak (BBM) kian merongrong, naik tajam menjadi 28 miliar dollar AS dari 18 miliar dollar AS pada tahun sebelumnya.

Kemerosotan nilai tukar rupiah agak tertahan oleh derasnya modal asing yang masuk, baik dalam bentuk penanaman modal asing langsung maupun investasi portofolio. Perlu dicatat, sejak tahun 2010 penanaman modal asing langsung selalu lebih besar ketimbang investasi portofolio sehingga bisa mengurangi volatilitas pergerakan rupiah.

Yang perlu dicermati dengan seksama di dalam akun modal adalah pembayaran cicilan utang sebagaimana tercermin pada item other capital. Pada triwulan I-2013, item other capital mengalami defisit sangat besar, yaitu sebesar 7,7 miliar dollar AS. Akibatnya, arus modal neto mengalami defisit sebesar 1,4 miliar dollar AS. Dipadukan dengan defisit akun semasa sebesar 5,3 miliar dollar AS, neraca pembayaran menjadi tekor sebesar 6,6 miliar dollar AS.

Bagaimanapun, fundamental rupiah akan jauh lebih kokoh apabila ditopang oleh faktor-faktor yang bersumber dari kekuatan sendiri. Oleh karena itu akun semasa mutlak perlu disehatkan. Dalam jangka pendek, kuncinya adalah bagaimana meredam peningkatan impor BBM yang sejak tahun 2011 sudah menjadi penyedot terbesar cadangan devisa.

Oleh karena itu, ekspektasi rupiah dalam jangka pendek sangat ditentukan kenaikan harga BBM. Semakin tidak pasti keputusan kenaikan harga BBM membuat nilai rupiah semakin lama terombang-ambing.

Bank Indonesia bisa saja melakukan intervensi untuk meredam pelemahan rupiah. Namun, harus diingat, cadangan devisa kita tak melimpah. Pada akhir Maret, besarnya cadangan devisa hanya setara dengan 5,7 bulan kebutuhan impor dan pembayaran cicilan utang luar negeri pemerintah.

Kapasitas cadangan devisa ini terus menerus melorot dari 7,2 bulan pada tahun 2010, 6,5 bulan pada tahun 2011, dan 6,1 bulan pada tahun 2012.

Dalam jangka menengah, nilai tukar rupiah berpotensi menguat asalkan dua persoalan struktural dapat diatasi.

Pertama, menekan defisit jasa angkutan barang yang menyumbang sekitar 70 persen dari defisit jasa-jasa total. Teramat ironis bagi negara kepulauan seperti Indonesia yang bentangan lautnya dua kali lebih luas dari daratan, tetapi tidak memiliki armada pelayaran yang tangguh. Pembangunan jembatan Selat Sunda justru akan memperlemah penguasaan laut kita.

Kedua, pengelolaan sumber daya alam yang bertanggung jawab dan berkeadilan untuk memacu kembali industrialisasi. Jangan biarkan gejala dini deindustrialisasi terus terjadi.

Tengok saja peranan industri manufaktur dalam produk domestik bruto yang terus merosot dari 29 persen pada tahun 2001 menjadi hanya 23,6 persen saja pada triwulan I-2013. Padahal, pengalaman negara-negara yang telah menapaki industrialisasi berkelanjutan, peranan industri manufaktur dalam produk domestik bruto baru berangsur turun setelah mencapai sekitar 32 persen dari produk domestik bruto.

Industrialisasi sejatinya harus dipandang sebagai upaya untuk memperkokoh fondasi perekonomian Indonesia dengan memanfaatkan secara maksimal karunia sumber daya yang yang kita miliki. Hanya dengan begitu, kita bakal bangga menjadi negara dengan perekonomian terbesar ke-8, setidaknya, dengan landasan yang kokoh pada tahun 2050, dan bukan hanya menjadi bulan-bulanan sebagai pasar yang besar semata.

Dengan mengacu pada peningkatan produktivitas, kenaikan daya saing akan lebih berkelanjutan. Salah satu indikator keberhasilan ini adalah penguatan nilai tukar rupiah.

Memang tidak ada jalan pintas. Apa gunanya redenominasi kalau setelah itu nilai rupiah kembali melorot.

Pelaku pasar menunggu langkah-langkah nyata pemerintah sekarang juga. Jangan sia-siakan kesempatan emas yang sudah berulang kali terlewatkan.

***

Dimuat di harian Kompas, 3 Juni 2013, hal.15.

Navigasi pos

Pos-pos terbaru

Tulisan Terakhir

  • Hampa
  • Refleksi Tahun Pandemi
  • Asa untuk Menteri Kesehatan yang Baru
  • Sosok IR. Djuanda di Balik Hari Nusantara
  • Sesat Pikir Program Biodiesel

Komentar Terbaru

Yusuf uno pada SINOPSIS Untuk Republik: Kisah…
faisal basri pada Refleksi Tahun Pandemi
faisal basri pada SINOPSIS Untuk Republik: Kisah…
yusuf uno pada SINOPSIS Untuk Republik: Kisah…
Victorinus Widyanto… pada Refleksi Tahun Pandemi

Arsip

  • Januari 2021
  • Desember 2020
  • November 2020
  • Oktober 2020
  • September 2020
  • Agustus 2020
  • Juli 2020
  • Juni 2020
  • Mei 2020
  • April 2020
  • Maret 2020
  • Februari 2020
  • Januari 2020
  • Desember 2019
  • November 2019
  • Oktober 2019
  • September 2019
  • Agustus 2019
  • Juni 2019
  • April 2019
  • Maret 2019
  • Februari 2019
  • Januari 2019
  • November 2018
  • Oktober 2018
  • September 2018
  • Agustus 2018
  • Juni 2018
  • Februari 2018
  • Desember 2017
  • November 2017
  • Oktober 2017
  • September 2017
  • Agustus 2017
  • Juli 2017
  • Juni 2017
  • Mei 2017
  • April 2017
  • Maret 2017
  • Februari 2017
  • Januari 2017
  • Desember 2016
  • November 2016
  • September 2016
  • Agustus 2016
  • Juli 2016
  • Juni 2016
  • Mei 2016
  • April 2016
  • Maret 2016
  • Februari 2016
  • Januari 2016
  • Desember 2015
  • November 2015
  • September 2015
  • Agustus 2015
  • Juli 2015
  • Juni 2015
  • Mei 2015
  • April 2015
  • Februari 2015
  • Desember 2014
  • November 2014
  • Oktober 2014
  • September 2014
  • Agustus 2014
  • Juli 2014
  • Juni 2014
  • Mei 2014
  • April 2014
  • Maret 2014
  • Februari 2014
  • Januari 2014
  • Desember 2013
  • November 2013
  • Oktober 2013
  • September 2013
  • Agustus 2013
  • Juli 2013

Kategori

  • Agriculture
  • Analisis Ekonomi Kompas
  • Audio
  • Automotive
  • Bank Century
  • Books
  • Buku
  • Capital Market
  • Cokro TV
  • corona virus COVID-19
  • coronavirus covid-19
  • Corruption
  • Culture
  • debt
  • Development
  • Education
  • Ekonomi Internasional
  • Ekonomi Politik
  • Employment
  • Energi
  • English
  • Environment – Green Economy
  • faisal basri
  • FDI
  • Financial Sector
  • fintech
  • Fiscal Policy
  • Food
  • Food & beverages
  • Gerakan Petani
  • Goresan
  • Health
  • Humaniora
  • Humor
  • ICT
  • Indonesian Economy
  • Industri
  • Inequality and Poverty
  • Infrastructure
  • Institutions
  • International
  • Interview
  • Investment
  • investment
  • JSS
  • Ketenagakerjaan
  • Lecture
  • Makroekonomi
  • Manufactures
  • Maritim
  • Migas
  • minerba
  • Mining
  • Monetary Policy
  • News
  • Oil and Gas
  • Omnibus Law
  • Perjalanan
  • Pilpres 2014
  • Podcast
  • Political Economy
  • Politics
  • Politik
  • poverty
  • Public Policy
  • R&D
  • Regional Development
  • Salah Kaprah
  • Services
  • Sesat Pikir
  • SJSN
  • SOEs
  • Sosok
  • Tata Niaga
  • Taxation
  • TKI
  • Tokoh
  • Tourism
  • umkm
  • Uncategorized
  • Urban Development
  • Utang
  • Video

Meta

  • Daftar
  • Masuk
  • Feed entri
  • Feed Komentar
  • WordPress.com
Buat situs web atau blog di WordPress.com Tema: Ixion oleh Automattic.
Batal

 
Memuat Komentar...
Komentar
    ×